Tumbal

1,482 kali dibaca

Di masa purnatugasnya sebagai anggota Baintelkam, Komisaris (purnawirawan) Prapto memutuskan untuk kembali ke rumah warisan orang tuanya di Desa Sukodono. Ia ingin menikmati hari tuanya bersama istrinya. Anak bungsunya mengikuti jejak ayahnya sebagai polisi yang sekarang bertugas di Papua. Si Sulung bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi. Ia belum lama menikah, kemudian memutuskan untuk tinggal bersama mertuanya. Prapto menyetujuinya karena besannya sudah renta dan menderita parkinson. Ia menyadari, tak mungkin besannya untuk tinggal sendiri. Dini hari ini, Prapto bersiap berangkat untuk meningggalkan Jakarta.

“Sudah lama aku ingin kembali ke desa. Tempat tinggal kita di masa kecil. Yang membesarkanku hingga bisa menempuh Sekolah Polisi Negara.”

Advertisements

“Iya, Yah. Aku juga ingin pulang ke kampung halaman mencari ketenangan.”

Setelah menempuh perjalanan lima jam, ia berniat istihahat sejanak sambil menemui sahabat lamanya.

“Kita berhenti sebentar di warung depan itu ya, Bu? Meregangkan otot.”

“Bukankah sebentar lagi sampai?”

“Aku ingin menemui Noval, teman lamaku. Sekarang ia membuka warung depan itu.”

“Oh, begitu ya.”

Di depan jalan yang berada di tengah sawah, ada sebuah warung sederhana yang hanya berdinding bambu. Mobil Prapto dihentikan di depan warung. Propto membuka pintu mobil kemudian memasuki warung dengan diikuti istrinya.

“Sugeng rawuh, Pak. Ngersaaken punopo?” Seseorang yang berambut putih melempar pertanyaan.

“Noval?” Prapto menyodorkan tangannya sebagai isyarat menjabat tangan.

“Iya saya Noval. Bapak siapa?” jawabnya sambil menyambut jabatan tangan Prapto. Sebelum menjawab, Prapto melepaskan kaca mata hitamnya.

“Aku ‘Gudel’. Temanmu bersepeda dan mandi di kali waktu kecil.”

“Oh, Pak Polisi. Monggo pinarak. Ini sedang menikmati cuti atau apa? Tumben ke sini.”

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan