Ulama Qiraat Kontemporer: Kiai Ahsin Sakho Muhammad

1,583 kali dibaca

Salah satu ulama qiraat sab’ah di era ini yang kompatibel, khususnya di Indonesia, adalah KH Dr Ahsin Sakho Muhammad. Bisa dibilang, Kiai Ahsin adalah salah satu promotor kajian qiraat sab’ah dengan khas kontemporer di Indonesia.

Saat ini, Kiai Ahsin menjadi salah satu figur kiblat kajian qur’an, khususnya qiraat sab’ah. Selain itu, Kiai Ahsin juga sebagai pengajar akademik yang produktif, baik di pesantren maupun di perguruan tinggi.

Advertisements

Meskipun tidak bisa dimungkiri, keahlianya yang kompatibel hari ini adalah buah dari pengembaraan dan belajar yang panjang. Kiai Ahsin yang berdarah asli Cirebon ini juga menjadi jembatan bagi ‘pecinta Al-Quran yang memiliki kesusahan dalam mendalami ulumul quran dengan disiplin ilmu bahasa Arab. Untuk itu, Kiai Ahsin menulis berbagai buku berbahasa Indonesia dengan tema Al-Quran dan Ulumul Quran.

Barangkali, kecerdasanya (kealiman) Kiai Ahsin juga karena faktor gen, mengingat kedua orang tua dan kakek-kakeknya adalah juga orang alim, yang memiliki atensi dan kecintaan luar biasa pada Al-Quran dan ilmu agama. Hari ini, jika tidak berlebihan, Kiai Ahsin menjadi salah satu garda terdepan dalam menjaga tradisi ngaji-kajian qiraat sab’ah, tentunya dengan sanad yang mutawattir hingga Nabi Muhammad saw.

Rihlah Tholabul Ilmi

Nama lengkapnya adalah Ahsin Sakho Muhammad. Kiai Ahsin dilahirkan pada 21 Febuari 1956 di Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat . Kiai Ahsin terlahir dari pasangan KH Muhammad dan Nyai Umi Salamah, yang kakek dari pihak ibunya, KH Syathori, adalah pendiri Pondok Pesantren Darut Tauhid, Arjowinangun.

Pakar qiraat yang berkepribdaian tenang dan santun ini sedari kecil sudah menunjukkan kepintarannya di bidang Al-Quran. Saat masih belia (belum lulus SD), misalnya, Ahsin kecil sudah hafal 3 juz terakhir Al-Quran.

Kiai Ahsin menempuh pendidikan dari SD sampai SMP di Arjawinangun. Pada 1970, Kiai Ahsin melanjutkan mondok di Lirboyo Kediri, Jawa Timur,  untuk mendalami ilmu-ilmu ushuluddin. Di kesempatan yang sama, khususnya ketika libur pondok, Kiai Ahsin ber-tabaruk dan ber-talaqi hafalan Al-Quran kepada KH Umar Abdul Mannan, Solo, Jawa Tengah.

Pada 1973, Kiai Ahsin melanjutkan mondok takhsus Al-Quran di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta hingga 1976. Saat itu, Kiai Ahsin juga sempat mondok di pesantrennya KH Muhammad Arwani Amin di Kudus, Jawa Tengah, meskipun terhitung tidak terlalu lama. Dari rihlah-nya ber-tholabul ilmi di Jawa tersebut, Kiai Ahsin mendapatkan sanad-sanad mutawattir qiraat sab’ah dari ulama-ulama Al-Quran yang begitu alim pada masanya, khususnya di Jawa.

Rihlah tholabul ilmi yang dijalani Kiai Ahsin tidak mandek hanyak di Jawa. Tahun 1976, Kiai Ahsin melanjutkan rihlah tholabul ilmi ke Mekkah, tepatnya di Masjidil Haram. Di sana, Kiai Ahsin berguru kepada Syekh Abdullah Al-‘Arabi, ulama qiraat sab’ah dan ulumul quran dari Mesir. Saat itu, secara formal (mondok) Kiai Ahsin belajar di Markaz Ta’lim al-Lughah al-‘Arabiyyah.

Setahun berselang, tepatnya pada 1977, Kiai Ahsin menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Kulliyat Qur’an wa Dirasah Islamiyah, Universitas Al-Islammiyah, Madinah. Tidak berhenti pada strata satu, Kiai Ahsin kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di universitas yang sama dengan mengambil konsentrasi tafsir dan ulumul quran. Tetap di universitas yang sama, Kiai Ahsin melanjutkan pendidikan di tingkat doktoral, dan selesai pada 1989.

Selama hampir 12 tahun menimba ilmu di Universitas Al-Islamiyah, Kiai Ahsin juga ber-talaqqi qiraat sab’ah dengan ulama-ulama yang mengajar di sana, di antaranya: Dr Muhammad bin Salim Muhaisin, Dr Abdul Rafi’ Ridwan, Dr Abdul Razaq, juga Dr. Abdul Fattah Ghani al-Qadhi.

Rihlah tholabul ilmi kepada ulama-ulama yang pakar di bidangnya menjadikan Kiai Ahsin sosok yang alim di bidang qiraat sab’ah dan ulumul quran. Puncaknya, pada 2001, Kiai Ahsin mendirikan Pondok Pesanten Dar Alquran, Arjawinangun, dengan visi mencetak hafiz-hafiz yang mumpuni di bidang qiraat sab’ah.

Selain mengajar di pesantren yang didirikannya, Kiai Ahsin juga menjadi dosen tetap di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga pernah tercatat sebagai Rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta (2005-2014). Kini, Kiai Ahsin menjadi rais majelis Jam’iyyatul Qurra’ wal Huuffadz Nahdlatul Ulama (NU), Sekertaris Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Kemernterian Agama RI, dan tentunya mengasuh pondok pesantrenya.

Oleh karenanya, jika menilik rihlah-nya dalam mengembara mencari ilmu, khususnya dalam konsentrasi Al-Quran;qiraat sab’ah dan ulumul quran, maka tidak bisa diragukan lagi kapasitas keilmuan juga sepak terjang Kiai Ahsin. Semisal, mulai dari berguru kepada ulama-ulama qiraat sab’ah yang masyhur di era ini, baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri, hingga produktif dalam melahirkan karya-karya ilmiah di bidang Al-Quran, khususnya qiraat sab’ah. Bahkan, salah satu karnyanya dijadikan rujukan kajian qiraat sab’ah di era kontemporer. Karya tersebut berjudul Mamba’ul barakat fi Aab’i al-Qira’at.

Menulis Kitab Qiraat

Tentang qiraat sab’ah di Tanah Air, sebenarnya tidak diketahui secara pasti sejarah masuknya ah ke Indonesia. Tetapi, satu hal yang pasti, qiraat sab’ah mulanya masuk dibawa oleh para santri yang belajar ke Timur Tengah, Hijaz secara khusus. Dari sini muncul tokoh-tokoh qiraat sab’ah yang masyhur dan alim di era tersebut, sebuat saja KH Mahfudz Termas; KH Muhammad Munawwir, Krapyak; KH Muhammad Munawwar, Gresik; KH Dahlan, Jombang; dan KH Muhammad Arwani Amin, Kudus. Akan tetapi, titik sentral sanadnya adalah KH Muhammad Munawwir, Krpayak.

Era tersebut ditutup dengan wafatnya para ulama yang bersangkutan dan bergantinya zaman. Namun, ditututupnya era tersebut tidak berpengaruh pada kajian qiraat sab’ah, mengingat estafet ngaji-kajian qiraat sab’ah semakin berkembang melalui pondok-pondok pesantren Al-Quran (termasuk pondok pesantren para ulama yang telah disebut).

Salah satunya Pondok Pesantren Dar Alquran di bawah asuhan KH Ahsin Sakho Muhammad. Terlebih, Kiai Ahsin telah menulis kitab khusus yang berangkat dari tantangan atau problem kajian qiraat sab’ah di era kontemporer ini, yang diajarkan di pesantrennya dan menjadi bahan ajar di Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, yakni kitab Mamba’ul Barakat Fi Sab’i al-Qira’at.

Kitab Mamba’ul Barakat Fi Sab’i al-Qira’at ditulis oleh KH Ahsin Sakho Muhammad dan dibantu muridnya yang menjadi asisten dalam penyusunan (Hj Romlah Widayati). Kitab qiraat sab’ah kontemporer ini namanya terinspirasi dari kitab karya sang guru, KH Muhammad Arwani Amin, Faidh al-Barakat Fi Sab’al al-Qira’at. Hal ini semata-mata hanya bentuk tabarruk kepada sang guru.

Secara sekilas, kitab Mamba’ul Barakat Fi Sab’i al-Qira’at ini seperti kitab tafsir bercorak tahlili yang runtut ayat per ayat. Namun, hal tersebut hanya kelihatanya, karena jelas ini adalah kitab qiraat sab’ah. Secara spesifik, kitab ini berisi kaidah-kaidah ushul dan farsy al-huruf dari lafaz atau kalimat dalam Al-Qquran yang mempunyai ikhtilaf antar-imam qiraat sab’ah. Sedangkan, model penjabaran dalam kitab ini dengan menjelaskan ikhtilaf al-qiraat, baru setelahnya dijelaskan cara membaca (men-jama’ qiraat) pada ayat yang bersangkutan. Kitab ini yang memiliki visi sesuai judulnya, yakni menjadi sumber keberkatan dalam mempelajari ilmu qiraat sab’ah. Kitab ini dicetak pada bulan September 2012.

Kitab Mamba’ul Barakat Fi Sab’i al-Qira’at ini awalnya ditulis guna mempermudah belajar qiraat sab’ah bagi mahasiswa/i di Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, termasuk untuk bahan ajar di Pondok Pesantren Dar Alquran. Namun, setelahnya mulai dikaji dan dibaca di berbagai tempat, tak terkecuali di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Ini karena pembawaan narasi (penjelasan) yang mudah dipahami di era kontemporer ini, yang juga dilengkapi dengan penggunaan tabel-tabel, tersusun sistematis, sehingga menjadi kitab yang aplikatif.

Berkembangnya kajian qiraat sab’ah dan ulumul quran di era kontemporer ini memang menjadi obsesi terbesar bagi KH Ahsin Sakho Muhammad. Karena itu, Kiai Ahsin terus berupaya, baik melalui pengajaran formal di Perguruan Tinggi maupun pondok pesantren, untuk mengembangkannya, salah satunya dengan berbagai karya tulis.

Di antara karyanya yang masyhur lainya adalah Qira’at Syadzah dalam Tafsir Bahr al-Muhith, Urgensi Qira’at dalam Memahami Al-Quran, Membumikan Ulumul Quran, termasuk ketika doktoral di Madinah, Kiai Ahsin men-tahqiq kitab At-Tarqib wal-Bayan fi Ma’rifatil Syawadzil Quran karya Syekh Shafrawi sebagai disertasinya.

Alhasil, kealiman dan keahlian KH Ahsin Sakho Muhammad susah untuk dibantah, mengingat rihlah tholabul ilmi yang begitu luar biasa dalam mendalami ulumul quran maupun qira’at sabah, dengan sanad-sanadnya yang mutawattir sampai Rasulullah saw, baik dari guru-gurunya di Jawa maupun di Hijaz. Dan, karya-karnyanya pun terus dikaji hingga hari ini dan nanti. Wallahu ‘Alam.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan