Menyelami Makna Tradisi Mudik

941 kali dibaca

 

Tahun ini, pemerintah memperbolehkan masyarakat untuk melaksanakan mudik Lebaran. Pengumuman tersebut tentu mendapat respons bungah, gembira bagi orang-orang yang berada di perantauan atau dinas kerja di luar kota atau pulau. Akhirnya rasa kangen yang terpendam karena masa pandemi Covid-19 terhadap orang tua dan sanak saudara di kampung dapat terobati.

Meskipun demikian, mudik tidak boleh dilaksanakan secara serampangan, harus menerapkan syarat dan ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. Kerja kolaborasi dan koordinasi antara institusi pemerintah akan manajemen lalu lintas terus dipersiapkan secara maksimal guna mengantisipasi penumpukkan kendaraan serta memperlancar arus mudik-balik pertama pasca pandemi.

Advertisements

Istilah mudik berasal dari kata “mulih” dan “udik”. Secara etimologisnya, mudik berarti mulih atau pulang ke udik atau halaman kampung. Jadi mudik berarti pulang ke kampung halaman (KBBI, 2008).

Mudik menjadi salah satu tradisi paling primordial yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat Idul Fitri. Tradisi ini sangat khas Indonesia. Yang menjadi kekhasan dari praktik mudik sebab dilakukan dengan sangat “heboh” –memerlukan pengorbanan pikiran, tenaga, pegangan lebih (baca: uang), jiwa dan raga.

Misal saja seperti berlomba-lomba mengantre tiket kereta api, booking tiket pesawat, massive repair jalan lintas provinsi yang telah rusak, mencari situs mudik gratis yang diadakan pemerintah dan lain-lain. Inilah keunikan serta kekhasan mudik yang menjadikan “nilai unggul” dibanding tradisi lain yang berkembang.

Perjalanan mudik kebanyakan dilakukan dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Mereka memilih itu semua tentu berdasarkan beberapa pertimbangan. Ada yang menggunakan kendaraan bermotor dengan alasan karena lebih praktis dan lebih cepat karena dapat menerobos kemacetan. Ada yang menggunakan mobil dikarenakan membawa barang-barang yang banyak.

Semua itu tentu ada kelebihannya satu sama lain. Setelah melakukan perjalanan selama berjam-jam bahkan berhari-hari tibalah sampai di kampung halaman. Di sana para pemudik dapat menghilangkan kepenatan, kejenuhan akibat kerjaan yang berlarut-larut, keriuhan yang terjadi di kota, kebisingan yang terjadi setiap hari, dan berbagai tekanan beban kerja lain yang membuat stres. Suasana kampung halaman yang sejuk, adem nan asri penuh dengan penghijauan sawah, embun pagi menyapa dengan rasa segar, keramahan orang di pedesaan, serta jauh dari kebisingan. Hal tersebut dapat menjadikan obat mujarab penghilang stres ketika hidup dari perantauan, sehingga menjadikan mudik itu seperti wajib dilakukan setiap satu tahun sekali. Inilah dimensi mudik dilihat dari sisi psikologis.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan