Pandemi Covid-19: Antara Introspeksi dan Sadar Relasi

2,848 kali dibaca

Akhir Desember 2019 atau awal Januari 2020, salah satu kota di China, yakni Kota Wuhan, digemparkan dengan sebuah kabar bahwa tujuh pasien dari pasar makanan laut lokal di sana telah didiagnosis menderita penyakit mirip SARS dan dikarantina di sebuah rumah sakit setempat. Setelah diteliti, penyakit itu adalah virus Corona, yang ternyata satu keluarga dengan virus sindrom pernapasan akut (SARS). Corona virus atau yang dikenal Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus jenis baru yang belum pernah teridentifikasi pada manusia.

Virus ini menyebabkan penyakit saluran pernapasan (seperti flu) dengan gejala seperti batuk, demam, dan pada kasus yang lebih serius, pneumonia dengan akibat yang paling besar adalah kematian. Satu hal yang perlu digarisbawahi dari penyakit ini adalah penyebarannya yang sangat cepat. Karena itu, pada 11 Maret 2020, WHO menetapkan virus ini sebagai pandemi global.

Advertisements

Ini sesuai yang diungkapkan oleh Angela Rasmussen dari Columbia University. ”Struktur virus Corona memberikan petunjuk bagaimana virus itu menyebar begitu cepat.” Benar, dalam kurun waktu enam bulan, sampai 10 Mei 2020 WHO telah merilis data terbaru, bahwa Corona telah menyebar ke 215 negara di dunia, dengan korban yang telah terkonfirmasi sebanyak 3.925.815 jiwa dan korban yang meninggal sebanyak 274.488 jiwa, termasuk Indonesia dengan jumlah korban yang terkonfirmasi sebanyak 14.032 jiwa dan korban yang meninggal sebanyak 973 jiwa.

Berbagai dampak yang disebabkan oleh Corona serta belum ditemukannya obat penawar sampai detik ini sangat dirasakan oleh masyarakat Indonesia maupun dunia. Mulai dari aspek sosial, pendidikan, ekonomi, hingga pariwisata tak luput dari dampak virus ini. Kemiskinan, kriminalitas, dan pengangguran meningkat drastis di seluruh dunia. Dalam aspek pendidikan, sebanyak 3.000 juta siswa akan kehilangan hak pendidikan di masa depan.

Di Indonesia sendiri, pemerintah sejak 16 Maret 2020 telah menginstruksikan agar siswa-siswi untuk stay at home atau berdiam diri dan belajar sendiri di rumah. Tak luput, semua pesantren meliburkan santrinya. Pembelajaran diganti secara online sehingga dampak yang kita rasakan sejauh ini adalah UN dihapus dan UTBK sebagai jembatan untuk para siswa menuju jenjang perkuliahan tidak memiliki waktu yang pasti untuk diselenggarakan.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan