SARONEN

1,237 kali dibaca

ASMARALOKA

Mata sungai diam berandai
Ikan-ikan memilih kapan,
Berserah diri dengan koloni.

Advertisements

Hilir kata deras membaca
Epitaf musim yang terkebat
Angin-angin menebas ingin
Melawan suasana asmaraloka

Dalam kamus ia ada, bersuara,
Menyanyikan iga ke malamnya.

Perawan yang ditinggal diam
Jejak puisi menukar tapak
Seperti kata kehilangan asa.

Pangabasen, 2021.

ZIKIR SUNYI

Liut nada menyihir tubuh-tubuh
Terbungkam nyanyian suara meraba,
Meraba jejak tangan kedinginan.

Susut mata bibir berzikir seksama
Menjadikan ia deru di tapak waktu
Berpelukan dengan ritme kesepian.

Tak ada yang asyik selain musik,
Adakah paling erat selain hasrat?
Derai peluh setahun eksistensi.

Remang jiwa selimut nada sepi,
Mendengarkan tarian puisi malam.
Hingga malam berubah diam.

Ia, kita, dan kau merayu waktu.

Sumenep, 2022.

TUBUH WAKTU

Seperti puisi yang malam tulis,
Jarak yang rindu tidak pernah menuntut jauh apa lagi berlalu.

Bulan diam bertanya entah lebih jauh mana? Jarak tanpa tempuh atau rindu tanpa temu?

Seperti jarak yang waktu tulis di tapak jejak, Musim yang ada, tidak pernah merasa luka.

Waktu dan jarak pernah gelisah memilukan, bertanya tentang perjalanan hari ke harapan.

Entah lebih panjang waktu yang merajam rindu? Atau lebih jauh harap, yang menjauh tak menetap?

Sumenep, 2022.

SEPI

Di awal terang jejak terbayang
Sepi. Diam. Merias suara alam.

Sepi kasih bermata batin waktu
Oi bibir isap meraba sujud zikir
Intai teriak memilih apa iga ada.

Rusuk bibir tulang memandang
tarian mata alis ekpresi api-api
Sendiri, ritual penuh Nabi.

Kipas angin, tinta hitam, kertas,
Semua berserah pasrah pada kota,
Kota dijajah senapan sepi-sepi.

Lima belas menit ia merenung kata
Mencari diksi kata dengan siapa?

Nun jauh melintang sebab petang
Perang-peluru menembus luka-luka
Hina, kala menyembah sajak puisi.

Sumenep, 2022.

NADA MALAM

Seruling berisyarat leking bising
Bernada ria dengan suara-suara
Himpun dari melodi penuh hati.

Gendang kempul jimat berseteru.
Merangkai detak detik ke waktunya
Merombak kelepak sayap-sayap doa.

Ritme nada berselang senandung
Bertukar suara kasih bersua.
Hilang luka, dukanya ke sana.

Jreng, jreng, senar suara gitar berkelakar membawaku ke lautan.

Bising nada tandang berirama.
Merasuk sesak suara di ruang temu
Menemukan rima jejak-jarak waktu.

Sayap nama buih gundah jua tabah
Ligofilia beranjak ke malam,
Terganti nada-nada penuh damba.

Sumenep, 2022.

LIGOFILIA

Hitam, menyusuri paha malam
Beriak pada tubuh yang terbunuh
Cerita kehabisan puing makna.

Hujan setahun lalu, bertanggal
di pusar negara yang telanjang
Minggat dalam tarian-tarian nada.

Jumat, malam seribu alun lagu
Memainkan musikus keheningan
Diam berperang melawan petang.

Kisah yang dirahasiakan sejarah
Isyarat buih menjulur ke langit
Hening gundah di palung dekap.

Malam, apa kabar yang kautanya
Adalah jawaban timangan asmara
Human memakan daging mentah
“makanan yang paling bersejarah”
Bagi malam yang biasa merelakan

Sumenep, 2022.

SARONEN

musikus canda berirama paling hati. kumainkan instrumen kisah bersejarah. gong menggonggong. kendang kempul, kenong, kenang, gendang, hoy, mengiringi langkah sapi-sapi, di tanah Maduraku.

tandak menari di muka bumi peristiwa, menerbangkan abu-abu yang berlalu, berlalu di tubuh musim kemarau tua tanpa nama.

satu musim mengembun ketentraman
bagi nenek moyang kita. ¹nangdheng. mengelilingi jejak sawah-sawah gersang.

Madura, menyampaikan hati yang abadi, merelakan sinonim hasrat dan isyarat, kaki melangkah pergi, terbawa api-api, angin-angin di tandus kemarau, panas,
diam terlilit suara saronen tua.

Sumenep, 2022.

*Nangdheng merupakan bahasa Madura yang berarti: berjoget.

ilustrasi: tokped.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan