War Takjil: Berburu Hidangan, Bertarung dengan Diri Sendiri

80 views

Menjelang Maghrib di bulan Ramadan, ada satu ritual yang hampir pasti dilakukan umat muslim Indonesia: berburu takjil. Aktivitas ini bukan sekadar mampir ke warung terdekat untuk membeli sekotak es buah atau sepotong gorengan, tapi lebih menyerupai ekspedisi berburu harta karun—penuh semangat, perhitungan, dan terkadang, sedikit kegilaan.

Di media sosial, fenomena ini punya nama keren: War Takjil. Kata “war” di sini bukan main-main. Ia menggambarkan suasana yang tak jauh berbeda dengan peperangan: antrean panjang, gerak cepat, strategi cerdas, dan dalam beberapa kasus, sedikit drama.

Advertisements

Saya pernah menjadi salah satu prajurit dalam perang ini. Sore itu, di sebuah bazar Ramadan yang ramai, saya melihat seorang ibu muda dengan wajah penuh tekad. Tangannya cekatan mencomot risoles, lemper, dan pastel, sementara matanya masih menelusuri meja, mencari buruan lain. Seorang bapak di sebelahnya—mungkin suaminya—sibuk menggenggam sekantong besar es pisang ijo. Di belakang mereka, seorang anak kecil merajuk minta es cendol tambahan.

Adegan itu mungkin tampak biasa. Tapi kalau diperhatikan lebih dalam, kita akan sadar: ini bukan sekadar soal makanan. Ini soal psikologi.

Seni Berburu di Ladang Takjil

Setiap Ramadan, bazar makanan menjelma jadi arena pertempuran manusia melawan hasrat. Sejak siang, kita menahan lapar dan haus. Lalu, saat menjelang berbuka, kita mendadak berhadapan dengan deretan makanan yang menggiurkan. Saat itulah insting dasar kita mengambil alih kendali: semua tampak lezat, semua terasa perlu, dan tanpa sadar, kita mulai menumpuk makanan lebih banyak dari yang bisa kita habiskan.

Bagi sebagian orang, tantangan War Takjil tidak hanya terjadi di bazar Ramadan, tapi juga di dunia digital. Setiap Ramadan, berbagai aplikasi makanan online menawarkan diskon menggoda. Kadang harga satu porsi nasi padang bisa turun sampai setengahnya. Wajar kalau orang-orang tiba-tiba berubah jadi sniper promo: siap menembak pesanan sebelum stok habis.

Tapi seperti perang lainnya, War Takjil juga punya korban. Ada yang batal dapat promo karena server down. Ada yang kecewa karena takjil idaman sudah ludes sebelum dia sempat antre. Dan tentu saja, ada yang akhirnya kelebihan stok makanan di meja makan, lalu hanya bisa menyesali diri sambil menatap lemper yang tak tersentuh.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan