Rabi’ah al-Adawiyah: Sufi dan Ratu Puisi Cinta

4,455 kali dibaca

Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang perempuan sufi yang masyhur dengan lirik puisi cinta. Bukan sekadar cinta biasa (muda-mudi masa sekarang), tetapi untaian cinta Rabiah adalah sebuah keagungan untuk mencapai makrifat di sisi Allah Swt. Rangkaian pesona cinta yang lahir dari rahim rindu untuk berpacu dalam luruh romansa jiwa yang abadi.

Nama lengakpnya adalah Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah al-Basriyah. Lahir di kota Basrah, Irak sekitar tahun 713-717 Masehi atau 95 – 99 Hijriyah, dan meninggal sekitar tahun 801 Masehi atau 185 Hijriyah. Dari empat bersaudara, Rabi’ah adalah yang keempat, maka diberi nama Rabi’ah yang artinya anak keempat. Terlahir dari keluarga miskin, bahkan saat Rabi’ah dilahirkan, bapaknya, Ismail, tidak memiliki uang sepeser pun sehingga ia tidak mampu membeli minyak penerangan. Rabi’ah pun dilahirkan dalam kondisi ruangan yang gelap gulita.

Advertisements

Perempuan Sufi

Menjadi yatim piatu pada saat Rabi’ah masih belia adalah sebuah takdir. Ayahnya, Ismail, meninggalkan Rabi’ah lebih dahulu, kemudian disusul oleh ibunya. Tidak ada harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua Rabiah, kecuali sebuah perahu kecil yang sudah usang. Maka dengan perahu itu, Rabi’ah mencari nafkah dengan cara menyeret penumpang dari tepi Sungai Tajlah ke tepi sungai lainnya. Sementara tiga saudara lainnya bekerja di rumah sebagai penenun kain dan memintal benang.

Ketika kota Basrah dilanda bencana alam  kekeringan yang sangat panjang, Rabi’ah dan ketiga saudarinya memutuskan untuk merantau. Di tengah perjalanan, entah karena apa, Rabi’ah terpisah dengan saudara-saudaranya. Dalam perjalanan kesendiriannya, Rabi’ah diculik oleh seorang penyamun dan dijualnya sebagai hamba sahaya. Saudagar yang membeli Rabi’ah seharga enam dirham, memperlaukuan Rabi’ah dengan sangat kejam. Rabi’ah harus bekerja siang malam dalam kelelahan dan kepayahan.

Tetapi, munajat kepada Tuhan tidak pernah ia lalai. Di sepanjang alur malam Rabi’ah berkata dalam doa, “Ya Ilahi, jika pada suatu saat aku lepas dari belenggu kehidupan, dan bebas dalam membawa langkah, maka tidak sedikit pun aku berpaling dari munajat terhadap-Mu.”

Doa Rabi’ah diijabah oleh Allah Swt. Karomah cinta kepada Allah, pada suatu malam saudagar Rabi’ah melihat sebuah cahaya di atas kepalanya tanpa adanya penyanggah. Cahaya itu menerangi gelap malam. Mendapati hal sedemikian, saudagar itu menjadi ketakutan dan karenanya, kemudian Rabi’ah dibebaskan sebagai sahaya. Bahkan, saudagar itu menawarkan berbagai fasilitas kepada Rabi’ah untuk kehidupan yang berkecukupan. Tetapi Rabi’ah menolak karena ia tidak ingin memberikan beban kepada siapa pun.

Rabi’ah al-Adawiyah terkenal sebagai perempuan sufi yang tidak menikah hingga akhir hayat. Tidak menikah bukan berarti tidak ada yang berhasrat kepadanya. Dalam sejarah Rabi’ah, diketahui bahwa ada beberapa orang besar atau tokoh yang mencoba meminang Rabi’ah. Seperti Abdul Wahid bin Zaid, seorang teolog dan ulama; Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang amir dari dinasti Abbasiyah yang sangat kaya; juga seorang gubernur yang meminta rakyat Basrah untuk mencarikannya seorang istri. Penduduk Basrah bersepakat bahwa Rabi’ah adalah orang yang tepat sebagai sitri gubernur tersebut.

Riwayat lain juga menyebutkan bahwa Hasan al-Bashri, seorang sufi besar dan sahabat Rabi’ah, juga meminangnya, namun hal itu masih diragukan kebenarannya mengingat Hasan al-Bashri meninggal 70 tahun sebelum kematian Rabi’ah. Rabi’ah menolak seluruh lamaran itu dan memilih untuk tidak menikah. Meskipun tidak menikah, Rabi’ah sadar bahwa pernikahan termasuk sunah agama, sebab, tidak ada kependetaan (bahasa Arab: Rahbaniyah) dalam syariat Islam.

Rabi’ah memilih untuk tidak menikah karena ia takut tidak bisa bertindak adil terhadap suami dan anak-anaknya kelak, karena hati dan perhatiannya sudah tercurahkan kepada Allah. Tidak ada satu pun di dunia ini yang dicintai Rabi’ah kecuali Allah. Sehingga atas dasar itulah, Rabi’ah memuntuskan untuk tidak menikah hingga akhir hidupnya.

Ratu Puisi Cinta

Selain dikenal sebagai sufi, Rabi’ah juga mahsyur dengan sebutan Ratu Cinta Keabadian. Sebutan bagi Rabi’ah yang tidak dapat ditolak oleh logika, karena senandung munajat di setiap lekuk malam dalam hamparan lirik doa yang tak berkesudahan. Cinta Rabi’ah kepada Robb, ibarat mentari dengan panas dan cahayanya, dan bagai ombak dengan gelombang dan riak airnya. Bersilang selingan aksara di dalam riuh munajat abadi.

Malam rindu bercumbu, Rabi’ah selalu bertafakur di dekap gulita. Air mata rindu memenuhi seluruh detak nadi dan aliran darah. Jantung besulam petala munajat purna romansa.

Berikut ini beberapa puisi Rabi’ah yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk dengan hujan. Senantiasa mewarnai derap kehidupan, terutama di kalangan para pujangga dan sastrawan.

“Ya Allah, apa pun yang akan Engkau//Karuniakan kepadaku di dunia ini,//Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu//Dan apa pun yang akan Engkau//Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,//Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu//Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku.”

“Aku mengabdi kepada Tuhan//bukan karena takut neraka//Bukan pula karena mengharap masuk surga//Tetapi aku mengabdi,//Karena cintaku pada-Nya//Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka,//bakarlah aku di dalamnya//Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga,//campakkanlah aku darinya//Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,//Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu//yang abadi padaku.”

“Alangkah buruknya,//Orang yang menyembah Allah//Lantaran mengharap surga//Dan ingin diselamatkan dari api neraka#Seandainya surga dan neraka tak ada//Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?#Aku menyembah Allah//Lantaran mengharap ridha-Nya//Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya//Sudah cukup menggerakkan hatiku//Untuk menyembah-Mu.”

“Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta//Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu//Cinta digenggam walau apapun terjadi//Tatkala terputus, ia sambung seperti mula//Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga//Menikmati pertemuan indah dan abadi//Tapi tak jarang bertemu neraka//Dalam pertarungan yang tiada berpantai.”

Itulah beberapa puisi cinta Rabi’ah al-Adawiyah yang dinukil dari buku Mahabbah Cinta Rabi’ah al-Adawiyah, editor Asfari MS dan Otto Sukatno CR. Sebagai Ratu Puisi Cinta, Rabi’ah al-Adawiyah sudah tidak dapat diragukan lagi. Seorang perempuan suci yang rela tidak menikah selama hidupnya karena cintanya kepada-Nya harus terbagi. Maka, sangat menjadi nisacaya kalau Rabi’ah al-Adawiyah adalah tokoh sufi cinta sepanjang sejarah. Wallahu A’lam!

Multi-Page

Tinggalkan Balasan