Jangan Sampai Ada Malin Kundang Kedua

694 kali dibaca

“Alangkah bahagianya seorang anak ketika mengetahui bahwa tak perlu jauh-jauh mencari surga, karena ia dekat dengan kita. Karena surga ada di bawah telapak kaki ibu.”

Begitu yang sering saya dengar dari guru, ustadz, dan kakak-kakak saya selama berada di pesantren.

Advertisements

Surga bagi setiap anak ialah ibunya, ibu yang mengandung selama sembilan bulan, yang menyusui selama dua tahun lebih, sebagaimana digambarkan dalam surah al-Baqarah ayat 233:

وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ 

Seorang ibu adalah sosok yang tak ada bandingannya bagi seorang anak. Ia harus membawa bobot diperutnya ke mana pun. Ia memberi makan bahkan dari sejak si anak berupa nutfah (sperma), ’alaqoh (segumpal darah), mudghoh (kerangka tulang), hingga jabang bayi.

Seorang ibu harus ekstra hati-hati memilih makanan untuk janin, karena hal tersebut akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, juga perlunya asupan nutrisi spiritual berupa bacaan ayat-ayat al-Quran yang secara terus menerus diperdengarkan, selawat, dan ucapan-ucapan baik dari si ibu.

Hingga Rasulullah pernah menjaab pertanyaan seorang Sahabat, “Wahai Rasulullah kepada siapakah saya harus berbakti (tanya Sahabat)?

“Ibumu,” (jawab Rasul).

“Lalu siapa?”

“Ibumu.”

Lalu siapa?

“Ibumu.”

Lalu siapa?

“Ayahmu.”

Ibu menjadi kunci sukses bagi kehidupan seorang anak sebagaimana dalam hadits Nabi dikatakan رِضَا الله في رِضَا الوالدَين و سُخطَ الله في سُخطِ الوالدَين, yang artinya: Rida Allah ada pada rida orangtua, dan kemarahan Allah ada pada marahnya orangtua.

Semakin sesorang tulus berbakti kepada orangtua, mendoakan orangtua, berkata baik pada mereka, tidak menyakiti bahkan tidak dengan sepatah kata ‘ah’ pun, maka rahmat Allah akan menyertainya ke mana pun ia pergi.

Bakti seorang anak kepada ibu diabadikan dalam kisah Uwais al-Qarni, pemuda yang dijamin masuk surga melalui lisan Rasul. “Pada suatu waktu, para Sahabat mengajak Uwais al-Qarni untuk melaksanakan ibadah haji. Lalu Uwais menjawab, “Aku telah lama ingin menunaikan ibadah haji, aku juga telah menabung cukup uang, dan aku mempunyai ibu yang buta dan lumpuh sehingga aku tidak bisa meninggalkan ia sendirian.”

Sebegitu tulusnya sahabat Uwais berbakti kepada ibunya, hingga surga menantinya.

Akhir-akhir ini terjadi fenomena di luar akal sehat manusia. Seorang anak menggugat ibunya di pengadilan karena sebidang tanah warisan. Ada pula kakak beradik yang menggugat anaknya secara bersamaan karena pembagian arisan dan banyak macam kasus lainnya. Si ibu yang sudah tua harus pulang pergi ke pengadilan untuk menjalankan sidang dalam kondisi yang sedang sakit.

Alangkah mirisnya kita menyaksikan fenomena seperti ini terjadi, di mana seharusnya saat-saat seperti ini kita bisa melindungi keluarga kita dari wabah virus dan saling membantu berjuang untuk tetap sehat dan hidup dengan baik.

Apatah lagi untuk orangtua. Anak yang seharusnya memenuhi kebutuhan orangtua di masa tuanya, membahagiakannya, dan senantiasa berbahagia karena masih ada kesempatan untuk mencari rida Allah, bukan malah sebaliknya mengundang murka orangtua sampai terbutakan dengan dunia yang tidak seberapa harganya.

Na’udzibillahi min dzâlik. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat durhaka kepada orangtua.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan