Tak Ada Terompet pada Tahun Baru Islam

819 kali dibaca

Jumat sore, 29 Juli 2022 M, bertepatan dengan 30 Dzulhijjah 1443 H, matahari berangkat, hendak menutup mata. Sementara Hijriah mengikuti pula di belakangnya. Ia tampak terseok-seok dan menyeret kakinya melangkah. Memanggul berkarung-karung dosa manusia. Wajahnya terlihat letih. Beberapa manusia mencegat langkah Hijriah. Mereka bermunajat mohon ampun kepada Tuhan atas dosa-dosa yang telah dilakukan selama setahun. Mereka datangi masjid-masjid untuk tunaikan Asar, lalu menengadahkan tangan ke langit.

Tuhan Yang Maha Pengampun, mengampuni dosa-dosa mereka. Hijriah mulai melangkah lagi. Kini, beban di punggungnya tak seberat tadi. Langkahnya pun jadi ringan. Lega. Hingga di ufuk Barat ia bersua dengan Matahari yang tengah rebah di peraduan. Beberapa manusia mulai menyesaki masjid-masjid lagi. Mereka berada dalam panggilan Tuhan. Tiga rakaat mereka persembahkan ke hadirat-Nya, lalu tangan-tangan mereka kembali menghadap langit. Minta anugerah keselamatan selama setahun.

Advertisements

***

Demikianlah gambaran suasana melepas akhir tahun dan menyambut awal tahun baru Islam. Tak ada trek-trekan sepeda motor yang memekakkan telinga. Tak ada pula bising suara terompet. Serta tidak ada panggung-panggung hiburan di alun-alun kota.

Yang ada, kaum muslimin berbondong-bondong ke masjid. Berkumpul berjamaah Asar, lalu berdoa akhir tahun bersama-sama. Kemudian menanti salat Maghrib, lalu bersama-sama lagi berdoa awal tahun. Memohon perlindungan kepada Allah dari tipu daya setan yang terkutuk, meminta bantuan agar mampu menundukkan hawa nafsu, serta meminta tolong untuk kemudahan dalam beribadah demi meraih rida-Nya.

Memang seharusnya setiap perayaan tahun baru, tahun baru apa pun, begitulah sikap laku umat Islam dalam menyambutnya; meningkatkan ibadah, serta berdoa bersama untuk keselamatan. Bukan dengan trek-trekan adu knalpot paling nyaring. Bukan memborong terompet, lalu kompak membunyikannya di tengah malam pergantian tahun. Bukan pula bergembira di atas panggung berjoget dengan menggandeng tangan para biduan.

Bukankah hakikat tahun baru itu berarti umur kita semakin bertambah? Jika kita sadar bahwa dengan hadirnya tahun baru yang berarti masa hidup kita semakin dikurangi, harusnya kita jadikan tahun baru sebagai ajang untuk bermuhasabah. Apakah selama setahun ini umur kita telah digunakan secara baik dan efisien? Apakah selama setahun ini amal kita lebih baik, atau sama saja, atau bahkan lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya? Mari, kita evaluasi pada pergantian tahun baru Islam ini!

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan