“Siapa manusia sejati itu?” Demikian pertanyaan seorang jemaah pengajian kepada Abdurrahman Al Kautsar, kiai muda asal Ploso, Kediri, Jawa Timur, yang akrab disapa Gus Kautsar. Pengajian seperti yang diunggah dalam kanal facebook santripinggiran Jumat (10/7/2020).
Menjawab pertanyaan tersebut, Gus Kautsar menjawab, “Wong-wong seng ilmiah-amaliyah, wong-wong seng amaliyah-ilmiah.” Artinya, yang dinamakan manusia sejati itu adalah kiai-kiai dan orang-orang alim. Gus Kautsar mengutip kisah Imam Ibnu Mubarrok saat ditanya seseorang. Kisah ini tertulis di dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali.
Gus Kautsar kemudian melanjutkan kisah tersebut dengan pertanyaan, “Raja sesungguhnya di dunia ini siapa?” Dijawabnya, azzuhad (orang zuhud). Maka, raja sesungguhnya ialah orang-orang yang tidak memiliki ketertarikan terhadap duniawi. Lalu, orang yang paling rendah itu siapa? Orang yang rendah derajatnya ialah orang yang hidupnya dengan menjual agama. Sasaran utamanya dunia, tapi hamparan yang dipakainya menggunakan agama.
“Yo iku, uwong golek pangan lewat agomo, dodolan agomo!” Gus Kautsar mengartikannya, orang yang rendah derajatnya adalah mereka yang mencari makan lewat agama alias jualan agama.
Yang menarik, lanjut Gus Kaotsar, adalah komentar Imam al-Ghazali tentang pertanyaan siapakah manusia sejati dalam kisah Imam Ibnu Mubarrok di atas. Imam al-Ghazali menyebut, lam yaj’al ibnul mubarrok, ghoir al alim min an nas.
“Ternyata, kata Imam al-Ghazali, Ibnu Mubarrok menyimpulkan selain orang alim (ulama-kiai), itu bukan manusia!” lanjutnya.
Ia kemudian menjelaskan keterangan tambahan, di antara faktor mendasar yang menjadi alasan mengapa orang alim (ulama) dikategorikan sebagai manusia sejati yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan mahluk lainya karena dalam diri ulama terdapat ilmu. “Faktor ilmu thok, yang mampu membedakan kita dengan yang lain,” katanya.
Jika dikatakan bahwa manusia lebih mulia dari hewan sebab kegagahanya atau kekuatanya, kalau hanya dari sisi ini lanjutnya, unta lebih kuat dari manusia. Jika manusia dinilai unggul karena gemuk dan kekar, gajah lebih besar dan berbobot. Begitupun dari sisi keberanianya, hewan buas lebih berani dari manusia. Bahkan, jika manusia dinilai mulia sebab kuatnya jima, masih kalah kuat dibandingkan burung emprit dalam menggauli betinanya.
One Reply to “Gus Kautsar: Manusia Mulia karena Mengaji”