Tentang Sebuah Mitos yang Bernama Hiperealitas

1,405 kali dibaca

Awal abad ke-19 menjadi pintu masuk industrialisasi di Barat. Tentu, ini berkaitan erat dengan awal mula bangkitnya konsumerisme. Yang dalam bahasa Karl Max diasumsikan bahwa kepemilikan atas alat-alat produksi mampu mendikte kesadaran manusia. Lebih jauh, Karl Max mengatakan bahwa tujuan dari kapitalisme hanya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dari industri (pemodal). Maka, cara yang digunakan sudah jelas, dengan menjadikan pekerja (buruh) sebagai objek yang harus dieksploitasi dan diperas hak-hak kebebasannya.

Jadi, seperti yang dikatakan S Nurist dalam Posmodernisme dan Budaya Konsumen (2018), bahwa untuk mendapat nilai surplus (dalam hal ini uang), jalannya diperoleh dari hasil penjualan produk yang dijadikan sebagai komoditas. Titik tekan dari industri lebih kepada hasil yang diperoleh dari kerja keras buruh, kemudian hasil itu ditawarkan kepada khalayak umum untuk memperoleh akumulasi kekayaan. Tentu ini berbeda dengan Jean Baudrillard, yang lebih tertarik pada komsumsi sebagai sesuatu yang penting dari aktivitas ekonomi, bukan lagi produksi seperti yang diwacanakan oleh Karl Max.

Advertisements

Kebiasaan masyarakat untuk memuaskan keinginan dalam kehidupan sehari-hari sebagai cerminan dari pola konsumtif. Maka, wajar bila tidak bermazhab pada kebutuhan yang ada, hal ini menjadi sesuatu yang paling urgen untuk ditelaah lebih lanjut. Karena, bagaimanapun, ketika lebih mengedepankan keinginan dan bukan kebutuhan, justru mematikan rasionalitas, kebuntuan berpikir, dan tidak bisa membedakan antara yang nyata dengan yang hanya imajinatif. Bisa kita lihat di sekitar, dalam kehidupan masyarakat perkotaan, misalnya.

Jean Baudrillard akhirnya memetakan ciri-ciri dari masyarakat konsumeris, sebagai masyarakat yang di dalamnya sudah banyak terjadi penyimpangan logika konsumsi. Yang artinya, bahwa ada perpindahan dari logika kebutuhan menuju logika hasrat. Inilah yang menjadi tren dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Meskipun, di sisi lain, kita tahu bahwa masyarakat perkotaan identik dengan masyakarat yang berpikir rasional, modern, dan tentu mempunyai kecepatan tinggi dalam melakukan aktivitas apa pun. Tetapi, hal ini justru menjadi pintu masuk dalam lingkaran konsumerisme.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan