Tafsir Kontekstual, Mencari Solusi dari Al-Qur’an

350 kali dibaca

Agama di satu sisi mencakup peribadatan mahdlah > yang hanya mengurusi urusan dalam (ruhani kita) berinterkasi dengan Tuhan. Di sisi yang lain, juga mencakup ibadah ghairu mahdlahyang juga mengurusi urusan luar (badaniyah) kita (dengan makhluk lain).

Singkatnya, yang pertama yakni, mengurusi perihal ketuhanan. Sedangkan, yang kedua, mengurusi perihal kemanusiaan. Namun, tidak dapat dinafikan pula sisi ketuhanan pada taraf yang kedua.

Advertisements

Namun, selama ini, yang diketahui banyak orang ialah, yang disebut ibadah hanya yang pertama saja, yang kedua tidak. Hal itu cukup kentara jika kita pernah mendengar pengurus masjid melaporkan jumlah infak yang mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah di hadapan jamaahnya. Padahal, di sekeliling masjid terdapat banyak anak yang tidak sekolah karena mahalnya biaya, para pemuda yang kehilangan pekerjaan karena maraknya PHK, janda tua yang kesusahan menafkahi anak-anaknya.

Dari situ, diketahui ada gap pemahaman antara yang pertama dan kedua. Kita tidak menafikan kebaikan yang memberi infak pada masjid. Namun, perlunya pemahaman pula bahwa memberi terhadap sesama itu juga termasuk ibadah. Jika hal tersebut tidak diupayakan, menjadi barang wajar jika Barat terus saja memberi label negatif pada muslim.

Pada mulanya, Nabi Muhammad sebagai penerima wahyu Al-Qur`an merupakan seorang hakim tunggal yang dihadapkan pada persoalan-persoalan umat manusia. Jika umat mengalami kesusahan dan kebingunan, maka umat akan mencari titik terang pada Nabi Muhammad, seketika itu pun Nabi langsung akan menyampaikan suatu wahyu. Namun, setelah sang penerima wahyu wafat, umat merasakan kegelisihan dan sulit menemukan titik terang.

Dalam dunia tafsir Al-Qur`an pun, sisi teologis memang menemukan kiprahnya sejak generasi awal hingga terakhir. Namun narasi yang dibangun pun, seringkali menemukan kekosongan makna yang mengarah pada kesejahteraan umat, membebaskan umat. Hal tersebut memiliki kompleksitas tersendiri mengingat tidak hanya faktor sang mufasir saja, namun mazhab dan ideologi politik pun menaruh faktor pula pada hal tersebut.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan