Santri Kutub dan Spirit Kesastraan

1,670 kali dibaca

Butuh menempuh jarak 7,7 km dari alun-alun Utara menuju Komunitas Kutub, di Cabean, Panggungharjo, Sewon, Batul, Yogyakarta. Di situlah berdiri Pesantren Kutub yang dikenal dengan nama resmi Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Hasyim Asyari. Tentu saja santrinya disebut “Santri Kutub” atau Komunitas Kutub.

Salah satu pemandangan yang menarik sebelum sampai di Pesantren Kutub adalah kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, di mana telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar di bidang seni. Bayangan saya adalah di sini tempat nyaman untuk berproses.

Advertisements

Setelah sampai di kampus ISI, hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk menikmati suasana Komunitas Kutub. Di sana, penampilan teman-teman yang serba sarungan, sederhana, dan tentu agak gondrong.
Awal pertama kali saya datang ke sana, suasana sepi nan lengang. Jam menunjuk angka 08:00 WIB. Teman-teman masih ada yang tidur, sebagian duduk di depan laptop, dan yang lain masih sibuk mengacak-ngacak halaman buku.

Nyaris saya hanya menemukan kesepian. Bagaimana tidak? Selama satu tahun hidup di Yogya, semua aktivitas hanya dihabiskan dari satu warung kopi ke warung kopi lain. Tapi baiklah, sekarang saya sudah di Komunitas Kutub Yogykarta.

Hal pertama yang saya lakukan tentu menyapa teman kampus. Ada Khairul Fatah, laki-laki yang berasal dari Sumenep. Fatah, begitulah saya memanggilnya. Dia banya bercerita mengenai Komunitas Kutub, dari awal dia mengenal dan berproses di dalamnya, menyisakan waktu satu tahun belajar nulis sastra.

Lalu dia beranjak dari tempat duduknya, setelah sekian teman-teman yang lain ikut melingkar di depan deretan buku-buku yang sudah teracak-acak. Dan dia mengambil satu buku yang berjudul Jagadnya Gus Zainal, buku yang ditulis oleh teman dan santrinya Gus Zainal semasa hidupnya.

“Gus Zainal Arifin Thaha atau yang lebih akrab dengan panggilan Gus Zainal, mendirikan Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asyari tahun 1998. Pondok ini, sejak awal konsentrasi terhadap kajian-kajian sastra, maka tak heran jika pada akhirnya lahir Komunitas Kutub yang menggawangi kajian sastra. Hari ini, PPM Hasyim Asyari lebih dikenal dengan sebutan Komunitas Kutub Yogyakarta,” jelas Khairul Fatah selaku ketua Komunitas Kutub.

Gus Zainal lahir di Kediri, Jawa Timur. Masa mudanya dihabiskan menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Setelah itu, Gus Zainal hijrah ke Yogyakarta, untuk kuliah di IAIN Sunan Kalijaga.

Yang menarik dari perjalanan Gus Zainal adalah ketekunannya dalam menghidupkan dunia literasi, khususnya teman-teman mahasiswa dari luar Yogya. Ini diceritakan oleh Aljas Sahni H, cerpenis Komunitas Kutub yang tulisannya nangkring di Media Indonesia, Suara Merdeka, dan koran-koran lokal lain.

Kegiatan yang biasa dilaksanakan di Komunitas Kutub, di antaranya adalah kajian sastra, diskusi pemikiran tokoh, dan kajian editorial. Sebagai anak-anak yang hidup di bawah naungan Pesantren Hasyim Asyari Yogyakarta, setiap malam Jumaat ada pembacaan selawat dan ngaji yasinan, disusul ziarah kubur pertengahan bulan. Teman-teman mengatakan, bahwa ini adalah jalan spiritualitas yang memang harus dirawat di tengah memperdalam dunia literasi.
Banyak santri menjalani proses pembelajaran, terutama di bidang literasi, di sini. Aljas Sahni H adalah satunya.

Berangkat ke Yogja bukan untuk kuliah, layaknya anak-anak kampung di daerahnya. Dia lebih memilih untuk belajar menulis cerpen. Dan yang tak kalah menariknya, komitmen dari Komunitas Kutub adalah santri wajib hidup mandiri, tidak boleh ada kiriman dari orang tua. Aturan ini diberlakukan setelah waktu tiga bulan pertama. Selain itu, membaca dan menulis ada identitas dari santri di Komunitas Kutub.

Yang saya suka dari pola kehidupan anak-anak Komunitas Kutub ini adalah kemandirian mereka. Kebutuhan hidup hanya bisa dipenuhi dengan hasil karya tulis, dan bila belum bisa tembus di koran dan media online hari ini, maka terpaksa harus jualan buku online, kerja di warung kopi, dan lain sebagainya. Inti dari semua ini adalah kemandirian itu sendiri.

Pasca meninggalnya Gus Zainal, PPM Hasyim Asyaari berada di bawa asuhan Bunda Maya, istri dari almarhumGus Zainal. Kemudian, beberapa tahun setelah itu, Bunda Maya menikah dengan salah satu kader terbaik Muhammadiyah, Husni Amriyanto. Sehingga, saat ini, beliaulah yang menjadi pengasuh di PPM Hasyim Asyari Yogyakarta.

Dari pesantren inilah lahir santri-santri Kutub, generasi santri berliterasi, generasi santri yang meramaikan jagat penulisan di Indonesia.

Yogyakarta, 2021.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan