Cinta Rumi(t)

1,232 kali dibaca

Kata orang cinta bisa mengubah segalanya. Yang berakal menjadi tidak. Yang berteman menjadi tidak. Yang dulu akur menjadi tidak. Tapi bila itu memang yang sesungguhnya, bukankah kata sifat itu menghubungkan dua sisi menjadi satu dan bukan sebaliknya.

Hah, aku tak tahu Rumi, apa kau menciptakan kata-kata cinta sebagai sebuah senjata bagi para budak-budaknya. Mengatasnamakan hal itu untuk mengesahkan segala tindakan, agar semua menjadi absah “karena ini cinta”.

Advertisements

Aku mengelus buku kumpulan kata-kata Rumi di atas dek sekolah tingkat tiga. Menjelang sore aku kembali ke rumah, menunaikan Ashar lalu kumpul ke tongkrongan. Baru melepas helm, Si Cek sudah rapi dengan kunci motor di tangan, jaket kulit KW dengan potongan klimis.

“Cek, mau ke mana?”

“Mau kencan.”

“Sama siapa?”

“Biasa…,” ujarnya menggampangkan.

“Masih sama Enti, balik lagi lu?”

Cek hanya nyelonong tanpa mendengar kata-kataku lagi. Sebelum dia pergi, aku meneriakinya “Batu lo Cek!”

Itulah yang kadang kupertanyakan pada Rumi. Apakah cinta sebuta itu hingga membuat orang menjatuhkan diri pada lubang yang sama.

Aku hanya memegang kepala sembari berwajah heran. Masuk ke tempat tongkrongan ada Mas Sot sedang khusuk menyimak gawainya.

“Jajan mas,” kuambrukkan satu kresek penuh snack di depannya.

“Ho-ho-ho…  perayaan apa nih?”

“Gak ada, cuma uang jajan lebih aja.”

Kami sedikit sibuk dengan permainan masing-masing. Aku dengan Rumi yang belum tuntas. Dan Mas Sot dengan gawai dan headset-nya yang membuat gemas. Bagaimana tidak, tanpa suara dia hanya senyam-senyum sendirian.

Aku menanyakan keberadaan yang lainnya. Saat itu kami menaruh kesibukan masing-masing. Mulai membahas berbagai hal, hingga pada akhirnya Cak Bag datang. Dengan Motor Win 100-nya, dari kejauhan suara khas kenalpotnya dapat didengar.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan