Penceramah Harusnya Ramah

1,263 kali dibaca

Kali ini jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video seorang lelaki yang mengaku dirinya ustaz, bahkan gus. Dalam tayangan video tersebut, lelaki yang saat berbicara tidak sepi dari ujaran kebencian dan sangat fasih menyebut anggota tubuh di sela-sela ceramahnya, seperti ‘matamu’, ‘cangkemmu’, dan ‘raimu’ itu, mempertontonkan contoh suara azan yang diselingi gonggongan anjing.

Video yang berjudul Menag: Adzan Ibarat Gonggong Anjing – Inilah Bentuk Makar Allah yang Nyata tersebut, disiarkan oleh kanal youtube ‘Gus Nur 13 Official’ tanggal 24 Februari 2022 lalu. Pada menit ke-12 dalam tayangan itu, lelaki tersebut mengumandangkan azan (lafaz Allah dan syahadat) digabung dengan suara hewan. Barangkali tujuan video tersebut untuk merespons atas wawancara Menag RI, Gus Yaqut, beberapa hari lalu yang dipelintir oleh sebagian kalangan demi sebuah kepentingan.

Advertisements

Sebelumnya, Gus Yaqut sudah menegaskan bahwa pernyataannya tersebut sama sekali bukan membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Pernyataan itu disampaikan hanya sebagai contoh tentang pengaturan volume pengeras suara.

Tetapi, lelaki dalam video tersebut tetap menafikan pernyataan Gus Yaqut. Justru ia mengumandangkan azan yang disertai gonggongan anjing. Ironisnya, kenapa orang-orang yang kemarin terlonjak menghantam Menag, sekarang malah diam mengkeret dan tiba-tiba menutup mulut terhadap ulahnya?

Berbeda dari orang-orang lingkaran itu, mayoritas warganet tersulut dan mengklaim bahwa lelaki ini telah nyata-nyata melecehkan suara azan. Termasuk Guntur Romli. Di akun twitternya, @GunRomli, ia menulis, “Saya mengecam pelecehan Sugi Nur ini! Menteri Agama tidak sedang membandingkan azan dengan gonggongan anjing, malah contoh yang ente pertontonkan ini merupakan bentuk pelecehan terhadap azan.”

Guna menanggapi hal ini, maka pemerintah mencanangkan adanya sertifikasi dai. Agar hanya dai yang benar-benar bersertifikat yang boleh berceramah. Dai-dai yang hanya lihai menyebut nama-nama hewan, pengujar kebencian, dan penebar hoax, agar tidak diberi kesempatan naik ke mimbar dan pegang mikrofon. Utamanya, biar rakyat Indonesia terbebas dari paparan penceramah radikal.

Bagaimana sesungguhnya berceramah dengan baik agar tidak menimbulkan keonaran, buku Public Speaking for Dakwah yang ditulis oleh Burhan Sodiq ini setidaknya bisa dijadikan rujukan. Dalam buku ini, misalnya, disebutkan bahwa hal-hal yang perlu dimiliki oleh seorang penceramah antara lain adalah pembicaraan yang konkret dan membumi.

Pembicaraan konkret dan membumi ini, yang dimaksud adalah kita menyesuaikan gaya bahasa dan contoh-contoh yang relevan dengan pendengarnya. Misalnya, pemilihan kata-kata yang kita gunakan untuk menjelaskan komunitas tukang becak tentu lain dengan kita berbicara di depan mahasiswa (hlm. 12).

Meski di negara demokrasi ini kita bebas menyuarakan hati, diberi kemerdekaan berbicara, tetapi tetap tidak boleh keluar dari koridor yang ada, tetap harus mematuhi norma dan nilai yang berlaku, serta menjunjung tinggi adat ketimuran dengan mengedepankan kesopanan. Dari itu, dalam berbicara atau berceramah, seseorang pendakwah perlu mengontrol emosi dan menata bahasa, agar yang semula bertujuan demi kebaikan, tidak malah berujung perpecahan.

Di buku ini juga dijelaskan tentang syarat menjadi penceramah, yaitu luasnya wawasan, perbendaharaan kata dan pengetahuan, pola berpikir yang sistematis, siap mental, mengontrol waktu, memperhatikan penampilan, memperhatikan volume suara dan intonasi, dan lain sebagainya (hal. 13).

Luasnya wawasan serta luhurnya budi pekerti merupakan amunisi utama seorang penceramah. Sebab, apa yang hendak disampaikan jika pengetahuan tidak dimiliki? Bagaimana akan bijak menghadapi perbedaan jika wawasan masih sempit? Dan bagaimana hendak menjadi teladan bila seringkali berbicara kotor dan bertingkah yang tidak mencerminkan tabiat yang baik?

Di akhir ulasan ini, saya kutip nasihat penulis buku ini (pada halaman 21) sebagai pencerahan sekaligus bahan renungan.

Orang yang melakukan ceramah harus memiliki pengetahuan keagamaan yang benar dan tepat, serta memiliki spiritualitas terhadap keyakinan yang dimilikinya. Penceramah harus menguasai ajaran dalam kitab suci dan meyakini ajaran tersebut. Apabila ia tidak menguasai dan berbicara di luar keyakinan yang diajarkan, maka ia akan terjebak pada ceramahnya.

Data Buku

Judul                        : Public Speaking for Dakwah
Penulis                    : Burhan Sodiq
Penerbit                  : Gazza Media
Cetakan                  : I, Maret 2019
Tebal                       : 52 halaman
ISBN                       : 978-602-8735-54-4

Multi-Page

Tinggalkan Balasan