Pondok-pondok Tua (3): Nazhatut Thullab, yang Tertua di Madura

8,531 kali dibaca

Nama Nazhatut Thullab sebagai pondok pesantren cukup melegenda. Ia menjadi pondok pesantren tertua di Pulau Madura, dan salah satu yang tertua di Nusantara, yang tetap eksis hingga kini. Didirikan pada 1702, kini usianya telah mencapai 319 tahun.

Adalah Kiai Abdul ‘Allam perintis pendirian pondok pesantren yang berada di Desa Prajjan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, ini. Sejarah perjuangan Kiai Abdul ‘Allam hingga merintis pendirian pesantren Nazhatut Thullab terekam dalam Babad Ranah Pajjan. Ia yang membuka daerah yang kini dikenal sebagai Desa Prajjan itu.

Advertisements

Konon, Kiai Abdul ‘Allam memiliki nama asli Pang Ratoh Bumi. Ia berasal dari ujung timur Pulau Madura, Sumenep. Abdul ‘Allam adalah nama pemberian dari Hadratu Al Syaikh Aji Gunung Sampang, gurunya mengaji. Saat berguru pada Syaikh Aji Gunung, atau dikenal juga dengan julukan Buju’ Aji Gunung, Abdul ‘Allam memiliki dua sahabat karib dari Jawa yang memperoleh julukan Buju’ Napo dan Gung Rabah Pamekasan. Kedua sahabat ini ikut mewarnai perjalanan hidup Abdul ‘Allam.

Berdasarkan hikayat yang berkembang di masyarakat, Kiai Abdul ‘Allam termasuk salah seorang yang intens melakukan komunikasi dengan Pangeran Cakra Ningrat II ketika sang pangeran ini ditangkap dan diasingkan oleh Penjajah Belanda ke Madura. Peristiwa itu terjadi pada periode 1674-1679. Pada saat itu, Kiai Abdul ‘Allam dan Pangeran Cakra Ningrat II sering membahas perjuangan rakyat melawan Belanda. Karena itu, berdasarkan hikayat ini, Kiai Abdul ‘Allam menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap Belanda bersama Pangaran Cakra Ningkrat II.

Babad Ranah Pajjan mengisahkan, suatu hari Abdul ‘Allam menerima tugas dari Buju’ Aji Gunung untuk pergi ke kediaman Ratoh Ebuh di Bangkalan. Tujuannya mengambil Al Qur’an dan sebuah cincin sang guru yang jatuh ke dalam jamban (WC). Tugas tersebut diterima pada saat sang guru hendak melaksanakan salat Ashar dan diharapkan sebelum Maghrib kedua benda tersebut sudah diterima di Sampang. Saat menunaikan tugasnya, Abdul ‘Allam ditemani dua sahabatnya, Buju’ Napo dan Gung Rabah.

Seperti dinaungi mukjizat, Abdul ‘Allam bersama dua sahabatnya dapat menunaikan tugas gurunya dengan tepat waktu. Setelah itu, sang guru kemudian memberi tugas kepada ketiga santri tersebut untuk menyebarkan ajaran Islam di tempat-tempat yang berbeda.

Buju’ Napo diperintah untuk hijrah atau bermukim di daerah baru yang sekarang dikenal sebagai Desa Napo di wilayah Sampang. Adapun, Gung Rabah diperintahkan hijrah ke daerah Pamekasan. Sedangkan, untuk Pang Ratoh Bumi atau Abdul ‘Allam sendiri diperintahkan untuk pindah ke daerah “Panyajjeen” yang sekarang menjadi Desa Prajjan.

Di tempatnya baru inilah, Kiai Abdul ‘Allam yang menikah dengan salah satu putri Buju’ Aji Gunung dikarunia tiga anak, dua putrid dan satu putra. Salah satu putrinya kemudian menetap di di daerah Prajjan dan mendirikan pesantren sendiri yang bernama “Langgar Tana” (surau yang terbuat dari tanah). Sedangkan, putranya yang bernama Abdul Kamal melanjutkan perjuangan ayahnya dan menempati Langgar Genteng atau Langgar Bara’. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Nazhatut Thullab.

Namun, hingga saat itu ia masih dikenal dengan nama Langgar Genteng atau Langgar Bara’. Pemberian nama Pondok Pesantren Nazhatut Thullab baru dilakukan pada generasi ketujuh atau sekitar tahun 1932. Perubahan ini diprakarsai oleh “Catur Tunggal” Nazhatut Thullab, yaitu KH Syabrawi bin K Alimuddin, Kiai Bahri bin KH Syabrawi, KH Muhammad Zaini bin KH Syabrawi, dan KH Fata Yasin. Saat ini, Pesantren Nazhatut Thullab diasuh oleh keturunan keturunan ke-10, KH Muhammad bin KH Ahmad Mu’afi Alif Zaini.

Tentu saja sebagai entitas lembaga pendidikan keagamaan Pesantren Nazhatut Thullab terus mengalami transformasi sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya, sejak menyandang Nazhatut Thullab yang berarti “Taman Siswa”, pesantren ini telah memelopori sistem sistem pendidikan klasikal di Pulau Madura yang disebut Madrasah Diniyah dengan sistem pembelajaran salaf.

Selanjutnya, pada periode keturunan ke-9 Pondok Pesantren Nazhatut Thullab mengalami perkembangan pesat dengan didirikannya unit-unit lembaga pendidikan formal. Misalnya, pada 1969 didirikan MTs Nazhatut Thullab, disusul SMP Nazhatut Thullab pada 1995, MA Nazhatut Thullab pada 2001, SMA Nazhatut Thullab pada 1988, dan SMK Nazhatut Thullab pada 2003. Bahkan, ada pendidikan tinggi di pesantren ini, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Nazhatut Thullab yang didirikan pada 1988 dan AKPER Nazhatut Thullab Sampang pada 2002.

Kini, lembaga pendidikan Nazhatut Thullab ini menempati lahan seluas 19,7 hektare dengan total luas bangunan lebih dari 10 ribu meter persegi. Jumlah santrinya sudah ribuan dengan jumlah alumni dan simpatisan jutaan yang tersebar di berbagai daerah. Tak membekali santrinya dengan pendidikan agama dan umum, Nazhatut Thullab juga membekali para santrinya dengan berbagai keterampilan khusus untuk melahirkan insane-insan yang mandiri.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan