Kitab Burdah, Kitab Selawat Penuh Keramat

2,341 kali dibaca

Bukan hal yang asing jika umat Islam akrab dengan Kitab Burdah. Kitab yang dikarang oleh Imam Muhammad al-Bushiri ini banyak digemari oleh Muslim se-dunia karena menyajikan pujian dan senandung cintanya kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Dalam tataran isinya, Kitab Burdah berciri khas bait-bait syair dengan satu baitnya berisi empat baris. Kendati tergolong kitab syair, namun isinya adalah riwayat hidup dan pujian kepada Nabi SAW.  Bisa dibayangkan, ketika ulama lain mengarang Sirah Nabawiyah dengan berjilid-jilid, Imam Bushiri mampu merangkumnya hanya dalam 160 bait.

Advertisements

Masyhur para ulama sepakat bahwa Burdah bukanlah sembarang kitab. Artinya, kitab ini memiliki kandungan esoteris yang isinya bersifat sakral—mampu mengantarkan para pembacanya untuk wushul kepada Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Lain hal, sebagai salah satu bukti kekeramatannya, Kitab Burdah tak pernah lekang oleh zaman. Bisa dibayangkan, Imam al-Bushiri mengarang kitab ini dalam kurun abad ke-12 Masehi alias sudah berumur 9 abad lamanya. Bukan malah semakin hilang dari pusaran kebudayaan orang Islam, Kitab Burdah justru tetap lestari dan kian tersebar ke berbagai penjuru daerah Muslim. Itu semua bukan tak lain karena Kitab Burdah mendapat keridaan Allah SWT.

Penulis buku Syarah Kitab Burdah ini, KH Kuswaidi Sayfi’i, dalam salah satu ceramahnya menuturkan bahwa Imam Bushiri bukanlah sembarang orang. Ia merupakan tokoh sufi dan wali agung. Hal tersebut bisa dilacak dari sanad keilmuan yang diperolehnya.

Imam Bushiri termasuk salah satu murid kesayangan Syekh Abul ‘Abbas al-Mursi —ulama yang dikenal sebagai wali qutb. Sementara itu, Syekh Abul ‘Abbas al-Mursi sendiri adalah murid kinasihnya Imam Abu Hasan as-Syadzili yang merupakan wali agung pendiri tarekat Syadziliyah.

Enigma di atas selaras dengan kaidah yang dipegang erat oleh orang-orang tasawuf. Yakni, ketika seorang waliullah punya murid, maka muridnya dengan pasti akan menjadi wali. Oleh sebab itu, saat Imam al-Bushiri menulis Kitab Burdah, dengan pasti beliau dalam bimbingan dan petunjuk Allah SWT sehingga huruf per huruf yang dituliskannya mengandung pancaran ruh ilahiyah.

Berkelindan dengan hal tersebut, banyak orang yang mengaku ketika sudah rutin membaca Kitab Burdah, urusan-urusan dunianya cepat teratasi. Seakan-akan, Kitab Burdah menjelma sebagai kunci dalam merayu dan mengetuk rahman serta rahimnya Allah SWT.

KH Kuswaidi Syafi’i juga menegaskan bahwa jika hanya membuat syair-syair cinta, semua orang bisa. Namun, menulis bait-bait yang mengandung isi dengan tingkat sastra yang mumpuni, serta tak lekang oleh zaman, hanya sedikit orang yang mampu. Hanya orang-orang yang mendapat rida Tuhan-lah yang bisa berbuat demikian.

Melacak pujian Kitab Burdah terhadap mulianya Nabi SAW, misalnya dapat dilihat pada bait ke-80 yang artinya, “Tidaklah perjalanan waktu menikam kepedihan kepadaku, dan aku berlindung kepada Sang Nabi SAW kecuali aku mendapat pembebasan yang tidak terkalahkan dari beliau.”

KH Kuswaidi Syafi’i menjelaskan bahwa orang yang memiliki kedekatan secara substansial (spiritual) kepada Kanjeng Nabi SAW, maka secara otomatis akan mendapat pertolongan dan rahmat dari Allah SWT. Bagaimana tidak, beliau adalah kekasih Allah sehingga tidak mungkin Allah SWT menelantarkan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan kekasih-Nya.

Perihal mukjizat menjelang kelahiran Nabi, Imam Bushiri cukup jelas menuturkannya dalam bait ke-60. Yakni, “Pada hari dilahirkannya Sang Junjungan SAW, para penduduk Persia merasakan adanya firasat bahwa sesungguhnya mereka telah diingatkan dengan datangnya malapetaka dan kepedihan.”

Sebelum datangnya Islam ke Persia, daerah tersebut dikenal dengan masyarakat dan kerajaannya yang menjadikan api sebagai sesembahan. Namun saat-saat kelahiran Kanjeng Nabi, api yang sudah ribuan tahun menyala itu tetiba langsung padam.

Bahkan, raja Persia yang bernama Nusyirwan mengalami mimpi aneh. Di dalam mimpi itu, ia menyaksikan banyak sekali kuda Arab yang memenuhi kota-kota. Kuda itu begitu gagah menggiring dan mengeluarkan unta-unta dari berbagai negeri.

Kuda dalam mimpi raja tersebut merupakan perlambang sahabat Nabi SAW yang di masa-masa selanjutnya mampu menaklukkan dan mengislamkan Kerajaan Persia berikut dengan penduduk negerinya.

KH Kuswaidi Syafi’i menjelaskan bahwa itu semua merupakan perlambang bahwa kelahiran Sang Nabi adalah terbitnya cahaya. Tidak mungkin cahaya dan kegelapan dapat hidup berdampingan. Cahaya akan selalu menyinari kegelapan sehingga tidak ada satu pun secercah titik yang gelap.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW adalah seseorang yang dapat menyembuhkan beragam penyakit, entah penyakit jasmani atau rohani. Hal tersebut tergambarkan dalam bait yang ke 85. “Betapa sering telapak tangan Sang Nabi menjadi sebab bagi kesembuhan orang yang sakit. Betapa sering juga telapak tangan Sayyidul Wujud itu membebaskan orang dari belenggu dosa-dosa.”

Maksudnya ialah bahwa Nabi merupakan dokter paling dokter di antara seluruh dokter yang ada di dunia ini. Baik dalam pengertian secara lahiriah maupun batiniah.

Misalnya saat di Perang Badar, Abu Jahal menebas tangan Mi’wadz bin ‘Afra. Tak tanggung-tanggung, tangan tersebut betul-betul terputus menjadi dua bagian. Mi’wadz lalu membawa potongan tangan itu dan menghadap pada Kanjeng Nabi. Oleh beliau langsung disambung sebagaimana semula, tanpa cacat sedikitpun.

Data Buku

Judul Buku      : Airmata Darah untuk Pangeran Madinah, Sebuah Syarah Ringkas terhadap Kitab        Burdah.
Penulis             : KH Kuswaidi Syafi’i
Penerbit           : DIVA Press
Cetakan           : Pertama, April 2022
Tebal Buku      : 360 halaman

Multi-Page

Tinggalkan Balasan