Madu Dunia dan Ulama Masa Kini

936 kali dibaca

Kata ulama adalah bentuk jamak dari ism fail aalimun, berasal dari kata alima-ya’lamu, yang mempunyai arti orang yang mengetahui. Dalam Al-Qur’an, ulama dicirikan sebagai hamba yang paling bertakwa kepada Allah.

Namun, kenyataannya, ada ulama yang hanya bertakwa kepada harta benda dengan menjadikan agama sebagai barang dagangan. Sejatinya, ulama itu mencerdaskan umat, membimbing umat agar tidak terjerumus ke jalan kesesatan. Namun, kenyataanya, ada di antara mereka justru memanfaatkan legitimasinya untuk mengejar popularitas dan mengeruk keuntungan dunia.

Advertisements

Karena kecenderungan itu, Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum ad-Din membagi ulama menjadi dua golonga. Ada ulama al-akhiroh dan juga ulama su’.

Ulama al-akhiroh, menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulum ad-Din, adalah ulama yang tidak memakan kenikmatan dunia dengan agama, tidak mengobral akhirat dengan dunia. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui betapa mulianya negeri akhirat dan rendahnya dunia.

Mereka berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah bukan untuk mengambil keuntungan darinya, tetapi untuk mencerahkan umat. Karena Nabi Muhammad mencerahkan umat dari kegelapan dengan petunjuk Al-Qur’an (al-Huda) dan tidaklah bebicara seorang Nabi kecuali Allah membimbingnya dengan wahyu. Karena, sejatinya, ulama yang menjadi pewaris nabi adalah ulama yang harus menguasai Al-Qur’an serta as-Sunnah.

Ulama al-akhiroh tidak memberikan ilmunya kecuali dengan ikhlas tanpa meminta imbalan. Karena mereka yakin, tidak ada imbalan yang terbaik kecuali imbalan yang diberikam oleh Allah. Ilmu yang mereka punya menjadikan mereka semakin takut kepada Allah. Menurut Al-Qur’an: Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.”

Ilmu ulama al-akhiroh bermanfaat dan memanfaatkan. Mereka terus berupaya agar ilmunya bermanfaat bagi umat agar tidak sia-sia ilmu yang selama ini mereka cari. Ilmunya tidak hanya bermanfaat saat di dunia saja, tetapi juga mengantarkannya ke akhirat. Akhirat itu mulia. Tidak semua orang akan diberikan akhirat oleh Allah. Hanya orang yang bersungguh-sungguh, tekun, dan ikhlas akan memperoleh kebahagiaan di akhirat..

Sebaliknya, ulama su’ dicirikan oleh Imam al-Ghazali sebagai ulama yang mempergunakan ilmunya demi harta benda semata. Jika ia mempunyai ilmu, ia bangga dengan keilmuaannya. Jika ia memiliki pengikut yang banyak, ia menyombongkan diri.

Sufyan bin Uyaynah berkata, “Orang yang rusak dari kalangan kami, maka ia lebih mirip dengan orang Yahudi. Dan orang yang rusak dari ahli ibadah kami, maka ia lebih mirip dengan orang Nasrani. Penulis mengumpakan ulama su’ dengan para pendeta Yahudi dan Nasrani dengan argumen yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang alim dan rahib-rahib benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih,”

Mereka (ulama su’) seperti rahib-rahib Kristiani Katolik pada Zaman Kegelapan Eropa (1330 M) yang merampas hak-hak proletar demi kepentingan para ksatria atas nama Tuhan dan gereja. Jika para proletar berbeda pandangan dengan gereja, maka mereka dianggap sebagai orang yang menyimpang. Padahal, keduanya itu sama saja penyimpangannya dari Tuhan. Demikian juga, ulama su’ menyembunyikan ayat-ayat Allah agar popularitasnya tidak hilang. Mereka takut melawan penguasa-penguasa yang zalim karena takut hilang mata pencahariannya.

Pada abad ke-5 SM, muncul kaum sofis yang sangat lincah dalam berfilsafat, juga beretorika, pun mahir dalam mengajar musik, olahraga, dan matematika. Semua itu mereka lakukan hanya demi kepentingan dunia semata. Sama halnya seperti Sofis, mereka (ulama su’) hanya pandai berbicara tanpa isi, beretorika tanpa aksi. Keilmuan mereka tidak berguna kecuali hanya membuat mereka semakin jauh dari Allah. Ilmu mereka tidak bemanfaat dan tidak juga mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam memohon kepada Allah dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Mereka itulah orang-orang yang Allah azab sebab harta-harta yang mereka dapatkan dengan cara menjual ayat-ayat Tuhan, mencampuradukkan kebatilan dengan kebenaran, dan menutupi kebenaran dengan kebatilan ataupun sebaliknya demi kepentingan yang rendah. Dalam hal ini, Allah memberikan ancaman bagi mereka (ulama su’) agar jangan sampai  mereka melampaui ketetapan-ketetapan yang telah Allah tetapkan kepada mereka.

Ulama-ulama seperti itu tidak bisa dijadikan referensi dan panutan bagi umat. Justru, malah akan membawa umat semakin terperosok dalam jurang kegelapan, terseret dalam kebingungan, abadi dalam kebodohan. Oleh karena itu, kita patut berhati-hati terhadap ulama su’, karena ulama yang demikan itu dapat menggiring kita ke dalam neraka jahanam. Wallahu a’lam bi al-Showab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan