Tradisi Ngaji Kilatan di Pesantren

3,875 kali dibaca

Ramadan memang bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam. Sebab, inilah bulan penuh kebaikan dan hanya datang satu kali dalam satu tahun. Banyak orang yang berlomba-lomba mencari kebaikan dalam bulan ini. Sebab, amal baik akan dilipatgandakan pahalanya, dan sebaliknya amal buruk juga akan dilipatgandakan dosanya.

Pada bulan Ramadan, salah satu tradisi yang telah mengakar dan dilestarikan secara turun-temurun dari tahun ke tahun adalah Ngaji Kilatan. Apa itu Ngaji Kilatan?

Advertisements

Ngaji Kilatan adalah pelaksanaan mengaji kitab kuning dengan tempo singkat (kilat). Biasanya pondok pesantren melaksanakan Ngaji Kilatan ini selama 20 hari atau bahkan ada yang kurang atau lebih. Kitab yang dikaji juga dipilih dengan sedemikian rupa. Biasanya dipilih kitab yang bisa khatam selama kurun waktu yang telah ditentukan tersebut. Ada juga pesantren yang memilih kitab yang tebal untuk kemudian dilanjutkan pada tahun berikutnya jika tahun berjalan tidak bisa khatam.

Tradisi ini sangat khas bulan Ramadan. Tidak hanya diikuti oleh santri pada suatu pesantren tersebut, melainkan banyak santri luar pesantren yang mengikuti Ngaji Kilatan di suatu pesantren. Bahkan ada juga remaja atau bahkan mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut dan tinggal di pesantren selama kurang lebih 20 hari. Tidak hanya mengikuti kegiatan mengaji, para santri juga mengikuti kegiatan lain yang ada di pesantren tersebut, seperti tarawih, tadarus, dan lain sebagainya.

Tradisi ini memang sangat bagus untuk dilestarikan pada suatu pesantren. Sebab, trasdisi yang entah kapan diciptakan ini pada masa modern ini semakin berkembang dan jumlah peserta luar pesantren juga meningkat begitu pesat. Banyak yang berminat mengikuti kajian kilat ini selama Ramadan dan mengisi waktu luangnya untuk tinggal di pesantren.

Selain bisa dijadikan media membentuk karakter seorang santri, tinggal di pesantren juga bisa menciptakan suatu kebiasaan yang baik dan pembentukan akhlak yang luhur. Karena kehidupan di pesantren sangat memperhatikan mulai dari hal-hal kecil sehingga santri bisa terbiasa hidup berdampingan dengan ajaran Nabi dan juga Al-Quran.

Seperti halnya mengaji pada umumnya, Ngaji Kilatan ini dimulai setelah salat tarawih dan berakhir pada pukul 22.00. Ada yang lebih dari jam tersebut tergantung kebijakan pesantren masing-masing. Pengalaman saya mengikuti Ngaji Kilatan di pesantren membuat saya juga semakin berkembang dalam manajemen waktu. Karena, menjadi santri menurut saya tidak hanya belajar tentang ilmu agama, melainkan juga tahu cara mengatur waktu yang baik.

Jika jadwal mengaji jam segini berarti saya harus mandi jam segini; jika jam segini harus tadarus berarti jam segini saya harus mencuci pakaian saya, seperti itu misalnya. Di pesantren tempat saya tinggal, tadarus dimulai setelah salat subuh berjamaah sampai pukul 7.00 pagi. Selepas itu dilanjutkan dengan ngaji kitab kuning pada pukul 9.00 sampai pukul 11.00. Selepas salat dhuhur mengaji kitab kuning lagi sampai pukul 15.00. Begitu juga selepas salat asar. Pada malam hari setelah tarawih juga mengaji kitab kuning sampai pukul 22.00. Pesantren menerapkan jadwal tidak terlalu malam karena santri yang tinggal mayoritas adalah siswa sekolah yang tentunya juga mempunya kegiatan tersendiri di sekolah serta tugas yang harus dikerjakan.

Namun tinggal di pesantren itu sangat menyenangkan. Saya bisa mengenal banyak teman dari banyak daerah di Indonesia. Tidak hanya tentang agama yang saya dapat, ilmu sosial juga begitu mengena ketika tinggal di pesantren. Banyak orang baru dan watak baru yang harus kita kenal serta biasakan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu bersosial juga sangat penting ketika menjalani kehidupan di pesantren. Karena, selain ilmu yang didapat dari kitab yang dikaji, kita bisa dapat ilmu kehidupan yang bisa kita bawa pulang untuk kemudian diterapkan dalam lingkungan masyarakat kita sehari-hari.

Wallahu a’lam Bisshawab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan