Nasionalisme Indonesia di Era Orde Baru

8,443 kali dibaca

Di era Soekarno, pembentukan nasionalisme banyak didorong oleh unsur etnisitas, patriotisme, revolusi, dan ideologi. Peran surat kabar juga signifikan bagi proses perekatan imajinasi komunal. Di era Soekarno, wacana pengkuh utama nasionalisme adalah wacana ‘ancaman asing’ dan ‘ketahanan bangsa’. Token-token tersebut dirawat oleh Soekarno, sampai kemudian berubah makna setelah berpindah tangan ke rezim Soeharto di tahun 1966.

Kup 1965 menandai babak baru bagi percaturan ideologi Indonesia. Di masa Soekarno, percaturan ideologi terdiri dari tiga pilar: nasionalisme, Islam, dan komunisme. Pasca kup 1965, percaturan berubah menjadi: nasionalisme dan Islam. Makna ‘ancaman asing’ masih merujuk pada bahaya luar negeri. Sementara itu, karena kondisi psikologi-sosial pasca tragedi 1965, makna ‘ketahanan bangsa’ berubah, yang awalnya merujuk terbatas pada stabilitas institusi politik Indonesia, menjadi resistensi terhadap ancaman PKI. Pengalaman tersebut menambah memori kolektif Indonesia tentang nasionalisme miliknya.

Advertisements

Hal itu diabadikan dalam satu kawasan museum besar bernama Museum Kesaktian Pancasila di Jakarta Timur. Tujuannya adalah untuk mengikat generasi selanjutnya pada memori kolektif yang sama. Sampai pada titik ini, apa yang disebut Benedict Anderson sebagai, the imagined adalah sesuatu yang menular: mulanya dari sekelompok individu tak saling-kenal yang saling membayang lewat media, kemudian mengental bersama lewat peristiwa dan pengalaman, lalu diabadikan dalam artefak, simbol, ruang atau apapun agar imajinasi yang sama dapat terwaris kepada anggota kelompok di masa depan.

Setelah perang dunia kedua, dunia memasuki fase pembangunan ulang atas destruksi yang dihasilkan. Agenda pembangunan mengalirkan dana dari negara maju ke negara berkembang dalam bentuk beragam, dari mulai hibah bantuan asing hingga tawaran investasi.

Di tengah gegap gempita persaingan Kapitalisme Amerika dan Komunisme Uni Soviet, dan di tengah tren kecenderungan negara-negara berkembang seperti Amerika Latin dan beberapa negara di Asia Tenggara pada komunisme, tulisannya Richard Robinson, The Rise of Capital (1985), mengungkap bahwa, revolusi terbaik sepanjang abad ke-19 hingga abad ke-20 bukanlah komunisme ataupun sosialisme, melainkan kapitalisme dengan revolusi yang terjadi secara senyap namun mengakar, khususnya di negara-negara berkembang di Asia Tenggara.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan