Tak Ada Terompet pada Tahun Baru Islam

832 kali dibaca

Jumat sore, 29 Juli 2022 M, bertepatan dengan 30 Dzulhijjah 1443 H, matahari berangkat, hendak menutup mata. Sementara Hijriah mengikuti pula di belakangnya. Ia tampak terseok-seok dan menyeret kakinya melangkah. Memanggul berkarung-karung dosa manusia. Wajahnya terlihat letih. Beberapa manusia mencegat langkah Hijriah. Mereka bermunajat mohon ampun kepada Tuhan atas dosa-dosa yang telah dilakukan selama setahun. Mereka datangi masjid-masjid untuk tunaikan Asar, lalu menengadahkan tangan ke langit.

Tuhan Yang Maha Pengampun, mengampuni dosa-dosa mereka. Hijriah mulai melangkah lagi. Kini, beban di punggungnya tak seberat tadi. Langkahnya pun jadi ringan. Lega. Hingga di ufuk Barat ia bersua dengan Matahari yang tengah rebah di peraduan. Beberapa manusia mulai menyesaki masjid-masjid lagi. Mereka berada dalam panggilan Tuhan. Tiga rakaat mereka persembahkan ke hadirat-Nya, lalu tangan-tangan mereka kembali menghadap langit. Minta anugerah keselamatan selama setahun.

Advertisements

***

Demikianlah gambaran suasana melepas akhir tahun dan menyambut awal tahun baru Islam. Tak ada trek-trekan sepeda motor yang memekakkan telinga. Tak ada pula bising suara terompet. Serta tidak ada panggung-panggung hiburan di alun-alun kota.

Yang ada, kaum muslimin berbondong-bondong ke masjid. Berkumpul berjamaah Asar, lalu berdoa akhir tahun bersama-sama. Kemudian menanti salat Maghrib, lalu bersama-sama lagi berdoa awal tahun. Memohon perlindungan kepada Allah dari tipu daya setan yang terkutuk, meminta bantuan agar mampu menundukkan hawa nafsu, serta meminta tolong untuk kemudahan dalam beribadah demi meraih rida-Nya.

Memang seharusnya setiap perayaan tahun baru, tahun baru apa pun, begitulah sikap laku umat Islam dalam menyambutnya; meningkatkan ibadah, serta berdoa bersama untuk keselamatan. Bukan dengan trek-trekan adu knalpot paling nyaring. Bukan memborong terompet, lalu kompak membunyikannya di tengah malam pergantian tahun. Bukan pula bergembira di atas panggung berjoget dengan menggandeng tangan para biduan.

Bukankah hakikat tahun baru itu berarti umur kita semakin bertambah? Jika kita sadar bahwa dengan hadirnya tahun baru yang berarti masa hidup kita semakin dikurangi, harusnya kita jadikan tahun baru sebagai ajang untuk bermuhasabah. Apakah selama setahun ini umur kita telah digunakan secara baik dan efisien? Apakah selama setahun ini amal kita lebih baik, atau sama saja, atau bahkan lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya? Mari, kita evaluasi pada pergantian tahun baru Islam ini!

Tentu, setiap kita tidak ingin rugi dan celaka. Sementara kita tahu sebuah perkataan, “Barangsiapa yang hari-harinya sama saja, dialah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin, dialah orang yang celaka.”

Memasuki tahun baru Islam dan kaitannya dengan evaluasi diri, saya teringat puisi gubahan KH Ahmad Mustofa Bisri, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, atau yang biasa disapa Gus Mus. Puisi itu bertajuk Selamat Tahun Baru, Kawan. Sebuah puisi bermuatan muhasabah yang ditujukan kepada umat manusia yang telah beliau anggap kawan.

Kurang sempurna rasanya jika kita lalui tahun baru Islam 1444 Hijriah ini tanpa merenungi puisi tersebut. Besar harapan saya, murni timbul dari nurani, mengajak para pembaca untuk kembali menghayati puisi itu dengan sepenuh jiwa. Kita baca lagi dengan seksama, cermat, lalu renungi dan hayati. Inilah kutipan larik puisi beliau yang dilansir dari gusmus.net:

Kawan, sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri
Bercermin firman Tuhan, sebelum kita dihisab-Nya
Kawan, siapakah kita ini sebenarnya?
Muslimkah, mukminin, muttaqin,
khalifah Allah, umat Muhammadkah kita?
Khairul ummatinkah kita?
Atau kita sama saja dengan makhluk lain atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak perut dan kelamin
Iman kita kepada Allah dan yang ghaib rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan 
Lebih pipih dari kain rok perempuan
Betapa pun tersiksa, kita khusyuk di depan massa
Dan tiba-tiba buas dan binal di saat sendiri bersama-Nya

……

Demikianlah. Semoga bacaan kita yang penuh penghayatan ini, seiring dengan limpahan rahmat dan rida-Nya, sehingga kita benar-benar mampu berhijrah dari keburukan menuju kebaikan, menjadi umat yang pandai berintrospeksi diri, tidak mudah menyalahkan orang lain, semakin kuat keimanan dan ketakwaan, menjadi muslim-mukmin yang sejati, serta diakui sebagai umat Nabi Muhammad. Pendek kata, segala hal buruk pada diri kita di tahun kemarin, semoga mendapat ampunan-Nya. Serta segala hal yang baik, semoga kita dapat meningkatkannya di tahun ini.

Terakhir, sebagaimana yang sering kita nyanyikan bersama, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Mari, kita bangun jiwa dan badan kita! Jangan hanya daging yang kita gemukkan, sementara ruh kita biarkan merana. Marilah, kita jadikan tahun baru Islam ini sebagai momentum untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik!

Wallahu a’lam bi shawab…

Multi-Page

Tinggalkan Balasan