Nusantara dan Pancasila

2,264 kali dibaca

Sesungguhnya raja-raja di Nusantara memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan darah. Meraka adalah Raja Kundunga, kerajaan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur; Rajadirajaguru Jayasingawarma, kerajaan Tarumanegara di Lebak Banten; Sori Mangaraja, kerajaan Batak Kuno di Sumatera Utara; Dapunta Hyang Sri Jayanasa, kerajaan Sriwijaya di Palembang; Sri Jayabhupati, kerajaan Pajajaran di Parahiyangan Sunda; Airlangga, kerajaan Kahuripan di Kediri, Jawa Timur; Raja-raja kerajaan di Bali; Ken Arok, kerajaan Singhasari di Malang, Jawa Timur.

Pada 1275 M, Raja Kertanegara membangun Ekspedisi Pamalayu untuk membendung serbuan bangsa Mongol. Marah Silu atau Sultan Malik as-Saleh berdaulat di Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Raden Wijaya di Kerajaan Majapahit. Pertengahan abad ke-14 M, Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada memimpin Majapahit mencapai kejayaan. Pada masa itu, ada tiga imperium dunia: Kekaisaran Majapahit, Kekhalifahan Usmaniyah, dan Kekaisaran Romawi. Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Fatah, putra Prabu Brawijaya V. Kemudian, Danang Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram.

Advertisements

Raja-raja Nusantara sepakat membentuk dan membangun aliansi kerajaan-kerajaan di Nusantara. Persatuan ini berhasil meningkatkan kekuatan menghadapi serbuan asing sehingga dalam kurun abad ke-4 hingga ke-15 M, rakyat Nusantara merdeka dari penjajahan bangsa asing. Kekaisaran Nusantara dipimpin oleh maharaja atau kaisar yang dipilih secara musyawarah oleh raja-raja di seluruh Nusantara.

Awal abad ke-16, Portugis masuk Malaka. Spanyol mendarat di Tidore. Akhir abad ke-16, ekspedisi de Houtman (Belanda) tiba di Sumatra. Awal abad ke-17, Britania mendirikan benteng di Banda. Nusantara, di akhir abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-20, dikuasai pemerintah kolonial Belanda, kemudian Jepang pada 1942 -1945. Pendek kata, selama 500 tahun, Nusantara dikuasai oleh bangsa-bangsa asing.

Dalam proses kemerdekaan bangsa ini, para bapak bangsa atau pendiri Negara seperti Muhammad Yamin, Supomo, KH Wahid Hasyim, dan lain-lain menggali kearifan lokal yang tertulis dalam kitab-kitab kuno misalnya Negara Kertagama karya Mpu Prapanca dan Sutasoma karya Mpu Tantular. Para wali dan kiai, berdasar kitab suci al-Quran dan sirah Nabawiyah, membaca kitab kehidupan Nusantara.

Pada 1942, selepas dari penjara Belanda, Soekarno melawat ke Perguruan Darul Funun al-Abbasiyah di Puncakbakung, Padang. Bung Karno sowan kepada Syeh Abbas dan Syeh Mustafa Abdullah, murid Syeh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, untuk membicarakan konsep dasar dan penyelenggaraan negara. Soekarno juga menemui RM Panji Sosrokartono, KH Abdul Mu’thi Madiun, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Jombang dan muridnya KH Ahmad Basyari Cianjur. Soekarno muda, saat berguru kepada HOS Tjokroaminoto, ditiup ubun-ubunnya oleh Syaichona Kholil Bangkalan.

Soekarno, melalui kontemplasi spiritual dan perenungan intelektual, merumuskan Pancasila: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial dalam pidatonya di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 1 Juni 1945.

Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, merupakan kesepakatan segenap elemen bangsa Indonesia untuk mendirikan dan menyelenggarakan negara Republik Indonesia. Pancasila yang nilai-nilainya melampaui sekat-sekat agama, etnis, budaya, bahasa, dan politik adalah kearifan lokal bangsa Indonesia sebagaimana Piagam Madinah merupakan kearifan Rasulullah Muhammad SAW untuk mempersatukan masyarakat Madinah yang juga beragam.

Pancasila, sebagai landasan filosofis dan pandangan dunia bangsa Indonesia, senantiasa memiliki tafsir kontekstual dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Para Kiai, dalam Muktamar NU ke 27 tahun 1984 di Situbondo, menerima asas tunggal Pancasila. Lalu di era milenial ini, apa dan bagaimana para kiai dan santri menafsirkan Pancasila untuk menghadapi dan menjawab persoalan-persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks nasional, regional, atau global?

Wallahualam bis shawab.

Rumah Merah, 16.06.2020.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan