Islam, Sejarah, dan Indigo

7,690 kali dibaca

Menurut WH Walsh, sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia pada masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti. Secara garis besar, sejarah adalah pengalaman manusia dari masa lalu yang memiliki peran yang penting untuk masa sekarang. Jika kita sedang berbicara mengenai sejarah, maka kita tentu saja akan membahas dua poin penting: waktu dan kejadian.

Waktu, akan selalu merujuk kepada masa di mana suatu kegiatan itu dilakukan oleh manusia. Sedangkan, kejadian adalah aksi yang melekat pada waktu (masa lampau). Itulah mengapa dalam pelajaran sejarah di Indonesia, peserta didik selalu dicekoki dengan suatu peristiwa dan tahun kejadiannya, seakan itulah kunci dari sejarah. Namun, tak bisa dimungkiri, memang “agak benar”.

Advertisements

Lalu bagaimana kita menggali kejadian yang sudah puluhan hingga ribuan tahun yang lalu? Apakah sejarawan benar-benar mengetahui kejadiannya sehingga ketika muncul dalam suatu diskusi atau liputan, mereka benar-benar yakin menjelaskan dengan gamblang seakan mereka adalah saksi kejadian yang sudah sangat lampau itu.

Tidak ada hal yang tidak mungkin. Mungkin baga yang sering melihat konten Youtube tentang hal-hal supranatural, kita sangat sering mendengar istilah retrokognisi. Retrokognisi adalah sebuah kemampuan untuk mengetahui dan melihat dengan jelas kejadian yang sudah berlalu. Sebagai contoh, ada seorang indigo yang dapat menceritakan sejarah suatu desa dengan sangat jelas, bahkan sangat detail. Padahal, ia baru saja mengunjungi desa tersebut. Ia bahkan dengan fasih menyebutkan tokoh-tokoh yang ada dan menunjukkan sudut-sudut desa yang kiranya menjadi tempat terjadinya kejadian penting di masa lalu.

Apakah ia adalah sejarawan? Tidak, ia memang mempunyai kemampuan retrokognisi, kemampuan kembali ke masa lalu untuk mengetahui apa yang benar-benar terjadi. Mengkhayal? Bisa jadi omongan yang saya ujar ini salah. Ini semua adalah perihal kepercayaan, dan saya tidak bisa memaksa bahwa kepercayaan saya yang paling benar. Kita bisa percaya atau tidak. Semua kembali ke diri kita.

Namun, hal yang membuat saya berpikir bahwa retrokognisi ini sebenarnya bukan hal yang mustahil adalah, bahwasanya retrokognisi adalah sebuah kemampuan yang mana semua hal itu bisa dipelajari. Kepekaan adalah kunci, dan bukti yang tertinggal juga berperan dalam mengasah kemampuan retrokognisi kita.

Seorang sejarawan tidak mungkin bisa mengetahui dan menjelaskan sejarah suatu peristiwa atau tempat dengan sangat luwes tanpa mendapatkan insight dan bukti terhadap hal tersebut terlebih dahulu. Semisal, sejarawan tidak akan berani memberikan informasi di hadapan peserta seminar mengenai kerajaan Majapahit, jika tidak ada narasi mengenai Majapahit di dalam otaknya. Jadi, bacaan mengenai Majapahit, sumber sejarah seperti prasasti, surat Lontar, artefak kerajaan, arsip yang tersimpan, adalah cara sejarawan menyusun peristiwa di masa lampau, dan persepsi yang tersusun itulah yang menjadikannya sebuah kemampuan retrokognisi.

Hanya, jika kita sedang membicarakan mengenai ilmu sejarah secara empiris, retrokognisi selalu dikaitkan dengan kajian yang ilmiah, sedangkan jika membicarakan mengenai kemampuan retrokognisi yang dilakukan oleh seseorang yang memang mempunyai kemampuan akan hal itu, maka kita selalu berbicara mengenai klenik. Padahal, bukankah di akhirat nanti mulut kita dikunci rapat dan semua yang pernah kita perbuat akan ditampilkan, tangan, kaki, rambut, batu yang pernah kita lempar, sendal yang pernah kita gunakan, pohon yang pernah kita sandari, semua akan menceritakan dan bersaksi mengenai kita semasa di dunia (masa lampau).

Memori bukan hanya milik manusia. Bahkan, benda mati juga menyimpan memori. Bukan hal yang sulit untuk manusia pilihan Tuhan guna mengungkap semua yang terjadi di masa lampau, karena semuanya berdzikir kepada Allah, dan semua bisa berkomunikasi. Orang Jawa sangat menjaga hubungan bukan dengan hanya manusia, melainkan alam semesta; memayu hayuning bawana, memayu hayuning bebrayan.

Lalu, bagaimana jika sejarah dan retrokognisi ini dialihkan untuk pemahaman konsep Islam? Tentu saja dua hal tersebut bukanlah hal yang “modern” menurut kacamata Islam. Bahkan sebelum teori-teori ini bermunculan, Nabi Muhammad sudah mengaplikasikan pemahaman sejarah dan ilmu retrokognisi. Bahkan, Rasulullah diutus untuk memberi cahaya kepada zaman yang jahil; Rasulullah hadir untuk memutus sejarah jahil dan menyambung dengan sejarah baru.

Islam bahkan melampaui itu semua. Rasulullah dalam suatu riwayat juga melakukan hal-hal yang di luar batas pemahaman manusia, Prekognisi, atau kemampuan melihat masa depan. Apakah benar? Tentu iya, bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah sudah mendengar suara sendal Bilal bin Rabbah di dalam surga, padahal Bilal masih hidup bersama Rasulullah.

Apakah Rasulullah indigo? Tentu saja istilah itu kurang tepat. Kepekaan Rasulullah terhadap sifat baik dan kepekaan Rasulullah terhadap segala frekuensi di setiap makhluk inilah yang membuatnya bisa mengetahui hal-hal yang oranglain tidak ketahui. Soal benar dan tidaknya, itu adalah legitimasi dari Allah, yang mana tentu saja Allah sudah melegitimasi apa saja yang ada di dalam laku dan perkataan Rasulullah. Sedangkan kita? Tentu saja apa yang kita lakukan dan apa yang kita ucap masih jauh dari apa yang Allah kehendaki.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan