Al-Khoirot, Pondok yang Akrab dengan Dunia Penerbitan

4,169 kali dibaca

Dirintis di atas lahan hibah, pembangunan Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang ternyata dipandu oleh visi yang jauh ke depan. Sejak dini, para santri diajari untuk akrab dengan dunia penulisan dan penerbitan. Kini, Pondok Al-Khoirot menjadi salah satu pesantren terbesar di Jawa Timur.

Pembuka jalan itu adalah seorang perempuan. Suatu hari di tahun 1960-an, perempuan itu menemui Kiai Syuhud Zayyadi. Perempuan asal Desa Bulupitu, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, itu bernama Hj Siti Ruqoyyah. Adapun, Kiai Syuhud saat itu terbilang keluarga muda, yang baru mulai merintis pengajaran agama di kediamannya.

Advertisements

Rupanya, Hj Siti Ruqoyyah tergolong orang berpunya. Kepada Kiai Syuhud, Siti Ruqoyyah berniat mewakafkan salah satu dari tiga bidang tanah yang dimilikinya. Atas beberepa pertimbangan, akhirnya keduanya bersepakat bahwa Siti Ruqoyyah akan menghibahkan, bukan mewakafkan, salah satu bidang tanahnya untuk pengembangan pesantren.

Rupanya tidak mudah bagi Kiai Syuhud untuk menentukan bidang tanah yang akan dipilihnya. Tiga bidang tanah milik Siti Ruqoyyah masing-masing berada di Desa Bulupitu, Desa Karangsuko, dan Desa Jogosalam. Setelah berkonsultasi dengan beberapa orang, termasuk dengan Kiai Abdul Hamid Bakir bin Kyai Abdul Majid, pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar, Pamekasan, Madura, Kiai Syuhud memilih tanah yang berlokasi di Desa Karangsuko, Kecamatan Gondanglegi. Lahan ini dipilih dengen pertimbangan strategis, lokasinya berada di Jalan Sumbertaman (yang kelak berubah menjadi Jalan Kyai Syuhud Zayyadi).

Diawali Ramadan

Setelah Hj Siti Ruqoyah dan Kiai Syuhud bersepakat, akhirnya pada bulan Ramadhan tahun 1963, Kiai Syuhud resmi pindah dari Jalan Murcoyo Gondangelgi ke Desa Karangsuko. Di lahan yang baru seluas 1,8 hektare ini, ia mendirikan Pondok Pesantren Al-Khoirot khusus untuk santri putra. Yang pertama dibangun adalah rumah untuk pengasuh, musala, dan pondok santri putra.

Pada mulanya, yang nyantri di pondok ini hanya beberapa orang yang tak lain adalah keponakan Kiai Syuhud sendiri. Mereka berasal dari Pamekasan, Madura. Dan setahun kemudian baru ada santri yang dari Malang sendiri.

Seperti pondok pesantren umumnya, pada awal-awal perkembangannya, santri-santri di Pesantren Al-Khoirot diajari ngaji al-Quran dan kitab-kitab kuning, bandongan atau sorogan. Seiring berjalannya waktu, jumlah santri yang mondok semakin banyak. Maka, pada 1966 mulai dikembangkan program pendidikan agama (diniyah) dengan sistem klasikal yang disebut madrasah diniyah, dan diberi nama Madrasah Diniyah Annasyiatul Jadidah. Tapi saat itu gedungnya belum ada. Sehingga, para santri menempati bangunan sederhana dengan dinding bambu dan atap daduk (daun tebu kering). Baru pada 1967 gedung madrasah mulai dibangun secara representatif untuk enam kelas. Seluruh gedung selesai dibangun pada 1970. Itulah untuk kali pertama Pondok Al-Khoirot memiliki gedung sekolah yang sepenuhnya berdinding tembok dan beratap genting.

Sebagai lembaga pendidikan di lingkungan pesantren, Madrasah Diniyah Annasyiatul Jadidah pada awalnya hanya mengajarkan agama. Namun, beberapa tahun kemudian mulai mengajarkan ilmu pengetahuan umum, dan lulusannya dapat mengikuti ujian persamaan untuk tingkat sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah (MI). Pada tahun 1970 itu, Madrasah Diniyah Annasyiatul Jadidah Putri mulai didirikan untuk menampung santri putri sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.

Dunia Penerbitan

Pengembangan Pondok Pesantren  Al-Khoirat kian intensif pasca-era 2000-an. Ada tiga aspek yang menjadi fokus, yaitu peningkatan kualitas program pengajian kitab kuning, pengembangan program pendidikan baru, dan pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendidikan. Untuk fokus yang ketiga ini, kini Pesantren  Al-Khoirat telah memiliki fasilitas dan infrastruktur yang meliputi asrama santri, gedung sekolah, kamar mandi, tandon air, perkantoran, dan lain-lain yang relatif lengkap dan memadai.

Sementara itu, untuk fokus yang kedua, Pesantren Al-Khoirat telah mengembangkan berbagai program pendidikan baru, baik nonformal maupun yang formal. Misalnya, pada 2008 didirikan Madrasah Diniyah Tsanawiyah Al-Khoirot yang merupakan kelanjutan dari Madrasah Diniyah Ibtidaiyah Annasyiatul Jadidah. Program ini terdiri dari dua kelas yang disebut dengan Ulya 1 dan Ulya 2.

Setahun berikutnya diselenggarakan sistem pendidikan formal setingkat SLTP dan SLTA dengan dibukanya Madrasah Tsanawiyah (MTS) Al-Khoirot dan Madrasah Aliyah (MA) Al-Khoirot khusus putra. Baru setahun kemudian juga dibuka MTS Al-Khoirot dan MA Al-Khoirot untuk putrid. Namun demikian, dengan adanya pendidikan formal, bukan berarti madrasah diniyah ditinggalkan. Sebaliknya, justru semakin diperkuat dan tetap menjadi salah satu program unggulan yang wajib diikuti oleh semua santri.

Yang menarik, sejak 2008, Pondok Pesantren  Al-Khoirot mendirikan lembaga penerbitan yang diberi nama Pustaka Al-Khoirot atau Al-Khoirot Press). Tentu saja, tujuannya untuk menjadi ujung tombak penerbitan berbagai karya tulis para santri Al-Khoirot. Artinya di lingkungan pondok ini sejak dini para santri juga diajari menulis. Tulisan-tulisan karya santri itu kemudian dimuat di berbagai media pesantren, baik dalam bentuk buletin, majalah, maupun buku.

Dalam perkembangannya, Pustaka Al-Khoirot telah berhasil menerbitkan empat buletin yang terbit secara reguler setiap bulan, yaitu Buletin Al-Khoirot, Buletin Santri, Buletin Siswa, dan Buletin El-Ukhuwah. Buletin-buletin terbitan Pustaka Al-Khoirot yang dikelola kalangan guru atau ustadz madrasah diniyah didistribusikan baik untuk kalangan internal pesantren maupun masyarakat luas. Sedangkan, buletin yang untuk kalangan internal dikelola oleh para santri madrasah diniyah melalui OSIS.

Pustaka Al-Khoirot juga menerbitkan banyak buku dengan tema yang beragam. Meskipun, kebanyakan temanya berkaitan dengan keislaman, ada juga buku-buku terbitan Pustaka Al-Khoirot yang membahas masalah politik dan pendidikan, tentu saja dari perspektif Islam. Bahkan, ada buku tentang dasar-dasar penulisan jurnalistik yang diterbitkan Pustaka Al-Khoirot. Jelas, selain diajari mengaji dan ilmu agama, para santri juga Pondok Pesantren  Al-Khoirot juga diajari menjadi penulis yang andal.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan