Maulidan di Ma’had Aly Nurul Qarnain Dihadiri Ulama Lebanon

1,347 kali dibaca

Senin, 18 Oktober 2021, Ma’had Aly Nurul Qarnain Sukowono, Jember, Jawa Timur menyelenggarakan Dauroh Internasional dalam rangka merayakan Maulid Nabi Muhammad.  Dauroh Internasional kali ini mengusung tema “Momentum Maulid Nabi sebagai Upaya Meneladani Akhlak Rasulullah Saw” yang menghadirkan Syaikh Fadi Fuad Alamuddin, ulama dari Beirut, Lebanon.

“Harapan kami, sepulangnya dari acara ini nanti para mahasantri Ma’had Aly Nurul Qarnain dapat tambahan ilmu tentang sirah kehidupan Nabi Muhammad. Tak hanya mendapatkan ilmunya, tetapi semoga seiring petunjuk Allah, mahasantri sekalian diberi kemampuan untuk meneladani beliau sang pemilik syafaat,” harap KH. Badut Tamam selaku Mudir Ma’had Aly Nurul Qarnain.

Advertisements

Dauroh Internasional yang berlangsung di Auditorium KH Yazid Karimullah ini tidak hanya diikuti oleh mahasantri Ma’had Aly, tetapi juga diikuti santri mukim yang sekolah di tingkat pendidikan lain, seperti siswa Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah Takmiliyah, Madrasatul Qur’an, Madrasah Diniyah Muadalah Tsanawiyah, Madrasah Diniyah Muadalah Aliyah, dan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syariah.

“Tak hanya santri yang berstatus sebagai mahasantri Ma’had Aly dan siswa dari lembaga pendidikan lain yang ikut dauroh ini, tetapi mayoritas asatiz, pengurus pesantren, dewan guru, serta dosen juga ikut gabung dalam acara ini,” papar Uastaz. Jamil Khan, Katib Ma’had Aly Nurul Qarnain.

Dauroh yang dihadiri lebih dari seribu peserta ini berlangsung kurang lebih selama tiga jam. Dimulai pukul 08.30 WIB dan selesai pukul 10.45 WIB. Peserta sangat antusias menyimak uraian demi uraian yang disampaikan oleh Syaikh Fadi Fuad Alamuddin, ulama dari Beirut, Lebanon.

Di antara uraian yang disampaikan adalah tentang hadis Nabi Muhammad:

أَخْبَرَنَا عُتْبَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ أَنْبَأَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ فِي خُطْبَتِهِ يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ يَقُولُ: “مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ”

Menurutnya, makna bidah dalam hadis Nabi tersebut adalah bidah yang bertentangan dengan syariat atau tidak ada nash-nya dalam syariat. Artinya, tidak semua bidah dikategorikan sebagai bid’ah dhalalah (sesat). Hal ini bisa dibuktikan dengan salah satu contoh; setiap Nabi salat, tepatnya ketika i’tidal, Nabi membaca:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

Kemudian, suatu ketika ada salah satu sahabat yang bermakmum kepada Nabi, lalu menambah bacaan:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Setelah selesai salat, Nabi bertanya: Siapa yang mengucapkan tadi itu? Salah seorang sahabat itu menjawab: Aku. Nabi bersabda: Aku melihat lebih 30 malaikat berlomba-lomba bersegera kepadanya. Para malaikat berebut menjadi yang pertama untuk menulisnya. Nabi tidak pernah berkata: Aku tidak pernah mengajarkan ini, aku tidak pernah memerintahkannya.

“Berdasarkan cerita di atas, dapat disimpulkan bahwa perkara yang sebelumnya tidak pernah dilakukan Nabi, belum tentu masuk kategori bid’ah dhalalah,” jelas Syaikh Fadi Fuad.

Dalam dauroh yang bekerja sama dengan Yayasan Syahamah dan Aswaja NU Center for Internasional PCNU Jember ini, Syaikh Fadi Fuad juga menjelaskan hadis Nabi:

مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ .ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Menurutnya, intisari dari hadis tersebut adalah orang yang mengerjakan sunah yang baik akan mendapat pahala dan pahala orang lain yang mengamalkannya. Orang yang melakukan sunah buruk akan mendapat dosa serta dosa orang lain yang melakukannya.

“Selama perbuatan itu baik dan tidak bertentangan dengan syariat, maka tidak masalah untuk dilakukan,” tegas beliau lagi.

Tidak luput dari pembahasan beliau adalah hadis Nabi:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Yang dimaksud dengan perbuatan yang ditolak ini adalah perbuatan yang tentunya bertentangan dengan syariat Islam,” imbuh beliau.

Syaikh Fadi Fuad menerangkan pula bahwa Imam Syafi’i membagi bid’ah menjadi dua macam, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Sedangkan Imam Nawawi membagi bid’ah menjadi lima, yaitu: wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.

Sebelum mengakhiri uraiannya, Dosen Global University Beirut Lebanon ini menyampaikan kepada audiensi, “Surga memiliki kunci. Kuncinya adalah Islam. Maka, nikmat terbesar seorang muslim adalah saat wafat, ia membawa Islam.”

Multi-Page

Tinggalkan Balasan