BUJUK LANCENG

1,093 kali dibaca

BUJUK LANCENG

Dari angkara murka meniti ke kelopak mata
Bayang-bayang berjalan dengan kaki sebelah
Pada tikungan begitu tajam menuju utara
Dari bawah samudera, ke langit Mahabarata

Advertisements

Risau masih menyisakan kisah pada paruh Burung Gagak
Ketika melihat wajah matahari sudi tenggelam dari singgasana paling tinggi
Maka laknat yang mana lagi mesti kau tuju
Semenjak simfoni ludruk kian memilin tanju

Kini deru jalanan mulai lengang tanpa salam
Berkat serpihan huruf yang muntah di bibirnya
Di setiap persimpangan waktu
Yang selalu menjejakkan telapak rindu.

Pamekasan, 01/04.

SORE INI, HUJAN DATANG BERKALI-KALI

Yang engkau lontarkan sebelum hujan
Untuk merayakan dahaga dedaunan
Agar mengalir ke hilir jalan

Dingin mencoba meraba
Antara degup takbir sebelum mualik
Yang mulai ramai dari tabuhan rintik-rintik
Adalah janjimu kian menukik

Barangkali tempias di matamu
Sudi merajut senja yang sudah kelabu
Dari percakapan sore yang panjang
Sehingga kita sama-sama hilang di peluk pandang.

.Jalmak, 01/04.

MENYULAM MIMPI DINI HARI

Seperti pucat angin fajar
Mengibaskan resah rindu mawar
Terhadap kesetiaan yang mulai berserakan
Dari sebagian mimpi-mimpi berkeliaran

Tapi sebagian mimpi yang lain
Masih sudi berdansa dengan bayang-bayang lilin
Sehingga dia lupa gelap yang panjang
Akan menggulung segala kenangan
Menggenang di setiap bekas pelukan

Maka lembut tubuhnya sudi tersulam
Untuk menyelimuti perasaan di ruh malam
Menjelma pertemuan terang dan remang
Sampai kertap mualik mengakhirkan jalan kesunyian.

Jalmak, 01/04.

DUDUK DI BAWAH HUJAN

Seperti sungai yang mengalir di rekah dadaku
Pada tanggal tua Hari Minggu
Adalah hujan dari camar-camar dirundung kecewa
Kepada rintiknya yang berhenti bernada

Ia hanya duduk disaksikan kuyup daun kering
Bergetar sejauh kening angin di halaman
Dan di kedalaman musim semakin telentang

Niscaya dingin bersetia memuja sedih
Setelah tatapan menggenang di hulu letih
Sampai waktu mengajakku pulang
Sebelum kemarau benar-benar disaput petang.

Pamekasan, 01/04.

SABDA DARAH

Ini sudah kali ke berapa
Kekejaman suara ditafsir dari luka-luka mimpi
Memangsa jiwa, bertebaran antara lelah misteri
Yang dicatat pada ke dalaman imaji

Sebenarnya luka darah ini tak cukup menjadi saksi
Sebelum kekejaman mulai durja ke setiap diksi
Tanpa ada kepongahan merengkuh palung
Mereka-reka pulang meniti sekat payung

Apakah engkau mengharapkan sabda
Sementara goresan hati yang lain belum sepenuhnya menyiksa
Di antara derik dan detak di setiap detik
Bermula sebagai pandang melengking pekik

Marilah bertapa pada daun-daun sebelum ranggas
Agar kita saling menyapa angin selagi bernapas
Sampai tetes yang seharusnya menetas
Mengalir sebagai risalah pengharapan paling lugas.

Pamekasan, 01/04.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan