Nisfu Syakban dan Filosofinya

1,374 kali dibaca

Di dalam wikipedia dijelaskan bahwa Nisfu Syakban adalah peringatan pada tanggal 15 bulan kedelapan (Syakban) dari kalender Islam. Hari ini juga dikenal sebagai Lailatul Bara’ah atau Lailatun Nisfi min Sya’ban di dunia Arab, dan sebagai Shab el baraat di Afghanistan, Bangladesh, Pakistan, Iran, dan India.

Nama-nama ini diterjemahkan menjadi “malam pengampunan dosa”, “malam berdoa”, dan “malam pembebasan”, dan sering kali diperingati dengan berjaga sepanjang malam untuk beribadah. Di beberapa daerah, malam ini juga merupakan malam ketika nenek moyang yang telah wafat diperingati, dikirimi doa, dan diberkati. Di Jawa, misalnya, disebut dengan Bulan Ruwah.

Advertisements

Di kalangan pesantren, tradisi Nisfu Syakban sudah tidak asing lagi. Begi kita, sebagai seorang santri, malam ini sangat dinanti-nanti, bukan saja sebagai riyadhah ibadah, akan tetapi setelah melaksanakan doa bersama diadakan salaman atau jabatan tangan kepada semua pengasuh di lingkungan pesantren.

Seperti yang terjadi di Pondok Pesantren Annuqayah, penulis sudah terbiasa dengan kegiatan ini, dan menjadi momen yang sangat ditunggu sebagai bentuk nilai penghormatan karena punya kesempatan untuk berjabat tangan dengan seluruh pengasuh yang ada di area pondok pesantren.

Dalam tradisi Islam, malam Nisfu Syakban merupakan waktu ditutupnya catatan amalan selama satu tahun, dan juga merupakan permulaan amalan yang akan dicatat selama satu tahun ke depan. Maka, diharapkan, dengan amalan-amalan sunah, kita menutup tahun dengan amalan kebajikan dan memulai permulaan tahun dengan amalan kebajikan.

Keutamaan Nisfu Syakban

Di dunia Islam, malam Nisfu Syakban memang memiliki tempat tersendiri. Hal itu berdasarkan amalan-amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagai utusan Allah yang terakhir, Nabi Muhammad memberikan berbagai teladan, baik yang bersifat hablum minallah maupun hablum minannas. Salah satu hubungan vertikal dengan Sang Pencipta, adalah amalan-amalan sunah di malam Nisfu Syakban.

Dari Aisyah RA berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah lainnya) di bulan Syakban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156).

Hadits tersebut sebagai dalil syari bahwa Rasulullah memperbanyak puasa sunah di bulan Syakban demi menyambut bulan Ramadhan, bulan suci umat Islam. Puasa merupakan amalan ibadah yang secara langsung berhubungan dengan Allah.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah menyampaikan dua kegembiraan yang akan didapatkan umat muslim ketika berpuasa yakni, “Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika bertemu Allah mereka bergembira karena puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain, Aisyah berkata, “Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunah adalah bulan Syakban, kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud no. 2431 dan Ibnu Majah no. 1649).

Riyadhah Nisfu Syakban

Amalan-amalan pada malam Nisfu Syakban berdasarkan riyadhah para ulama, setelah salat Maghrib melakasanakan salat sunah dua rakaat. Rakaat yang pertama setelah Al-Fatihah membaca surat Al-Kafirun, sedangkan rakaat yang kedua setelah Al-Fatihah adalah membaca surat Al-Ikhlas (seperti yang dijelaskan dalam Pustaka Agung Surabaya, Majmu’ Syarif). Dalam keterangan lainnya, membaca surat Al-Ikhlas sebanyak enam kali dalam tiap-tiap rakaat setelah membaca Al-Fatihah.

Amalan lainnya yang termasuk riyadhah Nisfu Syakban adalah membaca surat Yaasin sebanyak tiga kali. Bacaan yang pertama diniatkan agar mendapat umur yang panjang, yaitu usia dengan nilai kualitas yang memberikan manfaat dalam kehidupan. Panjang umur dengan tetap selalu dapat mendekatkan diri kepada Allah. Umur yang berkah tentu dipandang sebagai umur yang panjang dalam nilai kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat.

Niat bacaan surat Yaasin yang kedua adalah agar diluaskan rezeki. Dalam hal ini tentu rezeki yang halal, rezeki yang memberikan kemanfaatan baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Rezeki diperlukan dalam kehidupan agar kita mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan nilai utama dalam hidup. Harta bukan satu-satunya sarana untuk mendapat kebahagiaan hidup. Bahkan, jika kita tidak mampu memanfaatkan harta, maka kita akan menjadi budak harta, dan harta itu menjadi penyebab dalam kepedihan hidup. Dalam riyadhah ini harapan kita agar harta yang kita dapatkan menjadi penyebab kebaikan dalam kehidupan.

Selanjutnya, pada niat yang ketiga dalam pembacaan surat Yaasin adalah berharap meninggal dunia dalam keadan khusnul khotimah (meninggal dunia dalam keadaan baik, beriman kepada Allah). Hal ini sangat penting karena keimanan merupakan hal pokok menuju kehidupan akhirat. Ketika seseorang meninggal dalam keadaan tidak membawa iman, maka ia akan celaka dan mendapat siksa selama-lamanya. Jadi khusnul khatimah merupakan cita-cita luhur setiap muslim agar kehidupan di akhirat, yang kekal, mendapatkan kesempurnaan dan kebahagiaan.

Itulah beberapa amalan Nisfu Syakban yang menjadi amalan sunah bagi umat Islam. Tentu saja dengan memperbanyak zikir, mendekatkan diri kepada Allah dengan riyadhah-riyadhah lainnya akan semakin mempererat hubungan dengan Sang Pencipta. Hal ini semakin memberikan nuansa taqarrub sehingga nilai-nilai ketuhanan semakin berkarakter dan menjadi kebiasaan dalam hidup dan berkehidupan.

Filosofi Nisfu Syakban

Nisfu Syakban dan amalan-amalan di dalamnya memiliki nilai-nilai kebaikan dan kemanfaatan dalam kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Berpuasa (sunah) di bulan Syakban untuk turut serta merasakan betapa orang-orang yang tidak beruntung karena kemiskinannya, menahan rasa lapar yang berkepanjangan dan tiada berakhir. Melaksanakan salat sunah, sebagai bagian dari taqarrub atau mendekatkan diri dengan cara komunikasi langsung dengan Allah.

Sementara, kita membaca surat Yaasin sebanyak tiga kali sebagai bentuk penghambaan kepada Tuhan sekaligus sebagai nilai sosial jika dilakukan secara berjamaah. Berdoa secara berjamaah terdapat nilai sosial sekaligus sebagai bentuk kebersamaan dalam menjalani kehidupan. Dengan cara bersama-sama kita menjalani hidup, karena kita tidak akan mendapatkan hidup yang sempurna tanpa adanya bantuan dari orang lain.

Biasanya, ketika sudah mendekati waktu tertentu, seperti waktu Nisfu Syakban kali ini, kita saling memberitahukan untuk melakukan riyadhah keagamaan. Hal ini sebagai nilai persatuan dan kesatuan di berbagai aspek kehidupan.

Nisfu Syakban merupakan pintu gerbang menuju bulan suci Ramadhan. Sejak bulan ini, sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi, untuk mempersiapkan diri menjemput berkah sebuah nilai yang lebih dari seribu bulan. Yaitu malam lailatru qadar, yang telah menjadi salah satu objek kajian ilmiah dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Tentu masih banyak kajian kebaikan dalam riyadhah Nisfu Syakban. Hal itu menjadi suatu keniscayaan dalam suatu ritual ibadah agar kesempurnaan batiniah semakin mencapai nilai kualitas yang lebih baik. Setiap laku ibadah yang kita lakukan, nilainya kembali kepada diri kita sendiri. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37).

Wallahu A’lam! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan