Maleman, Tradisi Orang Madura Menyambut Lailatur Qodar

904 kali dibaca

Bulan Ramadan merupakan bulan yang kedatangannya sangat ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Bulan Ramadan merupakan bulan yang mulia, dan Allah memberi anugerah kepada umat Nabi Muhammad SAW dengan bulan penuh ampunan.

Di bulan Ramadan orang Islam diwajibkan perpuasa, menahan diri dari makan, minum, dan dari hal-hal yang membatalkan puasa serta memperbanyak amalan-amalan sunah dua kalilipat dari bulan-bulan lainnya. Agar orang Islam itu masuk dalam golongan orang-orang yang bertakwa.

Advertisements

Pada bulan Ramadan terdapat suatu malam yang amat istimewa bagi umat Islam, di mana pada malam itu orang-orang yang melakukan ibadah dengan ikhlas dan khusuk hanya mengharap rida Allah, maka nilai ibadahnya lebih baik dari ibadah selama seri bulan di luar malam itu. Iya, malam itu kita kenal dengan sebutan Lailatul Qadar.

Al-Qur`an menyebutkan bahwa pada malam itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu malaikat-malaikat, termasuk malaiat Jibril as, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nab Muhammad itu, turun ke bumi. Malaikat Jibril pernah berjanji sewafat Nabi dia tidak akan pernah turun lagi ke bumi. Namun, demi keagungan malam Lailatur Qadar dengan izin Allah, ia bersedia turun lagi ke bumi sampai fajar menyingsing demi menyampaikan salam kepada orang-orang yang beribadah dan bermuwajjahah kepada Allah.

Dalam menyambut Laitalur Qadar ini, orang Madura melakukan tradisi “Maleman”. Dalam tradisi Maleman, orang Madura biasanya mengundang saudara, sanak famili, dan para tetangga ke rumahnya untuk melakukan buka bersama.

Kata “Maleman” berasal kata “malem” yang artinya adalah malam. Maksud dengan maleman adalah malam Lailatul Qadar. Maksud dari adanya maleman adalah bersedekah makanan berbuka kepada orang yang berpuasa pada saat malam Lailatul Qadar. Mereka bersedekah makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa dengan harapan mendapat ridha Allah sebagaimana yang diajarkan Nabi serta mengharap pahala sedekah lebih dari seribu bulan di luar malam Lailatur Qadar.

Umumnya tradisi maleman dimulai pada tanggal 21 Ramadan. Penyelenggaraan maleman dipastikan dilaksanakan pada tanggal-tanggal ganjil. Sebab menurut ulama dan orang-orang saleh malam Lailatur Qadar kemungkinan besar akan jatuh pada tanggal ganjil di dalam 10 terakhir bulan Ramadan.

Memang, datangnya Lailatur Qadar merupakan sebuah mesteri yang tidak dapat diprediksi. Namun, orang Madura berupaya mendapatkan Lailatul Qadar itu dengan melakukan sedekah makanan berbuka puasa dari tanggal 21, 23, 25, dan 27 Ramadan dengan mengundang saudara dan sanak famili secara bergantian di rumah masing-masing.

Namun seiring dengan tingginya populasi orang Madura khsusnya di pedesaan, maleman belakangan ini sudah dimulai sejak tanggal 1 Ramadan. Hal itu dilakukan karena tidak mungkin dalam waktu empat malam dari tanggal 21 sampai 27 Ramadan orang-orang melaksanakan maleman secara serentak. Lalu siapa orang yang mau hadir ke undangan maleman tetangganya, toh di rumahnya sendiri juga melaksanakan maleman.

Lantas kenapa tidak ada orang yang melaksanaan maleman pada tanggal 29 Ramadan? Tanggal 29 Ramadan biasanya orang Madura melaksanakan “Telasan Sarab” artinya lebaran serabih. Hal itu ditandai dengan pembuatan serabih di rumah masing-masing untuk dibagikan kepada para tetangga dan ke masjid-masjid atau musala agar bisa dinikamati oleh orang yang baru selesai salat tarawih dan tadarus Al-Qur`an.

Itulah tradisi “maleman” menurut orang Madura yang hingga saat ini masih eksis dijalankan secara turun temurun.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan