Tafsir Mistis-Mitologis dalam Tafsir Jalalayn

1,065 kali dibaca

Umat Islam telah berhenti berpikir sejak lima ratus tahun yang lalu. Itulah pernyataan Muhammad Iqbal, pemikir Islam modern garda depan. Sebab, sudah sangat lama umat Islam mengalami degradasi dalam berpikir, bahkan terjebak dalam jurang mitos dan takhayul. Agama Islam, yang idealnya memerintahkan penganutnya untuk berpikir dan merenung, telah lama mengalami problem besar dalam hal itu.

Rendahnya tingkat berpikir umat Islam saat ini menyebabkan keterbelakangan dunia Islam dalam segala aspek; ekonomi, poltik, pendidikan, dan lain sebagainya. Padahal, jika ditarik sejarahnya, umat Islam pernah mencapai puncak peradaban pada zamannya. Keberhasilan tersebut diraih karena kebiasaan berpikir umat Islam yang telah menjadi sebuah budaya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah diagnosa dan evaluasi untuk mengatasi problem konsep berpikir umat Islam.

Advertisements

Salah satu permasalahan yang menyebabkan umat Islam masih mempertahankan cara berpikir mistis mitologis himgga saat ini ialah penafsiran Al-Qur’an yang jauh dari kesan ilmiah. Al-Qur’an merupakan pedoman hidup setiap Muslim. Segala sesuatu yang diterangkan di dalam Al-Qur’an merupakan sebuah kebenaran mutlak yang harus diyakini oleh setiap orang yang mengaku beragama Islam.

Adapun, kebeneran tersebut disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya sebagai petunjuk dalam kehidupan. Tidak ada akal manusia selain akal seorang nabi yang mampu memahami seluruh isi Al-Qur’an. Bahkan, orang-orang yang paling dekat dengan Nabi, yakni para sahabat, masih terdapat kekeliruan dalam memahami Al-Qur’an. Itu dibuktikan dengan kisah sahabat Abdullah bin Mas’ud yang mempertanyakan maksud dari perbuatan dzholim yang terdapat dalam QS. Al-An’am:82.

Setelah Nabi wafat, umat Islam otomatis juga kehilangan otoritas kebenaran tertinggi dan terpercaya dalam memahami Al-Qur’an. Oleh karenya, dibutuhkan sekelompok orang yang mereka memiliki tingkatan intelektual yang tinggi untuk menafsirkan Al-Qur’an. Karena dalam suatu riwayat hadits para Ulama disebut sebagai pewaris para nabi, maka yang memiliki wewenang untuk menafsirkan Al-Qur’an ialah para Ulama.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan