Tak Ada Salju di Sydney

681 kali dibaca

Di sebuah pagi di musim dingin, aku menjumpai seorang gadis yang amat cantik, namun tidak terlalu cantik bagi orang lain.

Di pantai timur Sidney, aku bertemu dengannya: Elisa. Pantai itu dikelilingi oleh pelabuhan alami yang indah dan menakjubkan. Tentu saja sebagai mahasiswa yang berasal dari Indonesia, pantai itu membuatku candu dan tidak pernah ada pantai seperti itu di negeri kami.

Advertisements

Gadis itu masih muda, dan kuliah di universitas yang sama denganku, University of New South Wales namun dengan program studi yang berbeda. Aku di Engineering, sementara dia di jurusan Medicine & Health.

Kami sering bertemu di Bondi Beach. Kami juga sering janjian untuk bertemu di Hyde Park bila akhir pekan. Dari pertemuan-pertemuan itulah aku merasa bahwa kami memiliki kecocokan satu sama lain dan memutuskan mendeklarasikan hubungan.

Kami tahu bahwa kultur sebagai orang Jawa Timur tidak bisa hilang. Sedikit atau banyak, ada semacam kedekatan emosional. Semacam ada hubungan ketetanggaan yang membuat kami sering mencurahkan segala permasalahan maupun kesan selama kami di sini, saat kami bertemu. Dia orang Ngawi, dan aku orang Bojonegoro.

Terlebih karena tinggal di Sidney, dia masih merasakan menjadi orang asing, begitupun denganku.

“Pernahkah kau berpikir untuk tinggal di sini selamanya?” tanya Elisa. Dari sorot matanya, menandakan bahwa ada keresahan di dalam hatinya.

“Mengapa kau menanyakan itu?” aku bertanya balik.

“Kita sebentar lagi akan meninggalkan kota ini. Kau tahu, kan, jika tujuh bulan lagi kita akan wisuda? Pertanyaanku adalah, jika kita kembali ke Indonesia, apakah kita dapat berkontribusi untuk masyarakat?” katanya.

“Menjadi orang yang bermanfaat tidak harus jauh-jauh kuliah di Australia, bukan?” jawabku.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan