Penjual Mimpi

1,601 kali dibaca

Desa Sukadarmo adalah sebuah desa yang menyejukkan mata. Sampai ujung mata memandang, yang tampak adalah hamparan padi yang hijau, sungai berair jernih yang membelah persawahan, embun-embun yang bergelayutan di daun-daun, dan udara yang sejuk. Semua itu mampu menyejukkan hati dan pikiran yang sedang kalut.

Memang tak dapat dimungkiri, di Desa Sukodarmo ini adalah salah satu lumbung padi. Desa ini sering mendapat penghargaan dari bupati karena menjadi penghasil beras terbanyak di kabupaten. Tapi ada yang ironis dari penghargaan yag mereka dapat; warga Desa Sukodarmo hidupnya tetap begitu-begitu saja. Kondisi rumah mereka tetap dengan tembok yang penuh lubang sehingga tampak batu bata yang mulai rapuh. Jalan di depan mereka tetap saja penuh dengan lubang, bahkan ada yang menjulukinya wisata jeglongan sewu. Hal itu karena hampir setiap langkah ada lubang di jalan, mulai dari yang sekecil mangkok, sampai sebesar kolam ikan di taman.

Advertisements

Sebulan lagi adalah masa pilkades. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh warga Desa Sukodarmo. Mereka suka karena berbagai sebab. Mulai dari yang menunggu perubahan jalan di desanya, ada pula yang menunggu dibukanya KUD di desanya, dan ada pula yang hanya menunggu amplop cinta dari calon kades.

***

Mentari mulai mengintip dari balik pengunungan Arjuno. Tiga petani utun berangkat ke sawah dengan membawa pupuk, timba, dan cangkul yang diangkut dengan sepeda yang dituntun melewati jalan yang becek dan berlubang. Mereka pun mulai berbincang santai mengenai calon-calon kades di desa mereka.

“Aku pilih Pak Jony, orangnya sangat jelas janjinya. Ya, kan?” kata Suryo.

“Realistis bagaimana, Sur?” tanya Yono.

“Kata Pak Jony, sekarang desa kita dapat dana satu miliar. Katanya juga, kalau dana itu cair, Pak Jony akan membangun seluruh jalan-jalan di desa kita. Jadi, kita nggak perlu lewat jalan-jalan yang bergelombang, berlubang, dan becek kayak begini. Apalagi, dia mau menghidupkan KUD yang akan memakmurkan petani kecil kayak kita ini, dan mendatangkan tengkulak-tengkulak baik dari kota, yang mau membeli hasil panen petani dengan harga tinggi.”

“Ah… itu masih janji, belum tentu ditepati. Kalau aku, sih, lebih milih Pak Anton, Tak perlu nunggu janji. Siapa pun yang mendukung dia dapat amplop. Per suara dua ratus lima puluh ribu rupiah. Lumayan anggota keluargaku, kan, lima orang. Jadi bisa dapat sejuta dua ratus lima puluh rupiah,” kata Parmin.

“Walah-walah, kamu itu sukanya milih orang yang kasih duit saja. Tahu nggak kamu, biasanya calon lurah yang ngasih duit itu besok kalau terpilih bakal cari ganti uang yang telah dibagi-bagikan dulu,” sahut Suryo dengan nada menyindir.

“Masih ingatkah kamu, dulu ada Pak Durso yang berjanji akan membangun KUD di desa kita. Yang rencananya akan digunakan untuk memakmurkan desa kita?”

“Iya aku ingat, awalnya memang KUD digunakan menampung gabah-gabah petani. Karena KUD membeli gabah kita dengan harga sesuai dengan harga pasar. Petani makmur dengan adanya KUD itu di desa kita. Tapi, di akhir-akhir menjelang habisnya masa bakti Pak Durso, uang petani malah dibawa kabur,” Yono pun menjawab pertanyaan Parmin.

Mayoritas warga Sukodarmo sebenarnya mulai tidak percaya dengan kedua calon kades mereka. Mereka trauma terhadap kades-kades mereka dahulu. Sudah tiga periode ini kades-kades di Sukodarmo tersandung masalah.

***

Dua periode yang lalu, ada seorang calon kades yang janjinya sangat realistis yang mampu meninabobokan warganya. Calon kades itu berjanji ingin memakmurkan warga petani dengan cara membangun KUD yang akan mengantisipasi petani menjual gabah kepada tengkulak-tengkulak nakal −karena warga Sokodarmo lugu-lugu, mereka pun percaya− tetapi pada akhir jabatannya malah membawa lari uang KUD.

Setelah beberapa lamanya, pilkades pun diadakan lagi untuk mengisi jabatan kades yang kosong karena kadesnya menjadi buron mengorupsi uang KUD. Warga Sukodarmo pun tak mau lagi tertipu janji manis. Mereka memilih kades yang memberikan amplop yang paling banyak. Maksud warga Sukodarmo adalah ingin merasakan hasil secara instan. Tetapi yang terjadi malah remuk redam di belakangnya. Semua adminitrasi yang berurusan dengan tanda tangan kades dimintai amplop. Semua proyek-proyek desa yang ingin menang tender harus memberikan imbal hasil bagi kades. Sehingga hasil pembangunannya cepat rusak, karena adanya sunatan massal tehadap dana-dana pembangunan, seperti jalan jeglongan sewu yang melintasi Desa Sukodarmo.

***

Sekarang mereka digalaukan oleh pilkades lagi. Ada dua calon kades yang sangat membingunkan warga Sukodarmo. Nomor satu, Pak Jony, menjual mimpi yang –sepertinya– realistis bagi mereka. Impian –sepertinya– realistis tersebut yaitu ingin membangun jalan desa yang rusak, membangun ekonomi warga desa dengan cara menghidupkan lagi KUD, dan membuat kerja sama dengan perusahaan-perusahan besar yang mau menerima hasil panen petani dengan harga di atas pasar. Calon nomor dua, Pak Anton, tidak jelas visi dan misinya, namun memberikan amplop per kepala Rp 250 ribu jika para warganya datang ke TPS. Bahkan akan menambah jika mereka telah pulang dari TPS.

Warga Sukodarmo galau ingin memilih amplop cinta atau impian. Memang kegalauan warga ini sangat luar biasa. Aroma kegalauan ini menyebar di desa. Terbawa angin sampai ke beberapa kecamatan sebelah. Bahkan kadang angin membawanya jauh ke atas dan jatuh entah ke mana.

Ternyata aroma itu beberapa jatuh sehingga sampai tercium oleh orang-orang yang suka botoan (bertaruh) dalam ajang pilkades. Kegalauan warga Sokodarmo ini membuat pertaruhan semakin seru karena pemenang pilkades semakin sulit terprediksi. Petaruh-petaruh itu datang dari berbagai kecamatan. Mereka berencana akan datang untuk ikut memeriahkan pilkades di Sukodarmo ini. Taruhan mereka mulai dari sepuluh ribu sampai puluhan juta.

***

Sabtu malam ini ada pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia. Pertandingan ini sangat seru, karena mereka pernah bertemu di Final Piala AFF beberapa tahun lalu. Di warung kopi ini, biasanya warga Sukodarmo semangat melihat sepak bola, apalagi kalau Indonesia bermain. Tapi ini malam bukan malam biasa, karena beberapa hari lagi coblosan dimulai. Mereka yang biasanya nonton bola di warung sekarang pindah ke rumah calon kades. Sudah sejak diumumkan calon kades, para pendukungnya mulai melekan (begadang). Tujuan tim suksesnya bekadang adalah untuk menjaga calon kades mereka dari gangguan lawan, baik gangguan tampak maupun tak tampak.

Tim sukses calon nomor dua, Pak Anton, mulai bergerilnya menuju rumah-rumah lawan mereka untuk mengadakan operasi senyap. Ya, operasi senyap, yaitu untuk menyenyapkan suara-suara lawan mereka. Sambil memberikan amplop tanda cintanya kepada orang Sukodarmo. Selain itu, mereka menyampaikan kampanye hitam dengan menyatakan bahwa Pak Jony hanya omong kosong, bukahkah Pak Jony hanya orang miskin yang tak pernah bergaul dengan pengusaha. Jadi, tak mungkin bisa mendatangkan pengusaha-pengusaha untuk membeli gabah para petani Sukodarmo. Itulah bunyi kampanye hitam tim sukses nomor dua. Ada orang yang percaya, yang cuma senyam-senyum, atau tidak percaya terhadap tim sukses Pak Anton.

Lain halnya dengan tim sukses calon nomor satu, mereka hanya mampu bergerilnya dengan sebuah brosur yang dibagikan kepada pemilik suara yang masih bimbang. Brosur itu berisikan impian-impian Pak Jony jikalau terpilih menjadi kades. Impian itu di antaranya menghidupkan KUD Sukodarmo dengan uang kas desa, sehingga warga desa tidak lagi ditodong harga murah oleh tengkulak-tengkulak licik, menyediakan dana pinjaman lunak bagi petani yang membutuhkan uang dengan jaminan hasil panen mereka, dan menjalin kerja sama dengan agen beras, pengusaha-pengusaha tepung beras, dan pengusaha kue di kota-kota terdekat. Sama juga ada orang yang percaya, yang cuma senyam-senyum, atau tidak percaya.

***

Pak Parmin, Pak Yono, dan Pak Suryo berangkat untuk memberikan suaranya ke TPS 05. Meraka pun masih memperdebatkan kandidat kepala Desa Sukodarmo sepanjang perjalanan menuju TPS 05.

“Kamu masih mau membeli impian, Sur?” tanya Parmin dengan Ketus.

“Ya jelas masihlah, aku ini orang yang punya impian tentang kemakmuran Desa Sukodarmo ini, minggu lalu tim sukarelawan Pak Jony datang ke rumahku, mereka memberikan brosur ini yang sangat realitis. Kamu ndak pigin lihat Min?”

“Aku sih sudah melihat brosur itu, aku sudah baca memang sangat menyakinkan kok Min. Itu sih pendapatku.” Yono menyodorkan sebuah brosur kepada Parmin.

“Aku sudah kenyang dengan janji-janji melulu. Dulu ada bupati kampanye di kampung kita katanya nggak akan korupsi, ternyata dia masuk bui, karena OTT KPK. Dulu Durso juga bernjanji akan membangun KUD, nyatanya uang KUD malah dibawa lari. Dulu juga ada caleg yang berjanji akan meperbaiki jalan desa, sekarang sampai jadi jeglongan sewu pun tetap nggak terealisasi. Aku sudah bosan makan janji-janji melulu.” Parmin pun manampik sodoran brosur dari Yono.

“Ya sudah pilihan dan keyakinan kita, kan, ndak bisa dipaksa, ya semoga siapa pun yang jadi Kades Sukodarmo ini suka berdarma, berbuat kebaikan, seperti nama desa kita,” kata Suryo.

***

Malam mulai memekat, sepekat hawa emosi yang menenggelamkan Desa Sukodarmo. Saat malam pekat ini, penghitungan suara pun dimulai. Perolehan suara antara nomor satu dan nomor dua saling mengejar. Para petaruh mencucurkan keringat kekhawatiran, para tim sukses pun juga mengucurkan keringat kekhawatiran. Tangan-tangan mereka gemas seolah ingin meremukkan bangku-bangku yang mereka duduki.

Semua suara telah berbicara kecuali suara TPS 1, yaitu tempat Pak Jony tinggal dan mencoblos. Sepertinya Pak Jony akan menang, karena di tempat itu basis suara Pak Jony. Suara yang diperoleh Pak Anton 549, sedangankan Pak Joni 463. Selisih suara mereka banyak, jika semua warga yang hadir di TPS 1 memilih Pak Joni, tentu yang akan menjadi kepala desa Pak Joni. Tetapi, jika setengah yang hadir atau sepertiga warga TPS 1 memilih nomor 1, maka Pak Joni tak akan jadi Kades Sukodarmo.

Penghitungan pun berakhir, ternyata Pak Jony mampu menjual impiannya kepada masyarakat Sukodarmo. Ternyata nama adalah sebuah doa, dengan memiliki nama Sukodarmo warga masyarakat desa itu mayoritas masih suka berbuat kebajikan. Semoga Pak Jony mampu mewujudkan impiannya dan mampu memikul tanngung jawab sebagai kades baru. Lain lagi dengan bandar-bandar petaruh yang jepluk karena mereka tidak percaya impian. Mereka hanya percaya bahwa dengan uang segalanya bisa dibeli, termasuk membeli aspirasi masyarakat.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan