TARIAN SANG NASIB

3,331 kali dibaca

KEPADA IBU

awal mulanya ialah Cinta
maka di dalam rahim aku pernah berada
di sanalah surga tempatku bermukim kali pertama
sebelum terlempar keluar mencecap dosa dan derita.

Advertisements

ibu, mesti dengan apa kutadah sedihmu?
tangismu menjadi mata air bagi mataku.
kuingin kau selalu tersenyum
dari sanalah dapat kucium harum nujum.
siapakah yang mampu mendenyutkan jantung?
selain Cinta yang mengurat di setiap relung.

kaulah kesabaran yang terus menerus bergetar
pada setiap denyut dan debar di sekujur kelenjar.
kaulah sepasang lengan yang membentangkan pelukan
kedalaman palung tempatku selalu kau ijinkan pulang
entah aku sebagai pemenang atau pun pecundang.

terimakasih, ibu
telah kau ajarkan padaku bahasa paling hakiki
bahasa yang dirahasiakan Illahi
pada lidah para nabi.

ibu, masih sempatkah aku berucap maaf?
sebab nama akan lekas terpahat pada epitaf.
ini tubuh hanya sebongkah benda rapuh
usia hanya sebaris angka lekas punah
izinkan aku mohon ampun dan bersimpuh
sebelum tubuh rubuh tersekap tanah.

Yogyakarta, Desember 2021.

KEPADAMU AKU

kepadamu aku bernyanyi
dengan bunyi maupun sunyi.
rindu merdu bertilawah
sesyahdu angin mendesah
dari jantung gunung ke lembap lembah.

kepadamu aku bermunajat
dengan lafaz khidmat setiap rakaat.
demi Langit juga demi Laut
demi Cinta yang tak mampu kusebut
namun berdenyut-denyut selembut Maut.

Yogyakarta, Desember 2021.

YANG LUPUT KUPAHAMI

sering kali luput kupahami
hujan yang tetiba berhenti
tak selalu menjanjikan pelangi.
begitu pula jiwa manusia,
meski disepuh doa-doa, dibasuh oleh cinta
tak lantas terbebas dari noda dosa dan derita.

mengapa aku mesti berlama-lama
mengiba sebagai hamba kepada manusia?
haruskah aku menghambur-hamburkan usia
demi menunggu hampa dadamu supaya terbuka?
menghisap seluruh utuh yang kupunya
sebagai satu-satunya darah dan udara.

harus berapa lama hidup sepenuh sangsi mesti kujalani?
: cinta yang mematuhkan
cinta pula yang mematahkan.

sering kali luput kupahami
matahari yang hadir di kala pagi
tak lantas mengusir mendung untuk pergi.
seperti halnya kita; manusia,
jika saling mencinta mendatangkan surga,
saling memiliki tak lantas memadamkan neraka.

Yogyakarta, 2021.

DI LUAR SAJAK

oh, betapa di luar sajak
yang kita punya cuma jarak.
rindu ini benih api
bagi gigil ganjil pasi puisi.

kita lamunkan pelaminan
beribu batari menjelma biduan
juga harum kembang
beriring tembang-tembang.

tapi, sayangku, adakah yang lebih gaib
ketimbang tarian Sang Nasib?
yang sedari dulu sempurna menggurat
cinta belum purna, tapi hidup terlajur jasad.
yang bermain-main bukan senda gurau angin
melainkan desau desis sendu serisau talkin.

oh, betapa di dalam puisi
kita selekat denyut dengan nadi
tapi di luar ruang remang kasmaran ini
kita siasati sayat-sayat sepisau sepi

: membebat sakit sendiri.

Yogyakarta, Desember 2021.

 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan