TUHAN MENGGELAR PAMERAN

537 kali dibaca

HARI PEMBALASAN

Bilamana hari itu datang semua saling melupakan,
saling meninggalkan, saling meregang, saling tegang.

Advertisements

Saat matanya terbuka
ia merasakan udara dan kulitnya
menari-nari dengan irama pop dansa

Apakah ini mimpi?

Tubuhnya mencoba berdiri
tangannya meraba wajah
leher, dada, perut, dan pusat semesta
ia pastikan kini bukan mimpi

kakinya mencari jalan keluar
menuju arah keyakinan
jejak-jejak lebih dulu berlari
pergi melangkah sendiri

Di depan pintu tak bercelah
Ia menangkap paduan pekik
tangis dan jerit mengemis
bersahutan tak habis-habis

ia terkejut, ingin menolong
tapi wajahnya kosong
sebenarnya ia sedang
di hari itu: hari pembalasan.

Tulungagung, 2021.

SULUK
:Makam Pangeran Benowo

Tengah malam
bulan matang
menuntunku dan sepi
ke puncak damai

Pohon-pohon menjulang
anak tangga berpelukan
jerit binatang
membuka gerbang

Persinggahan pangeran
pengembara zaman
penyempurna serpihan
peradaban kehidupan

Di atas makam
bulan terang
menyalakan keheningan
perjamuan bersama Tuhan

Tulungagung, 2021.

TAREKAT

Kuikuti bayang-bayang yang lebih dulu berjalan,
ke tempat matahari tenggelam.
Kulewati beragam latar dan keadaan
tubuhku tertutup zaman
di tengah alur yang hidup dan kehidupan.

Kutemui malam menyimpan kesepian;
gedung-gedung, warung-warung, kantor-kantor,
pabrik-pabrik dan rumah-rumah di pelosok gang.

Kulihat lampu-lampu gigih gagah berdiri terang
dan tegang di perempatan menghangatkan
kucing yang limbung kedinginan.

Umpama aku punya selimut selamat,
kan kunenangkan padamu sahabat
agar terjaga dari kenangan dan keinginan.
Oh sayang, aku hanya punya doa dan kasihan.

Di ujung jalan, tak ada lalu lalang
tak ada seseorang, hanya ada serpihan
mimpi-mimpi tercecer bekas kecelakaan.

Menjelang subuh datang, aku duduk di emperan
toko menunggu azan. Kutulis puisi, seperti ini:

Tuhan menggelar pameran,
supaya Ia jadi satu-satunya perhatian
di panggung kehidupan.
Sedang pemeran harus mengambil pelajaran
dan pengalaman, untuk dibawa pulang
kekasih, ditukar dengan segelas senyuman

Tulungagung, 2020.

MENEPI

Suatu malam aku memperhatikan
deru angin menggiring kunang-kunang
menuju gelap yang menakutkan
tapi gelap ialah tempat ternyaman
Tuhan berbagi bagi Muhammad

Aku juga mendengar knalpot terburu-buru
dikejar waktu, malu, dan mau
padahal semua dan itu
pasti, akan terjadi, alias sudah tentu
seperti subuh

Sebelum azan aku menepi di sudut kalimat
sambil membuka buku bersama syahadat
tentang hujan, kubaca lagi, kubaca kembali

Aku memilih berteduh pada puisi
supaya tak basah dan segera selesai

Jombang, 2021.

HIDUP

Aku berdiri tegak
di batas retak

Kereta bergerak
mereka berteriak

Tanpa suara
melalui jendela

Awas!

Aku bersorak
kepada jarak

Hati-hati

Sepi
kembali

Melambai-lambai
seperti anai-anai

Ialah hari-hari
yang lari-lari

Tulungagung, 2021.

ilustrasi: lukisan a mustofa bisri

Multi-Page

2 Replies to “TUHAN MENGGELAR PAMERAN”

Tinggalkan Balasan