Korelasi Ilmu dan Adab dalam Perspektif Islam

2,733 kali dibaca

Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan (dan informasi), ia akan menguasai dunia. Begitu penting dan stragisnya ilmu, sejak dini Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Bahkan, Islam mewajibkan umatnya menuntut ilmu dan memberikan kedudukan yang istimewa kepada orang-orang berilmu (ulama).

Rasulullah Saw bersabda:

Advertisements

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah Nomor 224).

Seorang muslim diwajibkan menuntut ilmu karena orang berilmu memiliki banyak keutamaan. Seorang muslim yang menuntut ilmu dan berilmu juga dijanjikan pahala oleh Allah. Misalnya, derajat orang berilmu ditinggikan, seperti dalam firman Allah SWT:

يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ

Artinya: “Niscaya Allah akan mengangkat derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”(Al-Mujadalah: 11).

Dan dalam hadits Rasulullah juga disebutkan bahwa orang yang berilmu, kemudian mengajarkan ilmunya kepada orang lain, akan selalu diberi ganjaran pahala walaupun ia telah meninggal dunia.

“Jika manusia meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariahnya, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Bukhori dan Muslim).

Dan pada hadits lain juga dijelaskan bahwasanya orang yang pergi menuntut ilmu akan dimudahkan jalannya menuju surga. Rasulullah bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ

Artinya: “Barangsiapa yang berjalan pergi menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surge.” (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (Nomor 3641), at-Tirmidzi (Nomor 2682), Ibnu Majah (Nomor 223), dan Ibnu Hibban (Nomor 80—al-Mawaarid).

Ilmu tanpa Adab

Namun begitu, meskipun menuntut ilmu diwajibkan dan orang berilmu diberi banyak keutamaan, Islam juga mengajarkan akan pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Dan dalam memperoleh suatu ilmu itu, seorang pelajar atau ilmuan harus menyelaraskan antara ilmu yang ia miliki dengan adab, supaya ilmu yang diperoleh tidak membuatnya menjadi seorang yang sombong, takabur, dan ujub atas perolehan ilmunya.

Dalam hal ini, fungsi adab bagi seorang yang berilmu ialah sebagai batas-batas atau pagar dalam mengamalkan ilmunya pada aspek kehidupan sehari-hari dan juga sebagai penuntun menuju hakikat dan keberkahan ilmu yang ia miliki.

Begitu pentingnya adab dalam diri seseorang, sehingga seorang ulama pernah berkata, “Belajar satu bab adab lebih baik daripada engkau belajar 70 bab ilmu.”

Terdapat kisah, suatu hari Ubay bin Ka’ab sedang menunggu kendaraan untuk bepergian. Mengetahui hal ini, maka Ibnu Abbas (saudara sepupu Nabi) segera mengambil hewan tunggangannya dan mempersilakan Ubay bin Ka’ab untuk menaikinnya. Adapun, Ibnu Abbas sendiri berjalan mengiringinya.

Maka, berkatalah Ubay bin Ka’ab kepadanya, “Apa ini, Wahai Ibnu Abbas?”

Ibnu Abbas menjawab, “Beginilah kami diperintahkan untuk meghormati ulama kami.”

Ketika turun Ibnu Abbas dari kendaraannya, Ubay bin Ka’ab mencium tangannya. Lalu, Ibnu Abbas bertanya, “Apa ini?”

Ubay bin Ka’ab menjawab, “Begitulah kami diperintahkan untuk menghormati keluarga Nabi kami.”

Mengenai pentingnya masalah adab ini, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

وأدب المرء عنوان سعادته وفلاحه. وقلّة أدبه عنوان شقاوته وبواره

فما استجلب خير الدّنيا والآخرة بمثل الأدب ولا استجلب حرمانها بمثل قلّة الأدب.

Artinya: “Baiknya adab seorang hamba adalah tanda kebahagiaan dan keberuntungannya. Sedangkan, buruknya adab seorang hamba adalah tanda kesengsaraan dan kebinasaannya. Tidak ada sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat yang semisal dengan adab yang baik, dan tidak pula ada sesuatu yang bisa menghalangi kebaikan dunia dan akhirat yang semisal dengan adab yang buruk.” (Madarijus Salikin: 2/407.)

Bahkan, Nabi Muhammad yang maksum atau terbebas dari kesalahan, pun masih berdoa supaya dianugerahi akhlak yang mulia. Doa Nabi seperti ini: “Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim Nomor 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib).

Dalam Islam, adab merupakan fondasi agama. Orang yang beradab akan dicintai masyarakat dan orang yang berada disekelilingnya. Orang yang tidak beradab hidupnya tidak diberkahi Allah dan ilmunya juga tidak akan berkah dan bermanfaat.

Hidup di era masa kini, kita berada pada suatu zaman yang mengalami degradasi moral dan mengabaikan adab. Banyak dari kita hanya mengutamakan ilmu, memperbanyak hafalan dalam menuntut ilmu, atau sekadar membaca, namun meremehkan adab atau sopan santun. Padahal, ilmu tanpa adab adalah kesia-siaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Utsaimin Rahimahullah:

طالب العلم : إذا لم يتحل بالأخلاق الفاضلة فإن طلبه للعلم لا فائدة فيه

Artinya: “Seorang penuntut ilmu, apabila tidak menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang mulia, maka tidak ada faedah menuntut ilmunya.” (Syarhul Hilyah, hal. 7).

Namun demikian, bukan berarti seseorang dituntut hanya beradab, kemudian mengabaikan pentingnya ilmu. Karena, antara adab dan ilmu  mempunyai korelasi yang tidak dapat dipisahkan. Yusuf bin Al husain rahimahullah berkata: “Dengan adab, engkau akan memahami ilmu. Dan dengan ilmu, amalanmu menjadi benar.” (Al Iqtidhaul Ilmi Amal, hal 31).

Dan seorang penyair juga berkata, “Carilah ilmu dan perindahlah cara menuntutnya. Dan ilmu tidaklah dapat diraih kecuali dengan adab.” (disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Al jami’ Nomor 997).

Jadi, antara ilmu dan adab tidak bisa dipisahkan. Seseorang tidak boleh hanya mementingkan ilmu, kemudian meninggalkan adab dan akhlak. Dan begitu juga sebaliknya, seseorang tidak boleh hanya mementingkan adab, kemudian meninggalkan ilmu. Hal ini seperti diungkapkan Abu Zakariya An Anbari rahimahullah:

علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد

Artinya: “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh.” (Adabul Imla’ wal Istimla’, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi ).

Multi-Page

Tinggalkan Balasan