Penista Agama dan Pecundang

758 kali dibaca

Agama merupakan pilihan bagi seorang manusia. Sebagai kepercayaan yang dianut oleh masing-masing personal, maka menjadi hak yang tidak boleh diganggu. Setiap individu memiliki kebebasan untuk menganut kepercayaan atau agama yang diyakininya. Maka ketika seseorang telah mantap dengan pilihan agamanya, tidak ada seorang pun yang boleh memaksa untuk keluar dari keyakinan yang dianutnya.

Adalah sangat keliru ketika seseorang yang menista atau mengolok-olok agam tertentu. Bahkan, agama mayoritas ataupun agama minoritas tidak selayaknya menjadi sebuah cacian dan makian. Saya teringat dengan sebuah tulisan dengan judul Wabah itu Bernama Kebencian yang ditulis oleh Mukhlisin. Dalam artikel tersebut dijelaskan betapa sebuah kebencian telah menghilangkan akal sehat. Logika sesat seringkali dijadikan alibi untuk membenarkan kebencian itu sendiri. Maka sudah selayaknya untuk membenahi logika berpikir, agar terjadi nilai keluhuran dalam berkehidupan.

Advertisements

Penista Agama

Salah satu suara kebencian yang saat ini viral di berbagai platform pemberitaan adalah Muhammad Kece. Orang ini melalui akun youtube mencoba membangun kebencian lewat caci maki terhadap agama Islam. Meskipun marwah Islam tidak akan luruh oleh caci maki dan ungkapan sumbang lainnya, akan tetapi karakter kebencian tetaplah sebuah kenaifan. Perlu pembelajaran dan diajari bagaimana menghargai dan menghormati agama orang lain. Bahkan sekalipun itu agama yang pernah ditinggalkan.

Dalam sebuah pemberitaan, Muhammad Kece adalah seorang yang murtad (keluar dari Islam). Akan tetapi, soal ini masih perlu kejelasan (tabayyun), karena membaca dan menafsirkan Al-Quran masih salah dan bukan pada tempatnya. Bahkan, sekalipun fasih dan pandai menafsir sekalipun, bukan suatu kebaikan saat harus membenci dan sekaligus memaki agama tertentu.

Di dalam Al-Quran dijelaskan, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu siapa yang ingkar kepada Thâgūt dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha endengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256).

Ayat ini menjelaskan tentang kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

Begitu juga yang dijelaskan di dalam Surat Al-Kafirun, “Lakum dinukum waliyadin, (bagimu agamamu dan bagiku agamaku”). Begitu jelas muatan nilai kebebasan untuk meyakini agama masing-masing. Maka, ketika ada seseorang yang mencoba merong-rong persatuan dan kesatuan, maka hal ini harus menjadi perhatian yang serius dari aparat keamanan. Agar tidak semakin meluas dan memantik permusuhan yang semakin tidak terkendali.

Yang jelas kritikan dan permintaan penangkapan terhadap Kace sudah keluar dari berbagai organisasi resmi Indonesia. Dari MUI, Muhammadiyah, PBNU, hingga Menag Gus Yaqut sudah menyatakan bahwa Kace melanggar hukum. Lebih jauh lagi, bahwa orang yang katanya murtad ini telah melanggar kerukunan beragama yang tentu saja bertentangan dengan undang-undang.

Sebagai warga negara yang baik, kita harus tetap kondusif atas kasus yang ingin membuat kegaduhan ini. Sebab jika tidak disikapi secara dewasa, bukan tidak mungkin akan melahirkan polemik yang akan semakin memperkeruh suasana. Bersatu demi kemaslahatan bangsa adalah fokus utama untuk mencapai kehidupan yang harmoni, damai dalam hidup sosial kemasyarakatan.

Seorang Pecundang

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pecundang adalah orang yang menghasut atau orang yang menipu. Jadi sebenarnya apa yang dilalukan oleh Muhammad Kece merupakan hasutan dan tipuan bagi kita agar terjadi gejolak permusuhan. Ketika terjadi perseteruan di antara kita sendiri, di antara bangsa kita sendiri, maka saat itu ia telah berhasil. Artinya, target ujaran kebencian dan penistaan dilakukan agar di tengah masyarakat terjadi kisruh dan kemelut yang mengancam pertengkaran dan pertentangan.

Kita harus berhati-hati terhadap usaha-usaha unruk memecah belah bangsa. Sebab kalau tidak, kita akan terjerumus ke dalam jurang peperangan dengan saudara kita sendiri. Mempertahankan keutuhan persaudaraan merupakan kewajiban kita bersama. Tanpa memandang agama, suku, adat, dan lain sebagainya. Kita adalah bangsa Indonesai yang hidup damai di dalam pluralisme dengan beragam situasi dan kondisi.

Menjaga nilai-nilai keakraban dan saling menghormati perbedaan adalah karakter bangsa yang kita jaga keutuhannya. Jika sebelumnya Joseph Paul Zhang juga mencoba membangun perseteruan, berikutnya adalah Muhammad Kece yang harus kita waspadai. Karena kita adalah manusia yang menggunakan konsep logika, usaha-usaha untuk memecah belah kerukunan tidak akan berhasil. Kita adalah bangsa yang kuat, tangguh, dan teguh untuk melawan tiran yang ingin berbuat kezaliman. Wallahu A’lam!

Multi-Page

5 Replies to “Penista Agama dan Pecundang”

  1. Gerakan untuk memecah belah itu sudah dimobilisasi sejak dulu, dan bentuk serta cara untuk memecah belah macem2, yang kelihatan adalah model Takfiri, dan kita tahu, cara ini secara geneologi lahir dari mana? Dan agaknya sudah diisyaratkan oleh Nabi sejak beliau ditodong pedang oleh salah seorang pengikut Nabi karena menganggap tidak adilnya pembagian harta rampasan perang.
    Bisa jadi Pak Kace adalah representasi geneologi model-model Takfiri itu. Bisa jadi lho ya…. Hehehe belum tentu maksud saya… Hehehehe

    1. Terima kasih Ustaz, atas komentar yg mencerahkan ini. Artinya kita akan selalu dihadapkan pada ujian dan cobaan terkait dengan kasus ini. Tentu kita harus mengatur langkah, setidaknya, sekali lagi, setidaknya kita sebagai santri tidak terprofokasi oleh orang pemecah belah bangsa.

      Saya yakin, jika kasus “Nabi diancam pedang” diangkat di duniasantri.co akan lebih memberikan deskribsi tentang gejolak pertentangan sudah ada sejak awal datangnya Islam. Ayo, segera diproses, Istaz, hee…

Tinggalkan Balasan