dunia metaverse untuk pesantren dan santri

Metaverse dan Masa Depan Pesantren

2,242 kali dibaca

Metaverse sebenarnya bukanla hal yang baru. Ide Metaverse sudah ada sejak tahun 1992 yang diciptakan pertama kali oleh Neal Stephenson. Ia menyebutkan pertama kali istilah tersebut dalam novelnya yang berjudu l Snow Crash. Istilah Metaverse itu mengacu pada dunia virtual 3D. Jika dipahami secara sederhana, Metaverse adalah Internet 3D.

Pada dasarnya tidak ada definisi yang berlaku secara universal untuk menjelaskan istilah Metaverse yang sebenarnya. Akan tetapi, beberapa tokoh menjelaskan metaverse sesuai dengan analisanya, seperti ventura Matthew Ball, yang merupakan penulis dari Metaverse Primer. Ia menjelaskan bahwa Metaverse adalah jaringan luar dari dunia 3D dan persisten yang mendukung kontinuitas, identitas, objek, sejarah, pembayaran, dan hak, dan dapat dialami secara serempak oleh jumlah pengguna yang tidak terbatas secara efektif.

Advertisements

Berbeda halnya dengan Meta (yang awalnya Facebook) yang menjelaskan Metaverse dengan istilah yang lebih sederhana, yaitu seperangkat ruang virtual yang digunakan untuk membuat dan menjelajahi dunia bersama orang lain yang tidak berada dalam ruang fisik yang sama.

Metaverse akan menawarkan dunia alternatif yang sangat nyata bagi kehidupan manusia untuk hidup berdampingan. Dengan Metaverse, kita akan dibawa ke dalam dunia virtual tiga dimensi yang membuat kita seolah-olah meninggalkan dunia nyata dan masuk ke dalam dunia fantasi.

Metaverse ke depan akan dikembangkan dengan mengkombinasikan beberapa elemen teknologi, termasuk augmented reality (AR), virtual reality (VR), avatar holografik 3D, magic gloves, controller, video, dan sarana komunikasi lainnya di mana pengguna akan merasakan kehidupan di dalam dunia digital.

Penulis menganggap bahwa Metaverse adalah sebuah iterasi (pengulangan) selanjutnya dari perkembangan Internet yang mendukung lingkungan virtual 3D online yang akan terdesentralisasi dan persisten (terus-menerus).

Memvirtualkan Manusia

Perubahan semacam ini menjadikan dunia yang awalnya berjalan dengan normal tiba-tiba harus berhenti seketika akibat sesuatu yang baru dengan kehadiran teknologi. Perkembangan seperti menjadikan manusia semakin hari semakin dituntut, antara tetap bertahan, mengikuti perubahan, atau punah oleh zaman.

Jika kita sering muhasabah tetang dunia dan isinya, peradaban manusia semakin lama mengalami perubahan yang sangat drastis. Dengan realitas kehidupan seperti ini, manusia memaskui era revolusi teknologi yang secara fundamental dan revolusioner mengubah cara hidup manusia di segala bidang kehidupan. Kondisi yang seperti ini menggiring semua manusia, tak terkecuali dunia pesantren dan santri, agar segera menyesuaikan diri untuk menghadapi era teknologi yang penuh dengan tantangan ini.

Namun, konsep Metaversetidak dapat dijadikan sebagai esensi dalam kehidupan. Itu semua hanyalah sebuah cara. Penulis menjelaskan bahwa pesantren dan segala aktivitas yang dilakukan di dalamnya tidak akan dapat digantikan oleh Metaverse. Metaverse hanyalah sebuah alat untuk dunia pendidikan dalam melakukan segala bentuk kegiatan agar lebih mudah dan memberikan sebuah pelayanan dengan lebih baik. Dengan bagaimanapun, seperti yang dijelaskan Paulo Freire, bahwa tujuan adanya pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan memvirtuallkan manusia.

Dengan demikian, sebagai seorang santri, kita haruslah dapat beradaptasi dan melakukan terobosan-terobosan baru untuk menghadapi perubahan ini. Santri dituntut memiliki intelektualitas yang luas yang bisa menggabungkan sisi kehidupan dunia dan akhirat.

Mengutip dari gagasan Daulay, idealnya pesantren harus memberikan “3H” untuk santri, yaitu (1) Head (kepala), maksudnya adalah mengajarkan santri dengan ilmu pengetahuan yang beragam, selain pengetahuan tentang agama; (2) Heart (hati), artinya adalah menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada santri: dan (3) Hand (tangan), artinya adalah memberikan skill/kemampuan kepada santri untuk bekerja.

Dihadapkan dengan kemajuan teknologi yang terus berevolusi, seorang santri harus tetap dapat mengahadapi tantangan-tantangan ini dengan prokdutivitas dan passion masing-masing. Selain produktif dalam hal spiritual, santri juga diharapkan dapat produktif dalam bidang lainnya, seperti dalam bidang teknologi, literasi, dan kewirusahaan.

Referensi:

  • Corey Bridges, dkk. Metverse Roadmap Pathways to the 3D Web, a Cross-Industry Public Foresight Project.
  • Casey Newton, Mark in The Metaverse: Facebook’s CEO on Why the Social Network is Becoming ‘a Metaverse Company. com.
  • Metverse. en.wikipedia.org.

Sumber Gambar: freepik.com

Multi-Page

Tinggalkan Balasan