Seorang Perempuan di Persimpangan Jalan

1,091 kali dibaca

Pukul setengah tujuh lewat setelah senja, Nyi Pohaci masih duduk di persimpangan jalan Padjajaran. Hampir setiap hari setelah berkeliling kampung, perempuan setengah baya itu selalu terlihat duduk di atas gerobak sampahnya sambil melihat bangunan tua yang masih berdiri kokoh. Konon, bangunan itu adalah pondok pesantren tertua di kampung Patuha.

Orang-orang di kampung Patuha mengenal sosok Nyi Pohaci sebagai perempuan yang bengal, tidak beradab, dan bodoh. Tidak ada satu laki-laki pun yang tertarik untuk menikahi perempuan tua itu. Nyi Pohaci selama hidupnya selalu sendiri. Ia dijauhi oleh keluarganya karena pikiran dan tingkah lakunya yang aneh. Kalau perempuan itu berkeliling kampung, ia selalu diikuti oleh anak-anak dan mengejek Nyi Pohaci sebagai orang gila.

Advertisements

Tidak ada yang tahu persis masa lalu Nyi Pohaci seperti apa. Orang-orang hanya tahu kalau dia dibuang oleh keluarganya. Selalu berkeliling kampung dengan mendorong gerobak sampah, dan duduk menatap sebuah bangunan setelah azan magrib. Kemudian pergi ketika azan isya selesai dikumandangkan.

Kebiasaan Nyi Pohaci menatap bangunan pesnatren itu ternyata disadari oleh Kiai Mukhlis, pimpinan pesantren generasi keenam puluh tiga. Dari sebrang jalan menuju masjid, sebelum memimpin salat magrib berjamaah, Kiai Mukhlis selalu menatap balik Nyi Pohaci dan melempar senyum, seolah menyembunyikan maksud tertentu. Sementara santrinya dan orang-orang yang lewat tidak pernah peduli tentang keberadaan Nyi Pohaci. Tidak pernah ada yang berani menatapnya, apalagi tersenyum. Hanya Kiai Mukhlis yang melakukan hal itu.

Ketika suara azan isya selesai dikumandangkan, para santri dan Kiai Mukhlis kembali menuju masjid. Di pertengahan jalan menuju masjid, Kiai Mukhlis kembali berhenti dan melihat ke sebrang jalan untuk memastikan apakah Nyi Pohaci masih ada atau tidak. Seperti dugaan, perempuan itu sudah tidak ada seperti biasanya. Tingkah Kiai Mukhlis ternyata disadari oleh salah seorang santrinya. Dengan mengumpulkan keberanian, santri itu bertanya kepada kiainya kenapa begitu peduli dengan Nyi Pohaci.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan