Gus Baha merupakan ulama kenamaan Indonesia. Bernama lengkap KH Bahauddin Nursalim, Gus Baha lahir di Rembang, tepat pada 29 September 1970. Gus Baha juga merupakan salah satu promotor sekaligus pakar tafsir di Indonesia. Bisa dikatakan, Gus Baha merupakan kutu Al-Qur’an di Nusantara, sebab eksistensinya yang urgen dalam dunia tafsir Indonesia dan kajian Al-Qur’an. Gus Baha juga merupakan putra dari pengasuh pesantren Al-Qur’an di Narukan, KH Nursalim.
Dalam perjuangannya sebagai thalibul ‘ilm (pencari ilmu), Gus Baha dikenal ulet dan memiliki kecerdasan. Bagaimana tidak, di umurnya yang masih sangat belia, Gus Baha setidaknya telah mengkhatamkan tiga puluh juz Al-Qur’an dengan konsistensi makharijul huruf dan tajwidnya. Sebab, dalam membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an, Gus Baha menempuhnya dengan makharij dan tajwid yang sangat ketat. Perlu diingat kembali, Gus Baha menempuh itu semua pada usia yang masih sangat belia.
Pada usia remaja, Gus Baha memilih Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah sebagai pilihan selanjutnya dalam pengembarannya sebagai pencari ilmu. Di sini, keuletan dan kecerdasannya —yang telah saya sampaikan di depan—tampak begitu kontras. Hal ini terbukti dari kemampuan Gus Baha dalam menghafalkan Shahih Muslim dengan utuh, termasuk matan dan sanad-nya. Tak tanggung dan tak hanya sampai di situ, ilmu gramatika nahu pun didalami, seperti Alfiyah Ibn Malik dan ‘Imrithi.
Gus Baha juga dikenal dekat dengan allahumma ighfir lahu Syaikhina Maimoen Zubair, salah seorang ulama yang sangat karismatik dan masyhur di Indonesia. Dalam sebuah riwayat dituturkan, Gus Baha selalu menjadi teman berbincang Syaikhona Maimoen. Tak tanggung, dalam beberapa kesempatan, Syaikhona Maimoen atau yang biasa dikenal sebagai Mbah Moen memercayai Gus Baha sebagai pencari ta’bir ihwal sebuah problematika hukum.
Tabik dan nikmat