Kearifan Kiai Habib

6,930 kali dibaca

Orang di desa itu sering menyebutnya Kiai Habib. Semula aku mengira nama kiai itu Habib. Ternyata dia adalah seorang Habib dengan marga Alaydrus. Dalam manaqib Habib Abdullah bin Abubakar Alaydrus disebutkan bahwa Habib Abubakar adalah orang yang pertama kali menggunakan  gelar Alaaydrus. Nama lengkap beliau adalah al-Imam al-Habib Abudllah bin Abubakar As-Syakran bin Abdurrahman Asegaf, yang sering disebut sebagai Faqih Muqaddan Tsaani. Ini artinya, semua habib yang bermarga Alaydrus merupakan keturunan dari Habib Abdullah bin Abubakar As-Syakran. Dengan demikian, Kiai Habib yang bermarga Alaydrus memang benar-benar seorang habib.

Sebenarnya, nama asli Kiai Habib adalah Habib Abdullah bin Muhammad bin Abubakar Alaydrus. Namun, saking terkenalnya dengan sebutan Kiai Habib, hampir tidak ada orang yang tahu nama asli sang habib. Ini terjadi karena sikap rendah hati dan akhlaknya yang sangat mulia. Meskipun seorang habib, beliau tetap berpenampilan sebagaimana layaknya masyarakat Nusantara, baik dalam berpakaian maupun dalam pergaulan.

Advertisements

Sebagai seorang habib, beliau memiliki privelese sosial tinggi di kalangan masyarakat Nusantara. Karena, bagi masyaraat Nusantara, habib dipandang sebagai orang suci, terhormat, dan mulia. Karena posisi itulah masyarakat awam merasa jengah untuk bisa menjangkau dan didekati secara fisik, berbicara secara bebas, apalagi sampai  bisa bercanda. Pandangan ini muncul sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan masyarakat Nusantara kepada habaib sebagai keturunan Nabi Muhammad.

Tatapi kelihatannya hal itu tidak berlaku bagi Habib Dullah. Sepertinya beliau ingin mengubah pola hubungan antara habaib dan rakyat yang berjarak itu, tanpa harus menghilangkan pandangan masyarakat yang memuliakan habaib. Beliau memangkas jarak dan menjebol sekat sosial dengan cara bersikap egaliter dan terbuka. Beliau turun ke bawah, mendekati umat dengan melepas segala atributnya sebagai seorang habib agar masyarakat awam tidak segan mendekatinya.

Sikap tidak membeda-bedakan derajat sosial dalam pergaulan ini juga diajarkan pada anak-anaknya. Setiap ada tamu atau bertemu orang, maka Habib Dullah selalu menyuruh anaknya mencium tangan orang yang lebih tua, meskipun orang tersebut dari golongan rakyat jelata yang bukan habib. Bahkan waktu menikahkan anaknya, Habib Dullah tidak menggunkan adat dan busana Arab, tetapi menggunakan adat dan busana Nusantara dari Aceh. Padahal, besannya juga dari keturunan Arab, bukan dari keturunan akhwal (non-Arab).

Mungkin karena sikapnya yang sangat menghormati budaya Nusantara dan laku hidupnya yang melebur dengan masayrakat inilah yang membuat Habib Dullah lebih dikenal dengan sebutan Kiai Habib. Karena beliau lebih dikenal sebagai seorang kiai daripada sebagai habib. Suatu sebutan yang secara sosiologis-antropologis terlihat akulturatif-sinkretik, karena memadukan budaya Jawa (kiai) dengan budaya Arab (habib). Suatu panggilan yang sering menimbulkan salah paham, karena banyak yang mengira Habib adalah nama dari sang kiai.

Tidak hanya itu, Kiai Habib juga dikenal sebagai sosok dermawan. Hampir setiap bulan beliau menghabiskan lebih dua ton beras dan 50 kambing untuk sedekah, dibagikan kepada kaum miskin. Kegiatan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan tidak pernah diketahui publik kecuali orang-orang terdekatnya saja. Bahkan, banyak di antara penerima sedekah tidak mengetahui kalau yang memberi sedekah adalah Kiai Habib.

Selain dikenal sebagai sosok yang bijak dan dermawan, Kiai Habib juga dikenal sebagai sosok yang alim dan memiliki kelebihan spiritual. Bahkan banyak yang menganggap beliau adalah seorang wali, karena doanya yang maqbul dan kemampuannya menyingkap hal-hal gaib (khowas). Banyak orang yang sudah berhasil ditolong oleh Kiai Habib melalui doa dan nasihatnya. Meski demikian, beliau tidak pernah mau menerima sepeser pun uang dari orang yang sudah ditolongkannya. Seringkali beliau bilang bahwa tidak layak seorang habib menerima uang dari umat. “Habib itu harus bisa membantu umat, kalau perlu kasih makan dan uang pada umat, bukan malah membebani umat,” demikian kata Kiai Habib

Yang menarik, meski Kiai Habib memiliki kemampuan lebih di bidang spiritual, namun beliau tidak pernah menonjolkan diri dengan bersikap aneh dan membuat pernyataan kontroversial yang bisa membuat suasana gaduh. Beliau memang sering memberikan isyaroh melalui kata-kata yang alegoris dan simbolik kepada para murid atas datangnya suatu peristiwa. Namun, beliau selau wanti-wanti kepada para murid dan jemaahnya agar tidak menyebarkan informasi yang masih menjadi sirrullah (misteri)  kepada publik, dan tetap mentaati hukum serta aturan yang berlaku di masyarakat.

Misalnya, beberapa waktu sebelum datangnya musibah tsunami di satu daerah, beliau cerita tentang gelombang laut yang dahsyat, kemudian di akhir cerita beliau bilang sambil bercanda: “Makanya, besuk kalau liburan akhir tahun tak usah ke pantai, kta liburan di rumah bersama keluarga atau ke gunung aja, lebih asyik.” Dan para jemaah baru tahu maksud pernyataan Kiai Habib yang disampaikan sambil bercanda itu setelah terjadi musibah tsunami di daerah tersebut.

Demikian juga saat terjadi pageblug di negerinya. Sebenarnya, beliau sudah kasih warning/isyarah beberapa bulan sebelumnya. Namun karena isyaroh tersebut disampaikan secara sombolik dan sambil guyon, maka banyak orang yang tidak paham dan tidak serius menanggapi isyaroh tersebut, kecuali orang-orang yang memiliki kepekaan batin. Di antara isyaroh tersebut adalah beliau menutup majlisnya tanpa alasan, beberapa bulan sebelum teerjadinya pageblug. Ketika didesak para murid kenapa majlis yang sangat bermanfaat itu ditutup, beliau hanya tersenyum sambil berucap ringan: “Majlis yang mengumpulkan banyak orang seperti ini akan bisa menjadi sarana penyebaran penyakit dan sumber fitnah.”

Saat itu banyak murid yang bingung dengan jawaban Kiai Habib. Mereka bertanya ragu dalam hati: “Masak majlis yang sangat mulai dan memiliki manfaat besar begini bisa menyebarkan penyakit dan sumber fitnah.” Ketika pageblug menyerang negeri, baru para murid paham pernyataan Kiai Habaib saat menutup majlisnya.

Sebanarnya, banyak orang yang meyakini bahwa Kiai Habib tahu kapan pageblug akan selesai dan bagaaimana cara penyelesaiannya. Namun, setiap ditanya berliau selalu menjawab: “Jalani saja protokol kesehatan, gak usah ngeyel dan mbandel, ikuti prosedur yang sudah ditetapkan oleh para ahli.”

Untuk memberikan contoh kepada masayrakat dalam menyikapi menyebaran wabah, selama pageblug Kiai Habib tidak menerima tamu. Beliau hanya menerima beberapa murid, itu pun dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Misalnya menjaga jarak fisik, menggunakan hand sanitizer, dan disemprot disenfektan sebelum memasuki kediaman beliau. Beliau tidak menunjukkan sikap mentang-mentang dengan melawan aparat yang menjalankan tugas atau melawan aturan kesehatan yang bisa bikin heboh masyarakat dengan mengatasnamakan hasil isyaroh yang diperoleh langsung dari Allah. Beliau juga tidak membuat pernyataan yang menyerang logika sains atas nama kekuatan spiritual serta fadhilah dzikir. Padahal, sebenarnya beliau memiliki kemampuan untuk melakukan semua itu.

Teus terang, saya semakin kagum dan tertarik dengan cara beragama dan menerapkan ajaran Islam yang dilakukan oleh Kiai Habib ini. Beliau tahu persis bahwa kelebihan yang diberikan oleh Allah padanya bukan untuk bikin sensasi. Menurut Kiai Habib, kekuatan spiritual yang bisa melampuai sains itu berlaku dengan syarat dan ketentuan yang ketat. Hanya bisa dilakukan orang tertentu dengan persyaratan tertentu dan kondisi tertentu, sehingga tidak bisa diberlakukan setiap waktu, tempat, dan pada sembarang orang apalagi untuk orang awam. Kekuatan spiritual dan kasyaf yang dipamerkan di depan publik, apalagi digunakan sebagai alat provokasi, tidak saja bisa menimbulkan kegaduhan publik, tetapi juga bisa menghilangkan kekuatan dan merendahkan daya kasyaf itu sendiri.

Perlu kearifan dan pengendalian diri yang kuat untuk menerapkan ilmu hikmah yang kasyaf di tengah masyarakat awam. Dalam hal menerapkan kekuatan spiritual, mengamalkan ilmu hikmah yang kasyaf, kita bisa meniru Kiai Habib, yang tidak mudah memamerkan kuatan spiritual di depan publik dan tidak menunjukkan kemampuan kasyafnya untuk melawan sience dan melanggar aturan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan