Mustafa Azami, Pembabat Teori Hadis Kaum Orientalis

2,782 kali dibaca

Sudah sejak lama hadis menjadi perhatian kaum muslimin di seluruh dunia, terlebih karena ia sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Banyak sekali pelajar atau sarjana muslim yang menekuni bidang hadis. Tak heran bila di kemudian hari banyak melahirkan pakar ilmu hadis.

Tak mau ketinggalan, sarjana Barat juga mencoba menekuni hadis dengan pendekatan-pendekatan baru yang mereka bangun. Namun, banyak di antara mereka meragukan keabsahan atau kesahihan hadis.

Advertisements

Hal ini tentu dapat mengancam umat Islam sendiri, bahkan banyak ulama yang terkecoh dengan teori para orientalis, sebut saja misalnya Ahmad Amin, Rasyid Ridha, dan Muhammad Abduh.

Melihat kepongahan para sarjana Barat atau orientalis, Mustafa Azami tidak tinggal diam. Dia melakukan pembelaan terhadap hadis Nabi yang sengaja diselewengkan oleh para sarjana Barat. Dia melakukan sejumlah kritik. Mislanya, meluruskan istilah-istilah yang digunakan dalam kajian ilmu hadis dan membantai teori ‘’projecting back’’ Joseph Schacht.

Namun, sebelum jauh membahas ulasan ini, alangkah baiknya kita mengenal sedikit biografi Mustafa Azami dan bagaimana pemikiran serta karyanya dipertahankan di depan para orientalis.

Jebolan Cambridge

Muhammad Mustafa Azami lahir pada 1932 di India Utara, tepatnya Kota Mano. Sejak kecil dia gemar belajar. Kecerdasannya juga sudah mulai tampak. Ketika memasuki usia dewasa, Azami diarahkan oleh ayahnya untuk masuk Sekolah Islam yang menggunakan bahasa Srab.

Ayah Azami sangat membenci penjajah dan bahasa Inggris. Sebab itu dia mengarahkan putranya untuk memilih Sekolah Islam. Di Sekolah Islam inilah Azami mulai mempelajari hadis dengan para ulama yang mumpuni.

Setelah menyelesaikan Sekolah Islam, Azami melanjutkan studinya di College of Science Darul Uluum Deobandi dan selesai pada 1952. Kemudian dia pergi ke Mesir dan masuk ke Universitas Al-Azhar, Kairo dengan mengambil kosentrasi tadris atau pengajaran di Fakultas Bahasa Arab. Dia menyelesaikan studinya pada 1955 dan mengantungi ijazah Al-Alimiyah lalu kembali ke kampung halamanya India.

Setahun keudian, dia diangkat menjadi dosen Bahasa Arab di Qatar. Dia mengajar orang-orang non-Arab. Kemudian pada 1964 dia melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Cambridge Inggris dengan judul disertasi Studies in Early Hadith Literature with A Critical Edition of Some Early Texts (Kajian tentang Literature Hadis Masa Dini dengan Kritik-edit Sejumlah Naskah Kuno).

Setelah selesai doktornya dia kembali jadi dosen di Qatar. Namun, tak berselang lama dia mengundurkan diri dan pidah ke Mekkah untuk mengajar Pasca Sarjana di Universitas King ‘Abdul Al- Aziz atau sekarang lebih dikenal dengan Universitas Umul Qura. Pada tahun 1973 dia pindah ke Riyadh dan mengajar Pasca Sarjana di Universitas Riyadh.

Di kota Riyadh inilah karier intlektual Azami mencapai klimaknya. Hal ini dibuktikan dengan perolehan hadiah Internasional King Faisal dalam Studi Islam. Kini dia menjadi Guru Besar Ilmu Hadis di Universitas Riyadh.

Azami wafat lima tahun yang lalu, tepatnya 20 Desember 2017 dengan mewariskan beberapa karya tulis dan pemikiran-pemikran cemerlangnya.

Membabat Teori Orientalis

Sebelum Azami, ada dua ulama hadis yang menangkis pemikiran hadis Ignaz Goldziher, salah seorang orientalis awal. Dua ulama tersebut yaitu Dr Mustafa al-Siba’I dan Dr Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib. Kemudian munculah Azami yang membabat habis pemikiran para orientalis. Dalam disertasinya, Azami mematahkan argumen dan teori para orientalis yang berkaitan dengan kajian otentitas hadis.

Para orientalis yang dihabisi argumenya oleh Azami antara lain Robson, Wensink, Guillaume, dan Sachau. Tidak luput dari serangan Azami dua ‘’nabi’’ orientalis, yaitu Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht, yang juga dibabat habis teorinya.

Maka, tidak berlebihan bila Azami dikatakan sebagai sarjana Muslim yang pertama kali menghancurkan teori para orientalis secara besar-besaran. Orientalis yang dibabat teoriya sampai ke akar-akarnya yaitu Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht. Dua tokoh inilah yang dinilai paling bersemangat membabat Hadis Nabawi hingga membuat keraguan pada sebagain umat muslim.

Azami merupakan sosok ulama yang ideal. Sebab, meski belajar hadis dari para orientalis di Universitas Cambridge, dia tidak terbawa arus, justru menjadi bumerang bagi para orientalis sendiri. Azami beruntung karena dia diizinkan untuk mengkritik Joseph Schacht oleh pihak Universitas Cambridge. Ini berbeda dengan kawan sejawatnya Dr Muhammad Amin al-Mishri yang tidak dibolehkan mengkritik Joseph Schacht ketika dia mau menulis disertasi.

Reputasi keilmuan Azami tidak diragukan lagi, terlebih setelah dia memperoleh hadiah Internasional King Faisal dalam Studi Islam. Bahkan, dia mendapatkan pujian dari salah seorang orientalis terkemuka di Universitas Cambridge, yaitu Profesor AJArberry.

Dia menyatakan, “Tidak bisa diragukan lagi, bahwa penelitian hadis perlu mengevaluasi dan meneliti kitab hadis yang kecil-kecil, yang sudah ada sebelum munculnya enam kitab induk hadis termasuk Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Dalam hal ini, Azami telah mengerjakan kajiannya dengan sangat unggul serta mengikuti kaidah-kaidah penelitian ilmiah. Menurut saya, ini adalah penelitian ilmiah yang paling mengagumkan dan paling orisinil di masa sekarang.”

Begitulah sanjungan Prof. A.J. Arberry kepada Mustafa Azami.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan