Perempuan Berkuda di Panggung Sejarah

1,753 kali dibaca

Ada informasi menarik tentang peran perempuan pesantren di panggung politik nasional saat saya mengikuti acara haul ke-11 Nyai Hj Umrah Mahfudlah tadi malam. Informasi ini disampaikan olek putri almarhumah, Duta Besar Safiratul Machrusah (Rosa), yang mengutip langsung cerita almarhumah saat melakukan penelitian untuk tesisnya di The Australian National University, Canberra, Australia.  Menurut cerita Rosa, Bu Nyai Umrah adalah salah satu tokoh kunci kemenangan Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Tengah pada Pemilu 1955.

Dikisahkan Rosa, menjelang Pemilu 1955, Umrah mendapat tantangan dari kakeknya, KH Wahab Chasbullah, untuk menjadi juru kampanye (jurkam) di wilayah Jawa Tengah. Saat itu, Umrah masih berusia belasan tahun, (sekitar 18 tahun). Tawaran dari sang kekak ini langsung diterimanya. Meski, sebelumnya dia telah malang-melintang menjaadi aktivis organisasi, namun menjadi juru kampanye merupakan pengalaman baru bagi Umrah.

Advertisements

Sejak menerima tawaran menjadi jurkam, Umrah langsung melaksanakan tugas keliling Jawa Tengah, melakukan kampanye untuk Partai NU. Dia mengunjungi hampir semua kota di Jawa Tengah. Tak hanya di wilayah perkotaan, Umrah muda kampanye sampai ke pelosok desa. Karena keterbatasan sarana transportasi, tidak jarang Umrah naik kuda untuk bisa menjangkau daerah pedalaman. Bahkan, sering juga menyeberangi sungai dengan berkuda. Info ini sangat menarik untuk melacak jejak kesetaraan jender di Indonesia.

Sebelumnya memang sudah ada beberapa perempuan yang aktif di gerakan nasional dan partai politik, seperi Siti Sundari Sudirman, perempuan yang aktif di gerakan kebangsaan. Dia menjadi perempuan yang memperjuangkan nasib kaumnya dengan berpidato di depan umum pada Kongres Perempuan Indonesia Pertama, 22 Desember 1928.Dalam pidatonya, Sundari membahas nasib perempuan dalam perkawinan. Dia mendorong perempuan untuk belajar, meningkatkan kepandaian diri, dan berani menyampaikan pendapat. Sri Oemijati, adik dr Soetomo, yang mengenyam pendidikan Eropa dan pernah menjadi anggota parlemen di era 1930an. Setelah itu ada Maria Ulfah, perempuan pertama Nusatara lulusan Hukum Universitas Leiden yang menjadi anggota BPUPKI, bersama dengan Siti Sukaptinah, guru di Taman Siswa dan aktif dalam organisasi Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (JIBDA).

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan