Menyelami Filsafat Teologi Al-Kindi

1,576 kali dibaca

Filsafat, dalam hal ini difokuskan kepada filsafat Islam, yang juga sering disebut sebagai filsafat Arab dan filsafat muslim, merupakan suatu kajian sistemik dan sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika, moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam dunia Islam atau peradaban umat muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam (wikipedia). Mencari dan menemukan hakikat kebenaran melalui proses jangkauan logika dan pemikiran yang paling hakiki. Konsep hakikat kebenaran inilah yang kemudian menjadi konsep ketuhanan Al-Kindi.

Meskipun ada beberapa ilmuwan yang tidak mengakui adanya filsafat Islam, namun dalam realitas kehidupan ilmu falsafah kehidupan ini benar adanya dan nyata eksistensinya. Maka kemudian kita dibawa ke ranah hakikat kebenaran dengan logika ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Al-Kindi menjadi salah satu filsuf muslim yang menjadi rujukan keilmuan filsafat Islam saat ini. Sehingga, pada kesempatan kali ini kita akan mencoba mendalami sekaligus menyelami salah satu disiplin pengetahuan terkait dengan filsafat teologi (ketuhanan) Al-Kindi.

Advertisements

Biografi Al-Kindi

Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi. Lahir pada 804 M dan wafat pada 874 M, menurut Al-Khalili. Sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Baina al-Din wal Falasafatih yang ditulis oleh Muhammad Yusuf Musa, bahwa Al-Kindi hidup di masa Khalifah Al-Makmun pada dinasti Abbasiyah dan di masa Khalifah al-Mutawakkil ‘Alallah yang wafat pada tahun 247 H. Al-Kindi diambil dari sebuah nama suku di Arab yang bernama Kinda, yang kemudian menjadi laqab bagi Abu Yusuf Ya’ qub bin Ishaq.

Al-Kindi memiliki keluasan ilmu pengetahuan. Selain pandai bahasa Arab, ia juga menguasai bahasa Yunani. Sehingga Al-Kindi pun menjadi penerjemah kitab-kitab berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Hal ini pun menjadikan Al-Kindi sebagai al-murtajimul awwal (bapak penerjemah pertama). Al-Kindi menguasai berbagai bidang disiplin ilmu, dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.

Khusus di bidang filsafat, semula Al-Kindi tidak menemukan zauq (rasa) pengetahuan ini sebelum benar-benar terjun langsung dan menyelaminya sendiri. Namun pada akhirnya, Al-Kindi mengakui bahwa puncak pengetahuan adalah filsafat. Sementara dari sekian bahasan filsafat, filsafat ketuhanan (falsafah rabbaniyah) merupakan yang paling tinggi.

Masih menurut Al-Kindi, epistimologi pengetahuan ada tiga, yaitu indrawi (hissy), rasional (hakiki), dan illuminasi (iraqy). Yang pertama merupakan pengetahuan yang bersifat panca indera, hanya dapat dirasakan oleh alat-alat indera manusia. Pengetahuan ini menimbulkan banyak keraguan karena panca indera kita sangat terbatas.

Sedangkan, yang kedua, rasional, merupakan pengetahuan yang dapat dinalar oleh logika kemanusiaan. Pengetahuan ini memiliki konsep kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga nilai rasionalis dalam sebuah pengetahuan dapat dijadikan dasar dalam berbagai interaksi sosial. Akan tetapi kerasionalan (akal) manusia juga dibatasi oleh jangkauan logika kebenaran hakiki atau absolut.

Sedangkan yang ketiga, illuminasi (iraqy) adalah pengetahuan hakiki yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan terkhusus, yang sudah begitu dekat (taqarrub) kepada Tuhan. Kedekatan ini akan memunculkan ilham dan firasat kebenaran yang dapat menjadi dasar pengetahuan yang sesungguhnya, dan sebenar-benarnya. Ilham atau firasat adalah puncak pengetahuan yang hanya dapat dirasakan oleh orang-orang khusus dan tertentu.

Konsep Teologi Al-Kindi

Khusus kepada konsep filsafat teologi Al-Kindi, dijelaskan di dalam Kitab Baina al-Din wal al-Falsafati, halaman 51, bahwa agama (Islam) itu sendiri tidak menyelisihi filsafat. Bahkan antara agama dan filsafat saling memberikan perannya sendiri. Karena pengetahuan segala hal dengan kebenarannya merupakan pengetahuan Tuhan (Ilmu al-Rububiyyah), pengetahuan keesaan (Ilmu al-Wahdaniyyah), dan pengetahuan keutamaan atau kemuliaan (Ilmu Al-Fadhilah).

Melansir dari Stanford Encyclopedia, karya Al-Kindi yang paling penting adalah On First Philosophy. Itu adalah ‘filsafat pertama’ atau metafisika, studi tentang Tuhan. Al-Kindi secara erat mengaitkan keberadaan dengan kebenaran. Baginya, mengatakan bahwa Tuhan adalah penyebab semua kebenaran sama dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah penyebab semua makhluk.

Al-Kindi menjelaskan bahwa wujud Tuhan adalah eksistensi absolud dan hakikat. Sementara, eksistensi makhluk adalah wujud majazi yang keberadaannya disebabkan karena adanya wujud hakiki. Segala benda selain wujud (Tuhan) adalah ketiadaan atau keberadaan majazi yang disandarkan kepada hakikat wujud (eksistensi absolutly).

Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak memiliki hakikat dalam arti an-niyah maupun ma’hiyyah. Tuhan bukanlah benda, dan tidak termasuk benda yang ada di alam. Ia pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyah, karena Tuhan bukan merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Ia adalah unik, ia adalah Yang Benar Pertama (al-Haqq al-awal) dan yang Maha Benar (al-Haqq al-wahid). Ia hanya satu dan semata-mata satu. Selain dia mengandung arti banyak.

Ketuhanan dan Hakikat Kebenaran

Kebenaran adalah sesuainya apa yang ada dalam akal dengan apa yang ada diluar akal. Di alam ini terdapat benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca indera yang merupakan juz’iyyat yang tiada terhingga itu. Akan tetapi yang terpenting adalah hakikat yang terdapat di dalam juz’iyyat itu, yaitu kulliyyat, atau universal, definitif.

Tiap benda mempunyai dua hakikat. Pertama, hakikat sebagai jaz’iyy yang disebut an-niya. Kedua, hakikat sebagai kulliyah yang disebut ma’hiyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies. Itulah hakikat dari kebenaran universal yang menjadi konsep kebenaran Al-Kindi. Dalam beberapa konsep, Al-Kindi mengikuti filsafat Aristoteles termasuk dalam istilah yang digunakan. Namun, Al-Kindi memberi warna baru dalam kaitannya dengan Islam. Sehingga Al-Kindi menjadi pelopor utama dalam konsep filsafat Islam.

Selaras dengan konsep Al-Quran, bahwa dialogis ketuhanan filsafat Al-Kindi adalah hakikat kebenaran mutlak, yaitu al-Wujudul Awwal atau eksistensi puncak, Allah swt. Di dalam Al-Quran dijelaskan, “Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid: 3). Al-Kindi menjelaskan bahwa konsep filsafat Islam merupakan pokok ajaran yang harus dipahami oleh setiap orang Islam. Sebab dengan memahami filsafat Islam yang benar kita akan menyelami hakikat Tuhan yang sebenarnya.

Demikianlah sedikit penjelasan terkait dengan konsep filsafat ketuhanan Al-Kindi. Dalam sejarahnya, filsuf yang disebut-sebut sebagai bapak filsafat Islam, ini mengatakan bahwa belajar filsafat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Karena hanya, dan hanya, dengan pengetahuan filsafat seseorang akan menemui hakikat kebenaran. Meskipun pada kurun waktu setelahnya, di masa Khalifah Almutawakkil Alallah, Al-Kindi mengubah konsep kewajiban belajar filsafat menjadi tidak wajib lagi. Tentu saja hal ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi kehidupan di saat itu. Bahkan politik kebangsaan dapat menjadi dasar perubahan konsep dalam berbagai aspek hukum dalam kehidupan.

Wallahu A’lam bis-Showab! 

Multi-Page

Tinggalkan Balasan