Mudik (untuk) Lebaran

1,260 kali dibaca

Setelah beberapa tahun dilarang mudik karena pandemi Covid1-19, pemerintah tahun ini memperbolehkan masyarakat untuk mudik. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Mudik bukan hanya dimaknai tentang perjalanan pulang ke kampung halaman. Lebih dari itu, mudik adalah kegiatan yang seharusnya menjadi pelajaran dan renungan bagi manusia tentang bagaimana suatu saat manusia pasti akan “kembali pulang ke kampung halaman”.

Advertisements

إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

(Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali)

Bukankah kehidupan di dunia ini adalah bagian dari perantauan? Suatu saat manusia akan kembali mudik menuju “kampung sejati”. Bertemu dan bersatu dengan illahi.

Sudah menjadi budaya bahwa perantau selalu diharapkan untuk membawa bekal yang layak untuk keluarga di kampung halaman. Orang tua mendambakan anaknya menjadi orang yang berhasil di perantauan. Sebaliknya, para perantau selalu berusaha memantaskan diri untuk siap dibanggakan keluarganya berkat kesuksesannya di kota seberang.

Lebaran identik dengan hari kemenangan. Namun bagi kalangan sufi (pengkaji tasawuf), seharusnya lebaran adalah momen kesedihan yang mendalam. Kesedihan ditinggal bulan mulia, kesedihan belum begitu sempurna beribadah, dan kesedihan karena tidak tahu suatu saat apakah bisa dipertemukan lagi dengan bulan Ramadan.

Istilah hari kemenangan bukan diartikan bahwa kita sudah lepas dari “siksa” untuk tidak makan/ minum, bermaksiat, dan lainnya. Kemenangan adalah sebuah capaian di mana kita berhasil menaklukkan nafsu dan mendapat keberkahan di bulan Ramadan. Jadi kemenangan setiap orang akan berbeda satu dengan lain.

Makna mudik lebaran bukan sebatas kebahagian berkumpul bersama sanak saudara. Mudik merupakan rangkaian perjalanan hidup manusia, singgah (pulang) sementara untuk kembali merantau ke luar kota mencari bekal. Momentum bertemu dan berbagi kisah dengan keluarga besar untuk memulai kembali aktivitas pada bulan Syawal layaknya ibadah di bulan Ramadan. Semua keluarga berkumpul menjadi satu. Beberapa daerah melakukan ritual sungkeman ke orang tua, tetangga, dan sanak saudara.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan