Narasi Penuh Hikmah di Tengah Wabah dari Doa Bersama Online

1,424 kali dibaca

Optimisme, positif thinking, dan selalu berkhusnudlon menjadi pesan penting dari para kiai muda Nahdlatul Ulama (NU) dalam acara “Doa Bersama dan Pertaubatan Global Bersatu Melawan Korona” yang digelar PBNU bersama warga nahdliyin  sedunia, Kamis malam (9/04). Doa bersama dilaksanakan secara daring (online) di tengah wabah Corona yang masih menjadi keprihatinan seluruh dunia.

Optimisme salah satunya diungkapkan Kiai Miftah Maulana Habiburrahman yang kondang disapa Gus Miftah. Ia bahagia menjadi warga NU. NU, menurutnya, selalu hadir memberikan solusi kebangsaan dan keumatan yang tepat. “Bila teman membuatmu kecewa, pasangan membuatmu terluka, yakinlah Nahdlatul Ulama selalu datang membawa cinta,” katanya.

Advertisements

Menurut Gus Miftah, wabah Covid-19 yang terjadi saat ini merupakan salah satu ujian yang di mata Allah SWT merupakan sesuatu yang amat sedikit di tengah keluasan anugerah keindahan bumi dan semesta yang diciptakan-Nya. Makanya, banyak orang stres menghadapi banyaknya problematika hidup dan ujian disebabkan hatinya lebih dekat ke bumi daripada menghadap ke langit.

“Maka ketuklah pintu langit-Nya lewat doa, karena yang di-lock down hanya bumi-Nya. Langit-Nya masih terbuka untuk hamba-Nya,” demikian pesannya.

Sementara, Gus Muwaffiq mengomentari fenomena wabah Covid-19 saat ini mengandung hikmah bahwa Allah SWT telah mengajarkan sesuatu yang baru, di mana teknologi informasi yang selalu baru telah hadir hingga mampu menembus sekat-sekat negara dan budaya. Termasuk di dalamnya percepatan informasi yang mempengaruhi budaya dan cara berkomunikasi antarmanusia di belahan dunia.

“Adanya pertemuan (doa bersama) walaupun di rumah masing-masing saat ini bisa dilakukan bersama secara virtual,” katanya. Percepatan informasi, lanjutnya, mengakibatkan percepatan budaya, sehingga budaya dari suatu negara dapat menyebar dengan cepatnya menyeberang ke negara lain. Begitupun mobilitas manusia dan budaya, menyebabkan virus Corona begitu cepat menjadi pandemi global.

“Hari ini kita merasakan, kondisi di mana ada suatu penyakit yang menjadi wabah di seluruh dunia. Penyakit yang mewabah ini tidak jauh beda dengan budaya yang mewabah di seluruh dunia,” terangnya.

Kondisi demikian, menurutnya, mengajak manusia untuk kembali belajar, berpikir, dan menyikapinya dengan bijak. Karena Allah menciptakan wabah ini agar manusia dapat  mengambil pelajaran baru di dalamnya.

“Tutupnya masjid, musholla, itu mengingatkan kalau Sunan Kalijaga bisa menjadi wali di tepi sungai, Syekh Abdul Qodir al-Jailani menjadi wali di tengah padang pasir, dan Sunan Geseng bisa jadi wali di tengah hutan,” dia memberi contoh.

Karenanya, ia berharap hikmah dari adanya wabah ini manusia mendapatkan pelajaran baru, tradisi yang baru agar hidup lebih bermartabat dan menghargai kemanusiaan.

Selain Gus Miftah dan Gus Muwaffiq, narasi penuh hikmah juga diungkap oleh Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdalatul Ulama di Australia dan New Zealand Prof Nadirsyah Hosen (Gus Nadir). Menurutnya, saat interaksi kita dibikin berjarak disebabkan wabah virus Corona, dengan pemberlakuan physical distancing di mana-mana, maka kemanusiaan harus tetap terjaga lewat solidaritas sosial yang kukuh

“Ini saatnya kita saling jaga, saling dukung, saling membantu. Bukan malah saling menyalahkan dan berebut pencitraan,” ajaknya.

Di sisi lain, kalau mau merenunginya lanjutnya, wabah Corona justru membawa hikmah luar biasa pada lingkungan. Langit kembali biru, aliran sungai kembali jernih, karena berkurangnya polusi udara dan sampah limbah akibat pabrik-pabrik berhenti beroperasi. Pantai menjadi bersih dari sampah plastik. Ikan berenang gembira karena tak lagi diganggu kapal pesiar mewah. Burung terdengar bersahutan karena jalan raya tak lagi brisik dengan suara knalpot dan klakson.

“Keluarga yang selama ini tak pernah lagi duduk makan bersama dan saat bertemu biasanya hanya uang dan kerja yang dibahas, kini lebih banyak berkumpul di rumah beribadah dan beraktivitas bersama keluarga,” katanya.

Keadaan manusia yang dalam satu sisi sedang terkapar oleh wabah Corona, namun di sisi lain alam semesta perlahan menemukan kembali harmoninya. Maka, kemudian timbul pertanyaan, ini musibah atau anugerah? Bencana atau rencana Allah? Ini aib kemanusiaan atau sebuah proses alam ghaib untuk memanusiakan kembali kemanusiaan kita? Ini azab atau cara Tuhan mengajarkan kita adab pada semesta? Ini misteri atau solusi?

Lalu, seraya mengutip firman Allah, “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” Gus Nadir mengajak agar kita menyikapi hal ini dengan tidak lupa memanjatkan syukur kepada Allah SWT.

“Terima kasih ya Allah, Engkau turunkan wabah Corona ini. Artinya, Engkau percaya kami akan sanggup menjalani dan menghadapinya. Terima kasih atas kepercayaan Engkau ya Allah, kami pun percaya bahwa wabah Corona ini tidak akan membebani kami di luar batas kesanggupan kami. Karena itulah janjiMu,” imbuhnya.

Mengutip maqolah penyusun kitab al-Hikam, Ibnu Athoilah, Gus Nadir mengatakan bermacam ujian itu hakikatnya adalah hamparan pemberian dari Allah SWT. “Datangnya cobaan tak hanya meniscayakan kesabaran, tapi juga syukur. Karena, di balik syukur itu ada karunia yang hendak diberikan Allah,” pungkasnya.

“Doa Bersama dan Pertaubatan Global Bersatu Melawan Korona” ini disiarkan secara Live Streaming oleh Tv9, Channel Youtube, dan media sosial lainya. Disaksikan juga oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dan diikuti oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) dari 22 negara.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan