Pesantren Pancoran Emas, Bertahan dengan Halaqah

1,399 kali dibaca

Dirintis oleh KH Alimuddin (KH Thayyib) sejak 1941, Pondok Pesantren Pancoran Emas Daramista Sumenep, Madura, ini masih bertahan dengan sistem halaqah. Inilah tempat para santri berproses menemukan jati dari, kesadaran diri.

Setelah mondok dari Pesantren Darus Hadis Malang, Jawa Timur, KH Alimuddin mulai merintis pendirian pondok pesantren. Pada 1941, berdirilah Pondok Pesantren Pancoran Emas Daramista. Seperti pendirian pesantren zaman dulu, namanya dinisbatkan pada tempat berdirinya pondok, yaitu Dusun Pancoran dan Desa Daramista, yang berada di Kecamatan Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Adapun, tambahan kata “emas” dimaksudkan agar para santrinya memiliki kepribadian emas.

Advertisements

Sejak awal, dibandingkan dengan pondok pesantren pada umumnya, memang tak banyak santri yang mondok di pesantren ini. Salah satunya mungkin karena lokasinya memang cukup jauh dari jalan raya, sekitar 20 kilometer, dengan medan jalan yang berliku-liku dan naik-turun secara tajam.

Tapi sebab lain mungkin karena ini: Pesantren Pancoran Emas Daramista tak pernah mengadopsi sistem pendidikan klasikal, pembelajaran berdasar kelas-kelas, atau juga madrasah dan diniyah sekalipun. Dari awal, pengajian dilaksanakan dengan sistem halaqah. Dengan lingkaran kecil, para santri duduk melingkar mengikuti pengajian yang diberikan kiai. Tak ada pembedaan santri berdasarkan kelas. Semua santri sama saja. Kitab-kitan kuning yang dipelajari meliputi bidang fikih, tasawuf, dan tauhid

Karena itu, jumlah santri dapat dihitung dengan jari. Hanya beberapa. Bahkan, hingga 1967, jumlah santri cuma tiga orang. Seiring berjalannya waktu, jumlah santri memang terus bertambah. Tapi tiap tahun, tambahan santri baru hanya sekitar 2-3 orang. Saat ini pun, jumlah santri di pesantren ini kurang dari 50 orang!

Namun begitu, KH Alimuddin tetap istiqomah. Tetap bersemangat dalam mendidikan dan mengayomi seluruh santri. Terutama dalam menanamkan nilai-nilai ketuhanan. Tekadnya tetap kuat untuk mengarahkan seluruh santrinya menjadi insan sempurna, yang meneladani akhlak Nabi dan ahli zikir.

Yang menarik adalah latar belakang para santri yang mondok di Pesantren Pancoran Emas Daramista ini. Kebanyakan dari mereka adalah remaja-remaja nakal dan berandalan. Ada yang pecandu narkoba, tukang sabung ayam, tukang judi, atau pencuri. Tapi yang datang dari golongan orang baik-baik saja juga ada, termasuk yang berpunya.

Rupanya, tujuan mereka nyantri di Pesantren Pancoran Emas Daramista ini bukan sekadar berniat menimba ilmu, melainkan, dan ini yang lebih utama, mencari jalan untuk menjadi orang baik, menemukan jati diri, membangun kesadaran diri, agar hidup di jalan yang benar dan memperoleh kebahagian sejati.

Kenapa demikian? Sebab, Pesantren Pancoran Emas juga mengajarkan dan mempraktikkan zikir, terutama zikir sebagai terapi untuk penyembuhan pecandu narkoba dan kenakalan remaja. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu alumni yang bernama Jauzi. Ia mengaku, “Ketika saya mondok di Pesantren Pancoran Emas, saya menemukan kebahagiaan yang tak tertandingi.”

Sejak intensif mengajarkan tasawuf dan mempraktikkan zikir, keberadaan Pesantren Pancoran Emas Daramista makin dikenal di daerah-daerah lain (misalnya daerah Jambu, Cangkreng Medelan, dan sekitarnya bahkan ke Kecamatan lain). Kekhususan amalam zikit inilah yang kemudian menarik santri dari daerah-daerah lain.

Pengajaran tasawuf dan amalan zikir di pesantren ini mengikuti ajaran Imam Al-Ghazali. Karena itu, setiap kegiatan zikiran metode yang digunakan selalu mengambil cara yang digunakan al-Ghazali, misalnya dari segi tahapan-tahapan dalam riyadah dan sebagainya.

Saat ini, kegiatan zikir yang rutin dilaksanakan setiap malam Jumat (Kamis malam) tak hanya diikuti oleh santri, melainkan juga masyarakat sekitar. Mereka tak sekadar menimba ilmu, melainkan mencari ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan. Inilah letak perbedaan dengan pesantren lain yang ada di Sumenep. Amalan zikir dirintis oleh Kiai Alimuddin itu kini diteruskan oleh putranya, Kiai Haji Sattar. Semoga barakah.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan