Pantulan Kebhinekaan di Desa (1): Sesrawung Agama di Klepu

1,861 kali dibaca

Klepu adalah nama sebuah desa, terletak sekitar satu setengah kilometer dari ibu kota Kecamatan Sooka, 27 km dari ibu kota Kabupaten Ponorogo, Jawa Tmur. Desa ini dihuni oleh 2.721 warga pemeluk agama yang tidak tunggal; Kejawen, Islam (NU dan Muhammadiyah), dan Katholik. Dinamika pengalaman keberagamaan warga Klepu sangat spesifik dan berliku. Sebelum 1965, mayoritas warga Klepu menganut Islam Kejawen yang mereka sebut sebagai Islam “Natbiti” (Islam sunat-rabi-mati). Artinya, menganut Islam hanya ketika mereka sunat, menikah, dan mati. Hanya sedikit warga Klepu yang Islam santri, yaitu mereka yang hidup di sekitar masjid tua di Dusun Ngapak dan dipimpin oleh Kiai Kurdi.

Pasca-peristiwa 1965, situasi keberagamaan segera berubah secara drastis. Sebagian orang-orang Klepu mulai membanjiri masjid untuk belajar sembahyang lima waktu, mungkin karena ketakutan dianggap sebagai komunis (PKI). Bergabung dengan orang-orang yang sejak semula santri, sebagian kecil mereka kemudian menjadi warga NU dan Muhammadiyah di Klepu. Sebagian yang lain di bawah pimpinan Soemakoen, sang Kepala Desa (waktu itu), mulai berhubungan dengan gereja Katholik di Madiun dan akhirnya menjadi pengikut setia agama itu.

Advertisements

Dengan begitu, konfigurasi sosial komunitas di Klepu mengalami babak baru. Separo lebih adalah penganut Katholik, sisanya pemeluk Islam yang sebagian besar tetap Kejawen; mereka adalah komunitas “natbiti” yang dulu beramai-ramai mengunjungi masjid demi menghindari tekanan politik pasca-1965 dan kembali pada identitas semula setelah situasi politik mereda.

Rupanya, betapa pun pergeseran itu terjadi, ada satu pemandangan yang tak berubah dari warga Klepu, yakni kebersamaan. Mereka tetap bergotong-royong membangun rumah ibadah tanpa memandang agamanya, merayakan Idul Fitri, secara bersama pula, serta hidup dalam suka dan duka bersama. Tampaknya, kebersamaan itu pula yang membuat DDII (Dewan Dakwah Isamiyah Indonesia) pada 1999 mental, tidak bisa masuk ke Klepu karena dianggap ajaran yang dibawanya dipandang sebagai hanya mengajarkan buku agama, bukan sesrawung antarorang beragama. Sesrawung agama memang lebih penting bagi orang Klepu, karena agama bagi mereka adalah pengalaman praktis-empiris, bukan seonggok teori yang penuh teka-teki.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan