Membaca Proses Kenabian dan Kerasulan Muhammad (6)

540 kali dibaca

“Lalu, Khadijah mengantarkan beliau menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abd al-Uzza, seorang penganut agama Nasrani dan banyak menulis Alkitab (Injil) dalam bahasa Ibrani. Umurnya sudah sangat tua, juga buta. Khadijah meminta kepadanya untuk mendengarkan berita tentang peristiwa yang dialami beliau.” (lanjutan hadis).

Bahwa ketika Rasulullah merasakan beban berat dari mimpi-mimpinya dan menceritakannya kepada Khadijah, Allah melapangkan dadanya dan memeliharanya dari sikap ingkar sehingga ia menenangkan suaminya dengan mengatakan, “Suatu tanda kebaikan.” Kemudian beliau juga pernah menceritakan bahwa dadanya dibelah lalu dicuci, dibersihkan, dan ditutup kembali seperti sedia kala. Ia berkata, “Ini benar-benar suatu pertanda kebaikan. Maka, bergembiralah!”

Advertisements

Allah melapangkan dada Khadijah untuk percaya dan memeliharanya dari sikap ingkar. Ini semakin memperkuat asumsi bahwa Allah telah mempersiapkan Khadijah untuk menghadapi segala macam pengalaman pahit dan cobaan berat yang akan dialami oleh suaminya selama masa peralihannya menjadi Nabi dan Rasul.

Demikianlah, kebesaran dan keagungan pribadi Sayyidah Khadijah. Tanda lainnya, sebagaimana tertera dalam hadis di atas dan sebagai lanjutan dalam tulisan sebelumnya, Khadijah mengantarkan beliau kepada Waraqah, sepupu Khadijah.

Pertanyaannya, kenapa Waraqah? Bukan pamannya yang lain?

Keputusan Sayyidah Khadijah mengantar Nabi Muhammad menemui Waraqah adalah tindakan yang paling tepat dan yang terbaik. Andaikan itu perempuan lain, atau perempuan biasa seperti perempuan zaman ini, ia akan melakukan salah satu dari dua kemungkinan; menyembunyikan kejadian yang dialami suaminya lalu membiarkan dirinya dan suaminya dirundung ketakutan dan kebingungan, atau mungkin pergi menemui pamannya Amr bin Abdul Uzza, yang dahulu hadir dan menjadi wali dalam pernikahan Khadijah dan Muhammad, lalu menceritakan peristiwa yang dialami keluarganya untuk meminta bantuan.

Pada umumnya dua orang biasa yang menjadi pengantin baru, ketika mengalami peristiwa ganjil, ia akan ketakutan dan berupaya menyembunyikan peristiwa itu, atau datang kepada orang tua, mertua atau paman, sanak kerabat untuk meminta bantuan. Sekali lagi, ia adalah Khadijah, bukan perempuan biasa. Tindakannya pun tidak ceroboh dan gegabah, melainkan penuh perhitungan dan akurat.

Khadijah ternyata tidak melakukan dua kemungkinan tadi. Ia memilih datang menemui Waraqah sebagai satu-satunya orang yang bisa dimintai pendapat terkait perkara dahsyat yang dialaminya bersama suaminya, Muhammad.

Pertanyaan ulang, mengapa harus Waraqah?

Beberapa kepribadian Waraqah telah disinggung dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Kami akan menyinggung ulang terkait alasan mengapa Khadijah memilih Waraqah, dan ini akan memperkuat argumen bahwa pilihan Khadijah ini sangat tepat. Tentu, Khadijah sudah mengetahui sosok yang bernama Waraqah ini, sehingga pilihan dijatuhkan kepadanya.

Dikisahkan, kakek Nabi Muhammad, Abdul Muthalib, pernah merasa kehilangan Muhammad kecil dan merasa cemas dengan kejadian itu. Ternyata, Waraqah-lah yang menemukan dan mengantarkan Muhammad kecil kepada Abdul Muthalib.

Waraqah masih saudara dengan Khadijah, tepatnya sepupu, dari jalur ayah. Ayah Waraqah yang bernama Naufal bersaudara kandung dengan ayah Khadijah yang bernama Khuwailid. Amr bin Abdul Uzza sendiri adalah saudara kandung Khuwailid. Artinya Amr adalah pamannya Khadijah.

Masyhur bahwa Waraqah adalah pencari agama lama, al-Haanifiiyah, agama Nabi Ibrahim dan ini yang disepakati banyak ahli sejarah. Meski di dalam hadis disebutkan bahwa Waraqah adalah pemeluk agama Nasrani, beberapa pakar sejarah meragukan keabsahannya. Sedangkan, perihal penguasaannya atas bahasa Ibrani sudah disepakati oleh kalangan ahli sejarah. Dibenarkan pula bahwa Waraqah membaca kitab-kitab suci yang ditemukannya, baik Taurat maupun Injil.

Tertera dalam hadis di atas bahwa umurnya waktu itu sudah sangat tua, juga buta. Logika sejarahnya, bahwa orang yang sudah sangat sepuh akan meningkat baik budinya, jauh dari sifat-sifat hasad dan dengki. Apalagi dengan keilmuannya yang luas dan penganut agama Ibrahim.

Selain yang disebut, ternyata Waraqah menjadi salah satu pendukung atas pernikahan Khadijah dan Muhammad.

Berdasar pertimbangan-pertimbangan demikianlah, Khadijah dengan pemeliharaan Allah, kelapangan dada dan kecerdasannya, memilih untuk mengajak suaminya tercinta, Muhammad, menemui Waraqah.

Lalu, babak apalagi yang akan menimpa Muhammad saat menemui Waraqah dan sesudah bertemu dengannya? Apakah Muhammad mendapat pencerahan dan ketenangan, atau justru semakin bingung dan ketakutan? Tulisan selanjutnya dan yang terakhir akan menjawabnya.

Multi-Page

2 Replies to “Membaca Proses Kenabian dan Kerasulan Muhammad (6)”

Tinggalkan Balasan