SIUL GADIS KOTA

769 kali dibaca

SIUL GADIS KOTA

Mengabur bulir hitam di kepala
Dawai angin mesra menyapa
Membakar langit-langit dada mendinding tawa
Termangu aku menatap biru matanya.

Advertisements

Di penjara surga kini
Melengking sepi bernyanyi tiada henti
Tiada berbatas aku bernyawa dengan kutukan
Tiada ratap terbaring di ini jalan.

Kau memaling menutup pintu keramaian
Sedang aku kembali berserah diri
Mengetuk ribuan rahasia di ambang jendela.

Ampas kopi diriku, merangkaki damai
Di mana bayang-bayang bertebaran
Memuja cedera lonceng berdentang.
Berdarah angka-angka di dinding tersalib kencang.

2020.

BUKANLAH PELABUHAN

Bibirmu bukanlah pelabuhan
Bagi kapal-kapal tua yang mabuk:
Tiada puas bergentayangan di laut lepas.

Bukan pula harum suci kembang
Bagi sembarang kumbang datang bertandang.

Jauh di tebal kabut daging kota-kota
Ia, membacamu dengan kebutaaan,
Meniduri segala yang bernama kecemasan
Mengingat kau rumah untuk pulang.

Petikan kecapi yang mengalun sendu
Pada rimbun dedaunan kepala pegunungan.
Di dahan jiwa, aku memastikan bayang padamu.

2020.

PADA SEBUAH PIJAR

Betapa pagi memekarkan kelopak usia
Dari batang-batang akasia yang ranum di tubuhmu

Legam langit menggantung rindu-rindu
Tercurah di ladang dadaku.

Di hari lain, kupeluk potret tubuhmu
Kubisikkan suara asing dari sirip cahaya
Menangkup nasib buruk
Sebelum aroma-aroma melesat
Dan kita, termanggu di dasar kata.

Selamat berpijar, sayang
Mari rayakan kelahiranmu.
Karena di pelataran ini aku ramu kenangan

Dari daun masalalu dan penantian.

Maka kujadikan ia simfoni cinta
Agar kita utuh di tiang rasa.

2020.

PADA BISIK MUSIK

Pada bisik musik yang meneroka ingatan
Aku menyeru pada musim-musim berkarang
Sedang batu-batu menggunung memancar
Seperti tiang-tiang menjulang di kejauhan.

Jalanku hilang dari angan menyerap bayang
Aku seakan terbuang ke dasar lautan
Menjadi buih berhamburan di tampar badai.

Mari, kembali menyembunyikan ini kutukan
Jadikan aku naungan atas segala kesunyian
Di mana mataku jalan memandang,
Dan wajahmu rumah kelam bagi segala zaman.

Biar pun yang tertulis melepuh pelan
Seperti dentum gamelan hilang di pendengaran
Aku akan berjalan dari buta yang menikam.

2020.

DI ASTA MIMPI

I
Di luas taman surgamu kini
Semerbak kembang Kuhidu dengan berserah diri.

Batu-batu yang terpajang luas menghampar,
Terkulai kupahami: bagaimana denganku nanti.

II
Bila jerit jam tiba,
Tak lagi, ia mengenal berbagai rupa.

Begitu pula berselang dengan kedip akhir mata
Mengering juga, ia disengat rawi di dadanya.

2020.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan