Nabia Abbott, Orientalis Pembela Hadis

2,854 kali dibaca

Nama Nabia Abbott mungkin tidak begitu dikenal. Tapi, bagi mereka yang mendalami studi hadis, Nabia Abbott adalah nama yang tak terasa asing.

Seperti kita tahu, posisi wanita dalam panggung sejarah memang selalu termarjinalkan dan terlupakan. Namun, siapa sangka bahwa Nabia Abbott yang notabene seorang non-Muslim, tapi berjasa dalam melakukan pembelaan terhadap hadis Nabi dari serangan para kaum orientalis.

Advertisements

Dia dilahirkan pada 31 Januari 1897 M di kota Mardin, tepatnya ada di sebelah barat daya Turki. Sejak kecil, Nabia Abbott bersama keuarganya hidup secara nonmaden atau hidup berpindah-pindah tempat dari satu kota ke kota lain atau dari satu negara ke negara lain. Nabia dan keluarganya melakukan perjalanan panjang dari Tigris sampai ke Bagdad, kemudian berlayar melewati Teluk Persia dan Laut Arab sampai tiba di Bombay, India pada 1907.

Di Bombay inilah Nabia menempuh pendidikan di sekolah Inggris. Sekitar 1915, Nabia lulus dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Cambridge. Namun, terpaksa dia harus meninggalkan Universitas Cambridge karena pada waktu itu sedang ada Perang Dunia I, sehingga dia harus kembali ke India. Di India, dia melanjutkan studinya yang sempat terhenti dan masuk ke Universitas Allahabad sampai akhirnya memperoleh gelar BA (Bachelor Of Arst) atau sarjana muda dengan predikat cumlaude pada 1919.

Setelah lulus dari Universitas Allahabad, Nabia Abbott menggelar program Women’s Education di Irak. Dari situ keluarga Nabia berpindah ke Boston sehingga dia juga harus ikut pindah bersama orang tuanya. Pada 1925, Nabia melanjutkan studi (S2) di Universitas Boston dan memperoleh gelar MA (Master Of Arst). Setelah itu dia menjadi pengajar di Departement of Education di Asbury College dan menjadi kepala Departement of History.

Dari Boston, mengikuti keluarganya, Nania pindah ke Chicago, di sinilah Nabia dikukuhkan sebagai profesor Arab di Oriental Institute pada tahun 1933. Nabia Abbott menjadi seorang profesor perempuan pertama di Oriental Institute.

Di situ, Nabia menghabiskan waktunya untuk mengkaji dan meneliti manuskrip atau naskah-naskah kuno tentang kebudayaan Arab dan keislaman. Bersama dengan Martin Sprengling, Nabia melakukan penelitian manuskrip-manuskrip Islam dan akhirnya pada 1936 Nabia menulis disertasinya dengan judul The Kurrah Papyri of the Oriental Institute.

Nama Nabia Abbott mulai dikenal oleh para sarjana Barat ketika dia berani mengkritik dan menolak pemikiran hadis Joseph Schacht. Joseph Schacht merupakan seorang orientalis atau sarjana Barat yang skeptis terhadap Islam sehingga pemikirannya selalu menyerang Islam melalui hadis Nabi. Dia ingin mencari kelemahan Islam melalui sumber hukum kedua setelah Al-Quran, yaitu Hadis Nabi.

Oleh karena itu, Nabia Abbott membantah dan menolak pemikiran-pemikiran Joseph Schacht. Nabia menolak kesimpulan Joseph Schacht yang menyatakan bahwa tidak ada satu hadis pun yang sahih dalam Kutub as-Sittah atau enam kitab induk hadis, kecuali sedikit yang sahih dalam Musnad Imam Ahmad. Kalau tidak hati-hati kita bisa terjebak pemikiran Joseph Schatcht.

Kepakaran Nabia Abbott dalam kajian Timur Tengah patut diperhitungkan. Sebab, dia dengan serius mengkaji perkembangan mansukrip Arab, termasuk hadis. Keseriusan Nabia Abbott dalam kajian manuskrip Arab dibuktikan dengan banyaknya karya tulis dalam bidang keislaman, kebudayaan Islam, dan sejarah Arab sehingga dia mampu memperoleh gelar professor. Pada 15 Oktober 1981 Nabia Abbott mengembuskan nafas terakhirnya di Chicago.

Pembelaan Nabia

Dalam pemikiran hadis, Nabia Abbott lebih condong pada pola pikir ulama hadis dari pada pandangan sarjana Barat. Meskipun, dia termasuk seorang orientalis, namun cara pandangnya terhadap hadis tidaklah sama dengan para orientalis lain yang cenderung skeptis. Misalnya, seperti Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, dan GHA Juynboll. Setidaknya Nabia Abbott percaya bahwa hadis merupakan sumber yang akurat dari Nabi.

Oleh sebab itu dia melahirkan teori yang disebutnya sebagai Explosive Isnad. Teori ini tidak jauh berbeda dengan sistem isnad yang dikembangkan oleh para ulama hadis. Nabia dan para ulama hadis menyimpulkan bahwa sanad awal lahir pada masa Rasulullah yang kemudian berkembang dan tersebar luas sampai pada masa-masa berikutnya.

Nabia mengakui periwayatan hadis pada masa Nabi. Bahkan, menurutnya, hadis sudah ditulis oleh beberapa sahabat ketika Nabi masih hidup. Meskipun, penulisan hadis pada waktu itu masih bersifat non-massif karena memang Nabi sendiri tidak menghendaki jika hadis ditulis saat itu. Alasannya, saat itu sedang gencar-gencarnya pewahyuan ayat-ayat Al-Quran. Nabi merasa khawatir jika para sahabat menulis hadis akan tercampur dengan ayat Al-Quran.

Meskipun begitu, tetap saja ada beberapa sahabat yang menulis hadis dan disimpan tanpa sepengetahuan Nabi. Selain itu, penyebaran hadis lebih cepat melalui sistem oral atau menyampaikan hadis dari lisan ke lisan.

Kesimpulan dan teori yang dibangun Nabia tentu bertentangan dengan sikap para orientalis atau sarjana Barat, terutama Joseph Schacht dengan teori projecting back. Bagi Joseph Schacht, hadis Nabi itu tidak muncul pada masa Nabi, akan tetapi pada masa tabiin. Dia memperkirakan bahwa hadis diproduksi sekitar abad pertama atau awal abad kedua Hijriah.

Dengan kata lain, hadis Nabi itu tidak ada, justru yang ada adalah perkataan orang-orang setelah sahabat atau yang disebut tabiin, kemudian menyandarkanya pada para sahabat Nabi dan akhirnya disandarkan pada Nabi. Maka, inilah inti dari teori projecting back. Lewat teorinya ini Joseph Schacht berkesimpulan bahwa urutan periwayat dalam kajian sanad hadis merupakan sesuatu yang direkayasa dengan mengambil tokoh-tokoh popular di setiap masanya.

Apa yang dituduhkan oleh Joseph Schacht tersebut tidak dapat dibenarkan karena secara historis terdapat manuskrip-manuskrip hadis yang ditulis pada masa sahabat. Logikanya, jika hadis ditulis pada masa tabiin, maka pada masa sahabat hadis belum ditulis. Dan bukti adanya manuskrip hadis berasal dari ‘Abdullah bin Amr al-‘As (wafat 684 M), Abu Hurairah (wafat 678 M), Abdullah bin Abbas (wafat 688 M), dan Anas bin Malik (wafat 712 M).

Referensi:
Idri, Hadis dan Orientalis: Persepektif Ulama Hadis dan Para Orientalis tentang Hadis Nabi,  Kencana, Jakarta, 2017.

Multi-Page

One Reply to “Nabia Abbott, Orientalis Pembela Hadis”

Tinggalkan Balasan