Tasawuf Underground: Pesantren Anak Punk

1,745 kali dibaca

Hari ini, Kamis, 29 April 2021, di sebuah chanel TV swasta diunggah cerita sebuah pesantren anak punk yang berdomisili di Kota Tangerang Selatan, Banten. Sebuah pesantren yang tidak seperti bangunan pesantren biasanya, karena hanya sebuah ruko yang dijadikan tempat membangun diri untuk memetakan “jalan pulang”. Demikian istilah yang dipakai oleh pimpinan pesantren ini, Ustaz Halim Ambiya, di Kompleks Ruko Ciputat, Blok C nomor 27, Jalan RE Martadinata, Cimanggis, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (24/4/2021).

Itulah Pesantren Tasawuf Underground, “pesantren anak-anak punk” yang diikhtiarkan untuk membangun jiwa anak-anak “terbuang” dengan mengajarkan tentang tasawuf; bagaimana mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan apa pun. Bahkan seorang anak punk yang hidup di jalanan dengan pakaian kumal dan badan penuh lukisan tato, pun mereka punya hak untuk mengenal Tuhannya. Berbekal keprihatinan, Ustaz Halim Ambiya berusaha untuk membawa anak-anak punk kepada kemandirian di samping terus berupaya bagaimana lebih dekat kepada Tuhan.

Advertisements

Karena ketebatasan dana, awalnya Pesantren Tasawuf Underground menempati kolong jembatan. Di bawah deru berbagai kendaraan dan klakson mobil yang berseleweran, Ustaz Halim Ambiya mengajarkan anak-anak punk dasar-dasar keislaman, karena mayoritas anak punk tersebut adalah muslim. Namun lebih dari itu, bukan hanya mengajarkan tasawuf, tetapi hingga saat ini di pesantren nyentrik ini juga diajarkan cara berwiraswasta. Dibekali dengan berbagai keterampilan seperti sablon, laundri, keterampilan infografis, dan lain sebagainya.

“Selain mengajarkan pendidikan agama Islam, kita juga membuka peluang mereka tentang pemberdayaan ekonomi dan sosial dengan pelatihan-pelatihan. Dengan pelatihan desain grafis, kita ajarkan corel draw, photoshop, bisnis online, bikin pembukuan, pelatihan sablon. Yang tadinya menato tubuhnya, sekarang dia belajar corel draw dan buka sablon, terus juga ada yang lainnya,” begitu Ustaz Halim sebagai penggagas pesantren ini memaparkan dalam sebuah kesempatan.

Jalan Kembali Pulang

Kita tahu bahwa salah satu prinsip dari anak punk adalah “anti kemapanan.” Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena ketika prinsip dan jiwa mereka bergelut dengan dunia “permainan”, maka sulit untuk mengajak mereka ke jalan lebih baik. Diperlukan pendektan khusus, cara-cara manusiawi agar mereka berubah pikiran, bahwa kehidupan yang kita jalani merupakan ladang kebahagiaan. Maka sudah harus dibenahi sejak awal, agar kehidupan itu menemui kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.

Menurut Ustaz Halim, menggunakan kata hijrah bukan pilihan yang tepat. Terutama bagi anak punk dengan berbagai latar belakang yang menyebabkan mereka menjadi anak jalanan. Akan tetapi, Ustaz Halim lebih memilih menggunakan istilah “jalan pulang”. Artinya, bagaimana mereka mampu membangun peta perjalanan untuk kembali kepada Allah. Kemudian kembali kepada keluarga mereka sendiri dengan membawa perubahan yang dapat dipercaya. Juga, kembali kepada kehidupan yang sesungguhnya, berkehidupan sosial, berbaur dengan masyarakat secara formal dan normal.

Jika jalan pulang itu diketahui, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi pioner atau setidaknya diterima sebagai masyarakat kebanyakan di lingkungan mereka hidup. Berbenah dari kehidupan yang tanpa tujuan, menjadi seseorang yang memiliki arah tujuan hidup yang pasti. Berdikari di tengah kehidupan masyarakat serta tidak lagi dianggap sebagai sampah masyarakat.

“Saya merasa bangga dan teharu ketika mereka, anak-anak punk, yang semula tidak bisa baca Al-Quran, kini mampu membaca ayat-ayat suci itu. Jika semula mereka hidup dengan luntang-lantung, sekarang dapat berswa usaha dengan kemampuan mereka sendiri. Kebangaan yang luar biasa,” demikian Ustaz Halim Ambiya menuturkan keberhasilannya.

Pendekatan Humanis

Sebenarnya mendekati anak-anak punk bukan perkara gampang. Diperlukan cara yang humanis agar mereka percaya terhadap visi misi yang kita bawa. Jika kita salah dalam hal pendekatan, bukan tidak mungkin mereka akan menghindar dari kita dan tujuan utama untuk membawa mereka “pulang” akan gagal dan tidak akan sukses. Awalnya mereka akan merasa curiga, karena hidup mereka sudah dicap sebagai orang yang tidak biasa. Maka, mereka harus diberi kepercayaan bahwa kita percaya terhadap kepercayaan mereka sendiri.

Saat ini, sudah lebih dari seratus anak punk yang turut serta dalam Pesantren Tasawuf Underground, dan mereka kembali pulang. Itu artinya bahwa dengan pendekatan yang humanis, melalui nilai-nilai kemanusiaan, karena notabene, mereka juga manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Oleh karena itu, pendekatan itu perlu dibangun di atas prinsip kemanusiaan agar tujuan kita tercapai, yaitu memanusiakan manusia.

Menurut Ustaz Halim Ambiya, ketika sudah berhasil mendekati mereka, Beliau harus menjadi tiga sosok sekaligus, sebagai sahabat, ayah, dan guru. “Pertama, persahabatan adalah pendekatan yang paling tepat kepada mereka yang sakit hati selama ini. Kedua saya berperan sebagai ayah, benar atau salah, saya harus bela. Makanya saya dirikan LBH untuk mengadvokasi, benar atau salah kita akan bela. Ketiga, saya berperan sebagai guru, kalau sebagai guru saya harus menunjukkan mana yang benar mana yang salah,” begitu papar Ustaz Halim dengan semangat pantang menyerah.

Wallahu A’lam bis Shawab! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan